Bangkitkan Pertisipasi Publik dalam Ruang Demokrasi di Tengah Ancaman KHUP

Bangkitkan Pertisipasi Publik dalam Ruang Demokrasi di Tengah Ancaman KHUP
info gambar utama

Masyarakat didorong agar tetap bisa mengoptimalkan hak partisipasi untuk mengeluarkan pendapat. Hal ini ditekankan terutama setelah pengesahan RKHUP menjadi KHUP yang baru saja diketok oleh DPR.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo menyatakan berdasarkan analisis terhadap pemberitaan media online pada periode 2020-2021, ternyata ancaman terhadap penyempitan ruang sipil cenderung meningkat.

“Hal tersebut kini diperparah dengan adanya semacam insinuasi pada aktivis, pelabelan Social Justice Warrior (SJW) yang terorkestrasi terhadap berbagai bentuk protes atas situasi-situasi tersebut di media sosial pada banyak isu,” ujar Kunto dalam sebuah diskusi, Rabu (7/12).

Memahami Makna Hari Hak untuk Tahu Sedunia dan Penerapannya di Indonesia

Dijelaskan oleh Kunto dalam riset terbaru lembaganya menemukan strategi baru untuk mendorong partisipasi masyarakat sipil. Berdasarkan studi tersebut, terdapat beberapa hal yang bisa diinisiasi bersama untuk membangun partisipasi publik yang bermakna.

Salah satunya, jelas Kunto dengan mendorong aktivis muda merasakan pengalaman langsung dalam aktivisme dan partisipasi. Hal ini karena terdapat banyak peluang kolaborasi antara media dan organisasi masyarakat sipil untuk mengamplifikasi isu-isu ruang sipil.

“Upaya-upaya partisipasi harus benar-benar diarahkan untuk orientasi publik, tidak hanya reaktif tetapi juga kontinual dan menghindari terjebak pada aktivisme yang berorientasi administrasi dan sekadar normatif,” ujarnya.

Viral tak semua direspon

Diskusi KedaiKopi/Rizky Kusumo
info gambar

pada riset tersebut ternyata anggapan kasus harus viral dahulu agar direspon pemerintah tidak sepenuhnya benar. Hal ini berdasarkan 31 kasus yang sempat viral dan besar di Indonesia, ternyata tidak semuanya direspon.

“Kritik yang disampaikan masyarakat tak semuanya didengar dan dijadikan pertimbangan,” katanya.

Dirinya mencontohkan isu tarif wisata Rp2,7 juta di Pulau Komodo. Isu tersebut viral karena diperbincangkan oleh publik walau tidak mencapai 50 ribu di media sosial Twitter. Karena hal tersebut pemerintah akhirnya membatalkan kenaikan tarif wisata tersebut.

Hal ini berbeda dengan isu penolakan Omnibus Law Ciptaker yang saat itu diperbincangkan sampai 400 ribu dalam sehari. Tetapi yang ditariknya pemerintah seperti mengabaikan isu tersebut malah membahas soal komodo.

Ke Mana Perginya Suara Demokrasi Indonesia?

“Berarti bukan karena viralitas,” tuturnya.

Menurut Kunto, perbedaan respon terhadap kritik yang disampaikan publik menunjukan pemerintah punya strategi khusus dalam upaya merealisasikan sebuah produk hukum. Sehingga memilih-milih isu yang ditanggapi.

Dirinya membandingkan hal serupa di Pemerintah Korea Selatan. Karena di Negeri Gingseng tersebut ada sebuah kebijakan di mana bila ada petisi yang mencapai 200 ribu dari masyarakat, maka DPR di sana wajib meresponnya.

“Amerika juga sama. Tapi di kita tidak terjadi,” ucapnya.

Aktivisme yang terancam

KedaiKOPI juga melakukan analisis wacana dengan kata kunci terkait kriminalisasi aktivis, penangkapan, ancaman dan lain-lain. Riset ini dilakukan terhadap sekitar 1.054 artikel berita dengan beragam isu (demokrasi, hak asasi, dan lain).

“Temuan kami adalah isu lingkungan sangat minim diberitakan dengan 85 berita selama setahun. Padahal kritik terhadap kerusakan lingkungan merupakan isu penting baik secara nasional maupun global,” ujarnya.

Hasil analisis itu, jelasnya memperlihatkan kebijakan atau rencana yang berpotensi untuk dibatalkan bersifat mudah dipahami oleh masyarakat, populis dan minim ongkos politik. Karena itu keputusan terkait Omnibus Law misalnya tidak berubah meski diprotes.

Membaiknya Demokrasi Indonesia

Tetapi kini dengan pengesahan RKHUP menjadi KHUP dianggap akan mempersempit ruang gerak sipil. Hal inilah yang dirasakan oleh pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) Sekolah Tinggi Hukum, Asfinawati.

“Jurnalis sekarang terancam akibat disahkannya KHUP. Karena tiga tahun lagi ada pasal pidana untuk jurnalis setelah KHUP disahkan” ungkapnya.

Sedangkan Pantoro Kuswardono sebagai Koordinator Koalisi Keadilan Iklim sepakat bahwa UU KHUP mempersempit ruang gerak sipil. Masalah penyempitan ruang gerak yang ditimbulkan berdampak erat pada isu lingkungan.

“Sejauh sistem yang dibangun pemerintah yang terserah apa adanya, maka upaya kami untuk mengawal isu lingkungan tidak akan jalan,” jelas Pantoro.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini