Bukan Jawa, Inilah Pernikahan Adat Termahal di Indonesia

Bukan Jawa, Inilah Pernikahan Adat Termahal di Indonesia
info gambar utama

Pernikahan Adat Jawa yang digelar oleh putra bungsu Presiden Joko Widodo, yakni Kaesang Pangarep dan Erina berlangsung sangat mewah. Setiap prosesinya dilakukan dengan khidmat dan melibatkan banyak orang, termasuk masyarakat setempat.

Banyaknya ritual dan kesenian yang ditampilkan membuat pernikahan adat Jawa digadang-gadang sebagai yang paling mahal di Tanah Air. Tapi, ternyata tidak.

Pernikahan adat termahal di Indonesia diraih oleh Suku Nias di Sumatra Utara. Melansir Usu.ac.id, mahalnya pernikahan Nias disebabkan oleh mahar (bowo) yang harus dibayar pihak pengantin laki-laki (Sese). Di samping itu, terdapat 16 prosesi yang harus dilalui dan tentu saja memerlukan biaya luar biasa.

Besarnya mahar tergantung tingkatan status sosial orang tua perempuan. Umumnya, mahar yang harus dilunasi Sese bisa mencapai 100 ekor babi, 100 gram emas, dan 500 liter beras atau padi. Semakin kaya keluarga perempuan, bowo pun akan semakin tinggi.

Mahar yang fantastis itu tak lain menunjukkan penghargaan sangat tinggi kepada calon pengantin perempuan. Malangnya, walaupun pengantin pria tidak mampu, ia tetap harus memenuhi mahar itu kalau ingin menikah.

Menurut hukum adat Nias, sebuah perkawinan sah atau tidak ditentukan jika mahar telah diberikan kepada pengantin perempuan (Balaki). Bowo yang artinya hadiah atau pemberian, menggambarkan pembuktian kasih saya pihak laki-laki kepada keluarga perempuan. Keberadaannya sangat penting dalam menentukan jadi atau tidaknya sebuah pernikahan.

Tak Hanya Lompat Batu, Ini Deretan Objek Wisata Alam dan Budaya di Pulau Nias

Kegunaan babi dalam pernikahan adat Nias

Babi yang jumlahnya banyak itu, beberapa harus disembelih untuk berbagai keperluan, misalnya: 3 ekor untuk pernikahan, 1 ekor untuk kaum ibu yang memberi nasihat kepada mempelai, 1 ekor untuk mempelai perempuan ke rumah laki-laki.

Kemudian, satu sampai tiga ekor untuk paman mempelai perempuan, seekor untuk anak sulung dari keluarga perempuan, seekor untuk saudara dari orangtua perempuan, seekor untuk masyarakat kampung dari pihak mempelai—biasanya diuangkan, lalu uang itu dibagikan kepada masyarakat, seekor untuk saudara bungsu mempelai perempuan, dan masih banyak lagi.

Bowo dianggap menyulitkan

Dulu ketika Nias masih menerapkan sistem barter, bowo dihitung berdasarkan jumlah babi, bukan uang. Sekarang, kalau semuanya diuangkan, itu akan sangat membebani semua pihak pengantin pria yang akan menikah.

Harga babi tidaklah murah, satu ekornya dibanderol 2-3 juta rupiah. Belum lagi beras dan emas. Beratnya biaya mahar itu, menyebabkan keluarga harus bekerja keras mengumpulkan biaya. Jika tidak, mereka terpaksa batal menikah.

Akibat begitu mahalnya bowo yang mesti diberikan, banyak laki-laki Nias memutuskan merantau jauh dari daerahnya dan melangsungkan pernikahan di sana agar mereka tak perlu membayar mahal.

Pesona Desa Hilisimaetano Nias, Dari Rumah Adat, Tarian Perang, Hingga Batu Megalitik

Tata cara pernikahan adat Nias

Seperti yang telah disebutkan di atas, mahalnya pernikahan adat Nias disebabkan oleh tahapannya yang panjang. Ada 16 tingkat tata cara yang harus dilangsungkan dan hampir semua biaya ditanggung oleh pihak laki-laki.

1. FamaigiNiha (memilih gadis)

Tahap pertama, orang tua laki-laki—khususnya ibu—akan menemui keluarga seorang gadis yang menurutnya cocok dan pantas menjadi pasangan anaknya, sesuai kriteria tertentu. Selama perjalanan, sang ibu akan mengamati sekiarnya.

Jika di tengah jalan ia berjumpa dengan anjing menyalak, orang bersin, ular, dan lainnya, maka ia harus mengurungkan niatnya karena itu menandakan hal yang buruk. Namun, jika kedatangan ibu menandakan hal baik, maka ia dapat membicarakan maksudnya kepada keluarga perempuan.

Setelah itu, ibu tersebut hanya perlu menunggu balasan dari pihak perempuan melalui pesan singkat.

2. Famaigi Todo Manu Silatao (memeriksa guratan jantung ayam)

Tahap kedua dilakukan di rumah Sese. Orang tuanya akan menyediakan seekor ayam jantan berukuran sedang. Apabila ditemukan guratan lurus seperti susunan kaki lipan (ahe galifa) dair ulu hingga puncak jantung, maka itu menandakan calon suami istri ini sangat serasi, akan bahagia, panjang umur, dan mempunyai keturunan.

Setelah itu, orang tua Sese menugaskan seorang penyampai pesan (Si’o) untuk menghubungi samatoro (penunjuk jalan) dari pihak Barasi (gadis belum menikah).

Namun, kalau guratan jantung ayam yang terlihat dianggap tidak baik, maka peminangan dibatalkan. Tata cara yang ini telah punah di masa sekarang karena pengaruh agama.

3. Fame’e Laeduru (menyerahkan cincin)

Cincin yang akan diberikan terbuat dari kola (kuningan), perak, atau emas, yang dibentuk seperti belahan rotan. Cincin itu dibungkus dalam sapu tangan didampingi 10 gram emas perada dan setengah emas muda.

Penyerahan cicncin dilaksanakan dengan memberikan jujuran tanda terima kepada si’o dan samatoro beserta famili sebesar setengah paun emas muda. Selain cincin, prosesi yang ketiga ini ditemani kapur sirih selengkapnya, dan berbagai 20-40 kilogram babi hidup untuk dimakan.

4. Fanunu Manu (tunangan)

Upacara adat fanunu manu akan menentukan seperti apa pesta perkawinan yang akan dihelat dan yang paling utama, memutuskan berapa besar jujuran alias mahar yang harus disiapkan pihak Sese. Prosesi ini dilangsungkan di rumah Barasi dengan dihadiri oleh masyarakat setempat kedua pihak, tokoh adat, paman, para istri.

Untuk menggelar tunangan ini, pihak Sese mesti menyiapkan bola nafo, seekor babi seberat 40 kilogram (4 alisi), bungkusan daging anak babi yang sudah dimasak (olowata) serta emas sesuai tingkat kedudukan orang tua Barasi. Emas itu sebagai simbol kehormatan dan diterima oleh orang tua Barasi (Soboto).

Sementara itu, pihak gadis juga perlu menyiapkan seekor babi untuk tamu, daging yang ditaruh di atas nyiru (Taho), seekor babi yang sudah dimasak untuk paman seberat 10-20 kilogram, serta beras dan keperluan dapur.

12 tahap lainnya

Setelah prosesi fanunu manu selesai, masih ada 12 tahap lagi yang harus dilaksanakan oleh calon pengantin. Di antaranya, membelah babi jadi dua. Pihak Sese dapat menyampaikan permohonan untuk mengurangi jumlah bowo, pihak perempuan pun bisa menyatakan menolak pinangan Sese. Dengan catatan, ia harus membayar ganti rugi dua kali lipat.

Kemudian, Famaluali (pertanyaan melangsungkan pernikahan). Dalam tahap ini banyak sekali yang harus disiapkan pihak laki-laki, di antaranya: dua ekor babi seberat 60 kilogram, dua paun emas yang terdiri dari 10-20 karat. Kemudian, penyerahan padi sebanyak 21 karung dengan berat satuan 80-120 liter.

Tak sampai di situ, pihak Sese masih harus mengeluarkan uang yang banyak pada acara Famaola Ba Nuwu (memberitahu paman) untuk menyiapkan olowata, seekor babi hidup 40 kilogram, 10 gram emas 14 karat dan 18 karat, jujuran untuk paman, seekor anak babi betina dan ayam jantan, serta masih banyak lagi.

Ragam Kuliner Khas Nias dengan Nama Unik, Hambae Nititi hingga Gowi Nifufu

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

AH
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini