Hari Kesehatan Mental Sedunia: 6 Hal Sederhana Ini Bisa Menjaga Mentalmu Tetap Sehat

Hari Kesehatan Mental Sedunia: 6 Hal Sederhana Ini Bisa Menjaga Mentalmu Tetap Sehat
info gambar utama

Hari ini, Senin (10/10) adalah Hari Kesehatan Mental Sedunia. Pada momen ini, kita perlu mengingatkan diri kita bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.

Kesehatan mental memang merupakan isu penting yang perlu terus disuarakan. Masyarakat dunia, khususnya Indonesia, pun harus tahu bagaimana cara menjaga mentalnya agar senantiasa sehat.

Perlunya kita semua bersuara tentang pentingnya kesehatan mental itu pula yang menjadi tema Hari Kesehatan Mental Sedunia kali ini. Tema yang diusung tersebut bertajuk "Make Mental Health and Well-being for all a Global Priority" atau "Jadikan Kesehatan Jiwa dan Kesejahteraan untuk Semua sebagai Prioritas Global".

"Setiap tanggal 10 Oktober itu kita peringati sebagai Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, peringatan ini untuk menyuarakan, mengedukasi tentang kesehatan mental demi kondisi jiwa yang baik bagi seluruh dunia," ujar Dokter spesialis kedokteran jiwa (psikiater) dr. Dian Pitawati, SpKJ seperti dilansir Antara.

Menjaga kesehatan mental perlu dimulai dari diri sendiri. Lantas, bagaimana caranya?

Direktorat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui laman resminya menjelaskan bahwa menjaga kesehatan mental bisa dilakukan dengan 6 hal sederhana yang bisa menjaga agar mental kita tetap sehat.

Dampak Nyata Polusi Cahaya Bagi Lingkungan dan Kesehatan

Cara Sederhana untuk Menjaga Kesehatan Mental

1. Kenali diri sendiri

Setiap manusia adalah individu yang memiliki keunikannya masing-masing. Oleh karena itu, kita perlu mengenali diri kita dengan segala gaya, sifat, dan karakter yang berpengaruh terhadap sifat dan kebiasaan kita.

Contoh sederhananya, kita perlu mengetahui berapa lama kita butuh tidur atau apakah kita lebih efektif bekerja pada siang atau malam hari. Cobalah untuk mengetahuinya sejelas mungkin karena saat kebiasaan-kebiasaan semacam itu terpaksa diubah secara drastis secara tiba-tiba, di situ tekanan mental bisa muncul.

2. Me time

Di tengah banyaknya aktivitas dan tekanan hidup, kita rentan mengalami stres. Oleh karena itu, kita perlu menyediakan waktu khusus untuk rileks sejenak sambil melakukan kegiatan yang kita sukai. Di era kekinian, ini biasa disebut dengan istilah me time.

Tidak perlu bingung mau melakukan apa saat me time. Hal sederhana seperti mandi air hangat atau menjalani hobi pun bisa membuat pikiran segar kembali sembari sedikit-sedikit melepaskan tekanan mental.

Saat stres, tentunya produktivitas kita pun akan menurun. Maka dari itu, pikiran yang segar akan membantu kita untuk menjalani kegiatan sehari-hari dengan lebih optimal.

3. Jauhi layar gawai

Tidak bisa dipungkiri, kehidupan kita di masa kini sangat bergantung kepada perangkat elektronik atau gawai. Semua aktivitas mulai dari bekerja, bersosialisasi, hingga berbelanja sangat mengandalkan gawai dengan segala fiturnya. Ternyata, gawai ini juga bisa menimbulkan masalah kesehatan mental.

Gawai seakan seperti pisau bermata dua. Oleh karena itu, dibutuhkan kontrol ketat dari diri sendiri untuk membatasi penggunaannya. Mengapa demikian? Ternyata, penggunaan gawai yang berlebihan berpotensi menurunkan kualitas tidur, sementara kualitas tidur seseorang berpengaruh terhadap kesehatan mental.

Cobalah untuk tidak menggunakan gawai selama beberapa jam, terutama menjelang tidur. Menahan diri tidak menengok linimasa media sosial untuk melihat kabar terbaru mungkin tidak mudah, namun perlu diupayakan.

4. Menulis

Siapa sangka, menulis ternyata bisa menjaga kesehatan mental. Menulis akan sangat membantu terutama saat kita berada dalam kondisi stres hingga sulit fokus.

Menulis dapat membantu kita untuk menjabarkan segala pikiran yang ada dalam kepala agar lebih jelas dan tertata. Isi pikiran kita dapat dituangkan ke dalam berbagai bentuk tulisan, mulai dari to-do list hingga cerita seperti di buku harian.

Jika ingin membagikan tulisan agar bisa dibaca orang lain, kita dapat memanfaatkan berbagai platform menulis yang tersedia secara daring. Media sosial seperi Facebook atau Instagram misalnya memungkinkan kita untuk mengunggah tulisan disertai foto atau video. Situs penyedia layanan blog seperti Blogspot dan Wordpress juga bisa digunakan.

5. Berolahraga

Seperti disinggung sebelumnya, kesehatan fisik dan mental sama-sama penting. Kondisi fisik berhubungan erat dengan kondisi mental. Jika fisik sehat, maka mental pun akan sehat pula.

Berolahraga membantu kita meredam gejala depresei dan rasa emas. Selain itu, kita mendapat asupan udara segar apabila olahraganya dilakukan di luar ruangan.

Tidak perlu berolahraga lama atau berat untuk menjaga kesehatan. Aktivitas fisik selama 30 menit per hari sudah cukup.

6. Hindari Minuman Beralkohol

Sudah jamak diketahui jika minuman beralkohol adalah sumber dari banyak masalah kesehatan. Ironisnya, tidak sedikit orang yang mengalami masalah mental justru mengonsumsi minuman beralkohol agar pikirannya lebih tenang.

Dalam jangka pendek, mungkin minuman beralkohol bisa membuat peminumnya lupa sesaat akan masalah yang sedang dihadapi. Namun, hal seperti ini justru membuat masalah kesehatan menjadi semakin parah dalam jangka panjang.

Mengapa demikian? Ini karena alkohol adalah yang bersifat depresan alias mengandung zat yang mampu menekan pusat syaraf. Mengonsumsinya dapat menimbulkan penyakit mental.

Memahami Seluk-Beluk dan Pentingnya Uji Emisi untuk Menekan Polusi

Perlu Dukungan

Selain melakukan 6 hal di atas, kita perlu ingat bahwa pada tingkat tertentu bisa jadi perkara kesehatan mental membutuhkan pendampingan khusus oleh psikiater dan psikolog.

Kendati demikian, orang yang menggunakan jasa psikiater dan psikolog kerap dilabeli stigma tertentu yang berujung diskriminasi. Inilah hambatan sekaligus tantangan yang dihadapi dalam upaya menumbuhkan kesadaran mengenai kesehatan mental di masyarakat.

"Hambatan dan tantangan kita adalah stigma dan diskriminasi. Kalau misalnya orang sudah menyadari, punya awareness kalau dia harus datang ke praktisi kesehatan mental, tapi ketika ada stigma kemudian diskriminasi, dia akan berpikir ulang untuk pergi konsultasi (takut disebut gila)," kata dr. Dian.

Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk mengedukasi dan meningkatkan kesadaran mengenai kesehatan mental. Pemerintah, misalnya bertanggungjawab untuk memberi dukungan berupa penyediaan fasilitas hingga ke level terbawah.

"Bisa juga (edukasi) dilakukan di suatu kegiatan yang digelar di posyandu, posbindu, itu harus masuk ke situ. Kita enggak bisa jalan sendirian. Misalnya psikiater ada di RS tipe A, bagaimana agar edukasi sampai ke keluarga? Berarti ada kewajiban dari fasilitas kesehatan mulai dari tersier, sekunder, sampai primer, nyambung terus sampai ke bawah," lanjut dr. Dian.

Sementara itu, keluarga juga perlu saling membantu dan mendukung apabila ada anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan mental. Paling tidak, keluarga memahami pentingnya peran psikolog dan psikiater bagi orang yang membutuhkan pertolongan.

"Harapan saya, keluarga-keluarga bisa lebih memahami bahwa peran psikiater maupun psikolog ini harus bisa difungsikan. Jadi (pasien) enggak perlu malu lagi, enggak perlu takut dibilang gila," pungkas dr. Dian.

Mengenal Pencemaran Suara di Lautan Kita



Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan A Reza lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel A Reza.

Terima kasih telah membaca sampai di sini