Barongko, Kue Manis Lembut Simbol Harga Diri Orang Bugis-Makassar

Barongko, Kue Manis Lembut Simbol Harga Diri Orang Bugis-Makassar
info gambar utama

Barongko merupakan makanan khas masyarakat Bugis-Makassar yang tercatat sebagai warisan budaya tak benda. Di balik kenikmatannya, barongko ternyata mempunyai filosofi luhur soal harga diri dan kejujuran.

Bagi wisatawan termasuk warga masyarakat Sulawesi Selatan yang gemar kuliner kue tradisional, barongko menjadi salah satu pilihan yang tak terlupakan untuk dinikmati. Apalagi kue ini banyak tersedia di cafe-cafe atau gerai-gerai kuliner di Kota Makassar.

Apa itu kue barongko

Penamaan barongko merupakan singkatan dari barangku mua udoko dalam bahasa Bugis yang bermakna barangku sendiri yang dibungkus. Hal ini dimaksudkan adonan yang bahan bakunya adalah pisang, juga dibungkus dengan daun pisang.

Cara Orang Makassar Menghormati Beras dan Ikan dalam Sepiring Nasi

Dimuat dari Detik, kue barongko ini bila dilihat sekilas hampir mirip seperti kue nagasari khas Jawa karena dibalut dengan daun pisang. Bedanya bila pisang pada barongko bukan sebagian isian, tetapi campuran adonan.

Barongko adalah kue tradisional yang bahan utamanya adalah pisang kepok yang dicampur dengan santan, gula, dan telur. Setelahnya bahan tersebut dihaluskan kemudian dibungkus daun pisang dengan bentuk segitiga.

Biasanya masyarakat Bugis-Makassar memasak barongko dengan cara dikukus. Kemudian hasilnya, kue ini akan memiliki tekstur super lembut dan juicy. Rasa manisnya juga enak dan menyegarkan, apalagi bila disajikan dingin.

Sejarah kue barongko yang hanya disajikan pada acara besar

Barongko menjadi salah kuliner yang tak pernah absen pada setiap upacara acara atau kegiatan lainnya, seperti pernikahan, khitanan, atau bulan Ramadhan. Kuliner ini digunakan untuk menjamu tamu-tamu agung dan tamu kehormatan.

Melansir dari website Indonesia.go.id disebutkan bahwa barongko dahulunya adalah makanan yang istimewa. Kue ini hanya disajikan bagi kaum bangsawan dari kerajaan-kerajaan dari Bugis.

Kudapan ini disajikan pada waktu-waktu tertentu seperti pesta pernikahan, keagamaan atau upacara adat. Oleh raja-raja Bugis, kue barongko biasanya dijadikan sebagai hidangan penutup pada suatu acara.

Tradisi Kuliner Mataram: Meraih Berkah dari Santapan Para Raja

Tetapi dalam perkembangan waktu, kue barongko menjadi kian populer di kalangan masyarakat Bugis. Sehingga sajian yang tadinya hanya terdapat di istana kerajaan kini sudah bisa dinikmati oleh masyarakat kapanpun mereka mau.

Walau begitu, pembuatan barongko tetap diutamakan dan tidak bisa sembarangan. Hanya orang-orang sudah berpengalaman yang diperbolehkan membuat barongko demi menjaga cita rasa makanan ini yang khas.

Makna filosofi kue barongko

Selain memiliki cita rasa yang khas, bagi masyarakat Bugis-Makassar, kue barongko memiliki makna filosofis yang tinggi. Karena itu barongko selalu dijadikan salah satu hidangan utama di setiap acara untuk menjamu tamu-tamu kehormatan,

Kue barongko perlambang dari nilai budaya dan prinsip hidup yang agung. Layaknya namanya Barongko yang berarti barangku sendiri yang kubungkus.

Hal ini menjadi perlambang nilai siri atau harga diri yang tinggi bagi masyarakat Bugis-Makassar. Jadi membungkus dan menjaga harga diri merupakan aplikasi dari budaya siri untuk menjaga harkat dan martabat.

Simbolisasi dan Harmonisasi di Balik Makanan pada Masyarakat Bali

Hal yang lainnya adalah dengan dibungkus daun pisang juga melambangkan makna kejujuran, yakni apa yang tampak dari luar sama dengan yang ada di dalam. Ini melambangkan antara hati, pikiran dan tindakan harus selaras.

Sementara itu dalam hubungan perkawinan atau rumah tangga. Hal ini juga menjadi landasan awal untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Kedua mempelai akan harmonis, jika keduanya memiliki hati dan perilaku yang sama baiknya.

Demikian pula barongko yang rasanya manis dan gurih memiliki makna, sebagai pengharapan akan kesejahteraan dalam kehidupan rumah tangga, baik anugerah rezeki maupun keturunan.

Barongko telah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya tak benda Indonesia. Penetapan ini diberikan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bernomor 60128/MPK.E/KB/2017.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini