Nila Tanzil dan Bukti Partisipasi Perempuan Indonesia untuk Bangun Kehidupan Berkelanjutan

Nila Tanzil dan Bukti Partisipasi Perempuan Indonesia untuk Bangun Kehidupan Berkelanjutan
info gambar utama

8 Maret menjadi salah satu momen penting bagi kaum perempuan di seluruh dunia, dengan hadirnya peringatan Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD).

Momen IWD sendiri memiliki makna dan tujuan utama untuk memberi pemahaman kepada semua kalangan mengenai peran besar yang dimiliki kaum perempuan, sekaligus menyuarakan pembuktian jika kaum perempuan sanggup dan sama-sama memiliki kemampuan besar dalam melakukan berbagai tindakan dan perubahan positif untuk kehidupan yang lebih baik.

Di tahun ini, tema IWD yang diangkat adalah Gender equality today for a sustainable tomorrow, atau kesetaraan gender hari ini untuk masa depan yang berkelanjutan.

Adapun makna dari tema yang ditetapkan oleh PBB tersebut, bertujuan untuk memberdayakan perempuan supaya memiliki suara dan menjadi pemain yang setara dalam pengambilan keputusan untuk pembangunan yang berkelanjutan.

Bukan tanpa alasan, karena selama ini sebagian isu yang muncul di tengah masyarakat tak dimungkiri masih mendiskreditkan kemampuan perempuan dalam melakukan berbagai aksi nyata dan perubahan.

Padahal, kekinian semakin banyak bukti yang terpampang nyata jika sederet tokoh, penggerak, atau aktivis perempuan di berbagai bidang, memiliki pengaruh tak kalah besar dalam membawa perubahan, terlebih yang bersifat keberlanjutan.

Dari sekian banyak tokoh perempuan penggerak yang dimaksud, satu yang hingga saat ini berkomitmen membangun perubahan untuk keberlanjutan masa depan Indonesia yang lebih baik adalah Nila Tanzil.

Nila Tanzil dan Kisahnya Bangun Taman Baca di Indonesia Timur

Abdikan hidup untuk tingkatkan literasi di Indonesia Timur

Bukan sosok baru di dunia pemberdayaan masyarakat khususnya untuk pembangunan di wilayah Indonesia Timur, Nila Tanzil sudah terjun ke salah satu bidang sosial tersebut selama belasan tahun, tepatnya sejak tahun 2009.

Nila selama ini banyak dikenal sebagai pendiri dari yayasan Taman Bacaan Pelangi, sebuah organisasi nirlaba non-pemerintah yang fokus pada pembinaan kebiasaan membaca bagi anak-anak di wilayah Indonesia Timur, dengan pendirian perpustakaan gratis.

Mengutip IDN Times, dijelaskan jika taman bacaan pelangi yang Nila dirikan awalnya hanya berdiri dengan konsep perpustakaan umum yang dibangun di rumah penduduk. Tapi lama-kelamaan perpustakaan tersebut telah berkembang menjadi yayasan yang membangun perpustakaan di sekolah-sekolah, khususnya tingkat sekolah dasar.

Dari yang awalnya hanya membangun satu perpustakaan di Pulau Komodo, kini jangkauan perpustakaan yang dibangun berkembang pesat hingga mencapai sebanyak 135 perpustakaan yang tersebar di sebanyak 18 pulau pada wilayah Indonesia Timur lainnya seperti Flores, Maluku, Sumbawa, Halmahera, hingga Papua.

Bicara mengenai sumber buku yang didapat, disebutkan jika selama ini selalu ada berbagai macam bantuan datang dari para relasinya. Tak heran, karena Nila sendiri diketahui memiliki jejaring yang luas setelah sempat menimba ilmu hingga jenjang Magister di Belanda.

Relasinya disebut biasa mengirimkan buku-buku bacaan yang akan disebar ke seluruh jaringan perpustakaan miliknya. Beberapa rekannya yang berasal dari luar negeri seperti Jerman, bahkan pernah membantunya dengan menjadi pengajar sukarela di Pulau Flores selama satu tahun.

Madukala Kundoro, Polisi di Sulawesi Tenggara yang Jamin Pendidikan Gratis 65 Anak Jalanan

Kebahagiaan dari anak di perpustakaan

Bicara mengenai bagaimana awal mula Nila bisa terpikir untuk membangun sebuah perpustakaan, diceritakan jika dulunya ia memiliki hobi atau kegemaran travelling. Sosok yang juga pernah menjelajah 29 negara ini pernah ada di satu keputusan untuk meninggalkan hidup di perkotaan, dan nekat hidup selama satu tahun di Pulau Komodo.

Dalam tahun tersebut lah, Nila berhadapan dengan kesempatan berinteraksi dengan penduduk lokal, termasuk anak-anak kecil yang berlalu-lalang menyusuri sungai untuk pergi ke sekolah dengan jarak tempuh selama dua jam lamanya.

Saat menjadi pembicara dalam acara Cewequat International Forum tahun 2015 silam, Nila menuturkan jika kala itu ia melihat modal anak-anak tersebut hanya satu, yakni buku dan pensil yang ditaruh di dalam kantong plastik, mereka bahkan harus mendaki gunung tanpa alas kaki untuk tiba di sekolah.

Hal tersebut yang pada akhirnya menginspirasi Nila untuk berbuat sesuatu demi kemajuan dan perkembangan anak-anak tersebut.

"Yang aku lihat, mereka sama sekali tidak punya buku bacaan dan seperti haus ilmu pengetahuan. Dari situ aku tergerak untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk anak-anak Indonesia," kenang Nila, mengutip Detikcom.

Serius mewujudkan niatnya, Nila disebut sampai membawa sebanyak 2.000 buku yang berasal dari Jakarta, untuk membangun perpustakaan pertamanya tersebut.

"Setiap kali aku lihat mereka baca buku, seperti ada satu kebahagiaan di mata mereka. Itu kelihatan banget. Mereka berbinar-binar dan rasanya aku ikut bahagia juga. Untuk menciptakan Indonesia yang kuat kan dimulai dari anak-anaknya dulu. Aku rela bekerja enggak dibayar agar bisa mengedukasi mereka," tambah Nila.

Tinggalkan Kota, Pasangan Muda Ini Dedikasikan Hidup untuk Pendidikan di Pelosok Papua

Bukti pemberdayaan berkelanjutan

Tidak hanya menjamin edukasi untuk meningkatkan literasi bagi anak-anak di Indonesia Timur, yayasan Rumah Bacaan Pelangi yang didirikan Nila juga telah berhasil memberikan dampak keberlanjutan bagi masyarakat setempat.

Nila mengungkap jika hingga saat ini, yayasan miliknya sudah memberikan pelatihan terhadap lebih dari 5.000 guru yang memberikan pengajaran membaca, selain itu dirinya juga mencatat sudah ada lebih dari 33 ribu anak yang menerima manfaat dari adanya perpustakaan yang didirikan Rumah Bacaan Pelangi.

Ingin memberdayakan perempuan, yayasan yang dimaksud juga kerap memberikan ragam program lain seperti parenting engagement untuk orangtua, pengajaran sekaligus pengembangan sosft-skill, dan beasiswa khusus untuk kalangan perempuan.

Menurut penuturannya, program beasiswa yang bernama Girls Scholarship Program tersebut diberikan kepada anak-anak perempuan yang berasal dari keluarga prasejahtera, dalam bentuk pendidikan dengan komitmen 5 tahun yang dimulai dari kelas 2 SMP hingga lulus SMA.

Lebih lanjut, meski awalnya Rumah Bacaan Pelangi yang didirikan Nila dikenal lebih fokus untuk melakukan pembangunan di wilayah Indonesia Timur, namun ia tidak menampik jika organisasinya membuka diri untuk ikut melakukan pembangunan serupa di wilayah Indonesia lainnya.

Milka Santoso dan Pandangan Memosisikan Diri Sebagai Seorang Ibu Sekaligus Wanita Karier

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

Terima kasih telah membaca sampai di sini