Sekolah Bagi Anak Broken Home di Solo

Sekolah Bagi Anak Broken Home di Solo
info gambar utama

#WritingChallengeKawanGNFI #CeritadariKawan #NegeriKolaborasi #MakinTahuIndonesia

Suasana SDN Sayangan 244 di Kecamatan Laweyan, Solo, nampak sepi saat saya mendatangi taman pendidikan itu pertengahan tahun 2022. Kegiatan belajar mengajar telah usai, hanya beberapa orang pegawai terlihat mulai meninggalkan taman belajar itu.

Dalam dekapan ketenangan itu, dua orang berdiskusi ringan tentang anak-anak yang beberapa minggu tidak masuk sekolah di salah satu meja ruang guru yang berada di pojok ruangan. Di ruangan lain yang berdempetan dengan kantor guru, tiga guru bersiap untuk pulang. Dalam satu pekan ini beberapa guru akan mendatangi rumah siswa yang tidak mengikuti kelas selama beberapa minggu tanpa alasan yang jelas [home visit].

Haryati dan Ninik Lastriarni adalah guru di SDN Sayangan. Haryati, wanita yang tahun ini memasuki usia kepala 7 itu baru satu tahun menjadi pengajar di SDN Sayangan 244.

"Sudah mengajar di SDN Pajang 3 dari tahun 1987 dan pada tahun 2017 di mutasi ke SDN Sayangan," ujarnya memulai cerita.

"Di sekolah ini, saya benar-benar belajar menjadi guru yang sesungguhnya bagi anak-anak. Tidak semua guru tahu apa yang harus dilakukan ketika muridnya tidak masuk sekolah karena masalah dalam keluarganya. Seperti halnya saya satu tahun sebelumnya," kata Haryati.

Soroti Lemahnya Hukum Soal Sampah, Waste4Change Ajak Jurnalis Berkolaborasi

Ia bercerita tentang salah satu anak didiknya yang malu datang ke sekolah karena belum bisa membaca. Anak tersebut, lanjut Haryati, selalu menangis bila tahu ibunya tidak berada dalam jarak pandangnya. Seringkali para guru membawakan makanan atau memberi uang kepada anak tersebut untuk jajan karena hampir setiap hari tidak pernah membawa bekal maupun uang dari rumah.

"Ibunya bercerita anak itu sudah ditinggal bapaknya sejak bayi. Bapaknya pergi dengan pacarnya. Ibunya yang jadi tulang punggung keluarga, tinggal di rumah semi permanen dari kayu dan bambu. Hanya terdiri satu ruangan yang digunakan untuk tidur. Untuk mandi, mencuci, atau bahkan hanya menyetrika dilakukan di luar atau menumpang di tetangga. Bangunannya itu berdiri di atas tanah bekas pabrik tempat ibunya bekerja dulu," terang Haryati.

Haryati membiayai sendiri untuk apa yang ia lakukan untuk muridnya ini dengan uang yang disisihkannya dari gajinya. Selain dari gajinya, ia seringkali mendapat tambahan uang dari beberapa guru dan keluarganya.

Siswa kelas I SDN Sayangan 244 mengikuti kegiatan belajar mengajar | Dokumentasi Pribadi
info gambar

Haryati mengakui ia tidak bisa membantu semua siswa dengan masalah serupa. Namun, secara pribadi ia ingin membuat anak-anak tersebut kembali bersemangat sekolah dengan menawarkan bantuan berupa perlengkapan sekolah dan kebutuhan pendukung lain. Ia juga menawarkan orang tua untuk bisa berdiskusi dengannya demi masa depan anak didiknya yang lebih baik.

Haryati berencana untuk membuka yayasan khusus anak-anak broken home saat sudah pensiun. Baginya menjadi guru di sekolah ini adalah ladang pahala yang disediakan Tuhan untuknya.

Sedangkan Ninik sudah lebih dulu mengajar di SD tersebut. Ia di mutasi ke SDN Sayangan sejak 2015 silam.

Kisah Para Petani Kolang-Kaling yang Mendapat Berkah dari Bulan Ramadan

Tahun ini merupakan tahun ke tiga ia mengajar. Wali kelas 3 ini mengakui tugas guru di sekolahnya kini membuat ia harus bekerja dua kali lebih keras daripada sebelumnya. Hal tersebut menurutnya membuat ia kembali menemukan nilai dari tugas guru yang sesungguhnya.

"Tidak semua anak bisa tetap berangkat sekolah saat terjadi sesuatu di dalam keluarganya. Seperti halnya salah satu murid saya, SG. Dia mulai bolos setelah tengah semester pertama. Di lingkungan rumahnya, teman-teman yang biasa bermain dengan dia juga mengaku menjadi jarang melihatnya. Saat kami panggil ibunya ke sekolah juga mengatakan tidak ada masalah, tapi setelah kami kunjungan rumah yang ke dua ternyata anak ini hanya diam di dalam kamar. Tidak mau gerak, diajak bicara pun hanya fokus ke gadget-nya. Saat gadget-nya kami ambil, dia jadi seperti linglung dan diam, kemudian duduk sambil memandangi sekitarnya dengan tatapan kosong," kata Ninik.

Ninik menjelaskan dari awal semester, absen kehadiran SG tidak sampai 30%. Bahkan kata dia, ibunya sudah angkat tangan untuk mengusahakan anaknya bersekolah. Namun, usaha yang dilakukan Ninik bersama orang tua bersama teman-temannya akhirnya membuahkan hasil. SG mau berangkat sekolah meski dengan menggenggam gadget-nya.

"Setelah beberapa bulan tidak masuk, tiba-tiba dia masuk sekolah dan itupun karena ditunggui oleh ibunya. Pada saat itu saya dekati anak didik saya tersebut, saya kasih iming-iming kalo dia masuk selama seminggu beruturut-turut tanpa bolos maka saya kasih dia Rp5.000. Dari sini saya berharap anak [didik] saya ini bisa terpancing untuk kembali bersekolah, ternyata tidak semudah itu," kata Ninik.

Misteri Burung Bidadari Halmahera yang Pernah Dikagumi oleh Wallace

Haryati dan Ninik sepakat untuk membantu orang tua agar anaknya mau kembali bersekolah. Namun, menurut Haryati, semuanya kembali kepada orang tua dan anak. "Kami berusaha semaksimal mungkin agar anak didik kami bisa menempuh pendidikan setinggi-tingginya, namun yang pertama kami harus mendapat dukungan dari orang tua. Anak-anak dengan latar belakang broken home jangan dibiarkan. Beri mereka lingkungan yang mendukung prestasi mereka. Beri mereka 'kekuatan'," pungkas Haryati.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MN
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini