Penemuan Fosil Gajah Purba di Sumedang, Mamut atau Stegodon?

Penemuan Fosil Gajah Purba di Sumedang, Mamut atau Stegodon?
info gambar utama

Jejak penemuan hewan purba kembali terjadi di Indonesia. Potongan fosil hewan purba yang terdiri dari kura-kura air tawar, buaya, dan gajah purba ditemukan di Jawa Barat, tepatnya di kawasan Lembah Cisaar, Desa Jembarwangi dan Darmawangi, Kecamatan Tomo, Sumedang.

Penemuan tersebut dilakukan oleh peneliti arkeologi yang terdiri dari tim gabungan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bandung, serta Badan Geologi dan Paleontologi Kementerian ESDM, pada hari Jumat (21/6/2022).

Dari ketiga spesies fosil hewan purba yang ditemukan, salah satu yang menarik perhatian adalah fosil gajah purba. Bukan tanpa alasan, hal tersebut lantaran penemuan fosil hewan satu ini jadi salah satu yang paling sering terjadi di Indonesia, dan berada di titik lokasi yang masih berdekatan.

Menarik untuk dibahas, karena nyatanya wujud fosil yang dimaksud sendiri masih menimbulkan kebingungan atau kesalahpahaman mengenai spesies pastinya. Sebagian kalangan menyebut jika fosil tersebut merupakan fosil dari gajah purba mamut (mammoth). Sementara itu menurut catatan penelitian, jejak historis, dan riwayat penemuan, fosil yang dimaksud merupakan potongan atau spesimen dari spesies stegodon.

Inilah 5 Hewan Purba yang Masih Hidup di Indonesia

Memahami perbedaan mamut dan stegodon

Klasifikasi mamalia bergading Proboscidea | Twitter @themammothside
info gambar

Jika dilihat sekilas dari bentuk fisik khususnya rangka fosil atau tulang, memang tak ada yang berbeda dari wujud mamut, stegodon, atau gajah modern yang masih hidup di masa kini. Sekadar memahami, hewan yang saat ini kita kenal sebagai gajah beserta spesies pendahulunya di masa purba, masuk dalam klasifikasi mamalia bergading yang berasal dari ordo Proboscidea.

Secara keseluruhan wujud hewan-hewan dari ordo Proboscidea sendiri memang memiliki morfologi layaknya gajah yang selama ini kita kenal. Yakni berupa hewan berwarna abu-abu atau cokelat dengan ukuran tubuh yang besar, daun telinga yang lebar, belalai panjang, dan gading panjang yang lurus atau melengkung indah.

Di bawah ordo tersebut, terbagi lagi ke dalam tiga familia yakni Gomphotheriidae, Stegodontidae, dan Elephantidae. Dari pembagian familia ini mulai dapat diketahui perbedaan antara mamut, stegodon, dan gajah modern.

Secara historis, gajah modern yang hidup di masa kini lebih berkerabat dekat dengan mamut di mana keduanya sama-sama berasal dari famili Elephantidae. Sedangkan stegodon berasal dari famili Stegodontidae.

Jika membahas mengenai perbedaan yang ingin diketahui dari pengenalan fosil, apa perbedaan dari mamut atau gajah modern masa kini dengan stegodon?

Perbedaan paling mencolok dapat dilihat dari gadingnya. Disebutkan bahwa gading stegodon sejatinya dapat tumbuh hingga lebih dari 10 kaki atau setara 3 meter lebih. Di mana panjang tersebut juga dapat setara dengan sepertiga panjang tubuhnya.

Mamut sendiri sebenarnya memiliki gading yang cukup panjang di mana bisa tumbuh hingga mencapai 5 meter, namun biasanya gading mamut cenderung berbentuk melengkung dibandingkan gading stegodon dengan bentuk yang cenderung lebih lurus.

Lain itu pada gajah modern dan mamut, posisi kedua gading biasanya memiliki jarak yang renggang sehingga belalai hewan tersebut bisa berada di antara kedua gading. Hal tersebut berbeda dengan stegodon yang memiliki rangka gading cukup rapat atau berdekatan, sehingga belalai dari stegodon kerap berada di bagian atas atau samping gading.

Perbedaan juga dapat dilihat dari segi bobot, di mana mamut diketahui memiliki tinggi bahu antara 2,6-3,4 meter, dengan berat mencapai 4 ton. Sedangkan stegodon pada spesies terbesarnya memiliki tinggi maksimal mencapai 3,9 meter dengan berat sekitar 12,5 ton.

Terakhir dari segi postur tubuh, stegodon diyakini memiliki bentuk tubuh yang besar dan kekar, sehingga kerap kali disebut sebagai binaragawan gajah.

Temuan Seperti Fosil Stegodon di Ngawi

Jejak stegodon di Indonesia

Proses evakuasi gading stegodon | Dok. ITB
info gambar

Laporan mengenai penemuan fosil terkonfirmasi mamut selama ini lebih banyak ditemukan di luar wilayah Indonesia, seperti Siberia, Alaska, dan yang terbaru di Yukon, Kanada. Sedangkan di Indonesia sendiri laporan penemuan fosil purba mamalia bergading lebih banyak menjurus kepada stegodon.

Jika menilik catatan historisnya, dari sekitar 12 spesies stegodon yang berhasil teridentifikasi hingga saat ini, Memang terdapat 4 spesies stegodon yang pada masa lampau pernah berada di Indonesia. Spesies yang dimaksud terdiri dari Stegodon florensis dan Stegodon sondaari (Flores), Stegodon sompoensis (Sulawesi), dan Stegodon trigonocephalus (Jawa).

Fosil-fosil stegodon banyak ditemukan khususnya di pulau-pulau bagian barat seperti Sumatra, Jawa (Situs Cisaat, Ngandong, Patiayam, Sangiran, Trinil), atau sedikit di wilayah timur seperti Flores. Meskipun kebanyakan spesimen fosil yang ditemukan hanya berupa gigi atau tulang rahang, namun terkadang ditemukan pula fosil berupa tulang paha (femur) dan gading.

Beberapa jejak penemuan fosil stegodon yang pernah tercatat di antaranya terjadi pada tahun 2018 lalu, oleh tim peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) di Majalengka, Jawa Barat. Takjubnya, fosil yang ditemukan tim Laboratorium Paleontologi ITB berupa sepasang gading stegodon raksasa.

Gading stegodon
info gambar

Sesuai ciri yang disebutkan di atas, gading yang ditemukan kala itu memiliki panjang lurus dari ujung ke ujung mencapai 3,30 meter, sedangkan panjang lengkung sekitar 3,60 meter. Tim ITB pun mengonfirmasi jika gading tersebut berasal dari spesies Stegodon trigonocephalus.

Tak hanya itu, di penghujung tahun 2021 lalu juga ditemukan gading lainnya yang berlokasi di lereng pegunungan Patiayam, Kudus, Jawa Tengah. Lebih pendek, kala itu fosil gading stegodon yang ditemukan memiliki ukuran sekitar 1,5 meter.

Masih dilihat dari segi historis, ada penjelasan sendiri mengapa fosil-fosil stegodon yang ditemukan di Indonesia memiliki ukuran yang beragam, bahkan ada yang dalam potongan kecil. Memiliki salah satu ciri yang sama seperti gajah modern, stegodon diyakini merupakan salah satu perenang handal.

Kemampuan itu yang membuat stegodon mampu menjelajah pulau di seluruh Asia hingga akhirnya sampai ke Indonesia. Namun dalam perjalanannya, beberapa populasi stegodon yang terisolasi tersebut diyakini mengalami fenomena yang dinamakan insular dwarfism.

Insular dwarfism sendiri didefinisikan sebagai proses dan kondisi hewan besar yang berevolusi atau memiliki ukuran tubuh yang berkurang, ketika kisaran populasinya terbatas pada lingkungan kecil terutama pulau-pulau.

Hal tersebut disebabkan karena terbatasnya ruang dan makanan yang tersedia, sehingga dalam kehidupan selama beberapa generasi, ukuran hewan besar perlahan menjadi mengecil. Dan kondisi tersebut yang terjadi pada spesies Stegodon sondaari yang hidup di Flores, di mana beratnya disebut hanya sekitar 660 pon atau sekitar 300 kilogram.

Fakta menarik lainnya, Stegodon sondaari juga merupakan mamalia bergading yang diyakini hidup di masa lampau bersama manusia purba yang ada di Flores, yakni Homo floresiensis.

Lagi, Fosil Gajah Purba Setinggi Atap Rumah Ditemukan di Banjarejo

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

Terima kasih telah membaca sampai di sini