Kebo Kinul, Tarian Panen Padi dari Sukoharjo

Kebo Kinul, Tarian Panen Padi dari Sukoharjo
info gambar utama

Daerah eks Karesidenan Surakarta memiliki berbagai tradisi budaya yang unik. Produk budaya dari masyarakat di wilayah tersebut pun masih banyak yang terus dilestarikan hingga sekarang.

Misalnya oleh masyarakat Kabupaten Sukoharjo, daerah yang berada di selatan Kota Surakarta ini sangat lekat dengan kehidupan agraria, yang mana masyarakatnya sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani sejak zaman dulu hingga sekarang.

Dari kegiatan bercocok tanam tersebut, kesenian pun hadir hadir di tengah masyarakat. Salah satunya adalah tarian Kebo Kinul yang sangat erat dengan penggambaran mengenai kehidupan masyarakat agraris di Sukoharjo.

Turonggo Seto Boyolali, Kesenian Keprajuritan Lokal dari Lembah Merapi-Merbabu

Kebo Kinul sang penjaga tanaman masyarakat

Tari Kebo Kinul | soloaja.co
info gambar

Di masa silam, tari Kebo Kinul kerap dipentaskan ketika panen raya. Tujuannya sendiri adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan YME atas segala rahmat yang terus dilimpahkan kepada masyarakat sehingga hasil panen bisa melimpah dan berkelanjutan tanpa adanya gangguan.

Awal mula kelahiran tarian ini berasal dari Desa Genengsari,Kecamatan Polokarto, Sukoharjo. Menurut penuturan dari seniman Kebo Kinul, kemungkinan tari ini lahir pada 1950-an di tengah masyarakat.

Mengenai lakon atau cerita dari tarian ini pun juga secara spesifik menceritakan mengenai masyarakat desa tersebut.

Diceritakan bahwa pada suatu masa, masyarakat di Desa Genengsari mengalami suatu kondisi yang membuat hasil pertanian menjadi buruk dengan sebab yang belum jelas.

Akhirnya, ditemukan bahwa penyebabnya adalah sang Kebo Kinul, sosok yang menjadi penjaga dari tanaman-tanaman di desa karena keberadaannya merasa tak dihargai karena keserakahan manusia. Bersama dengan hama, ia pun memutuskan merusak tanaman warga.

Karena peristiwa ini, tokoh masyarakat yang bernama Kyai Pethuk pun turun tangan dan melakukan negosiasi dengan Kebo Kinul. Mulanya memang tak berjalan lancar, tapi sang kyai pun akhirnya meminta kepada Tuhan dan mengeluarkan keris pusakanya.

Akhirnya, kebo Kinul pun tunduk. Tapi, ia meminta syarat agar diberikan sesajen dan warga harus melakukan selamatan saat panen tiba. Sejak saat itu, Kebo Kinul pun menjadi sahabat bagi petani dalam menjaga tanaman agar tetap subur.

Kerajinan Topeng Khas Surakarta dan Satu-Satunya Perajin yang Masih Bertahan

Penari yang menggunakan jerami

Tarian dari kebo kinul pun perlahan semakin berkembang menjadi hiburan dari masyarakat yang diturunkan dari generasi ke generasi hingga saat ini.

Sebenarnya, ada dua versi dari tarian ini, yang pertama adalah sebagai pementasan ketika upacara bersih desa oleh masyarakat Genengsari. Lalu, ada pula yang sebagai permainan anak-anak.

Penamaan kebo kinul sendiri berasal dari kata 'kebo' yang berarti kerbau sebagai hewan yang menjadi pembantu petani ketika bercocok yang menjadi lambang kesuburan panen, sementara kinul berasal dari kata 'kinthul' yang artinya menyertai.

Mengenai pementasannya, tarian ini diperankan oleh orang yang menggunakan kostum jerami layaknya orang-orangan sawah.

Dengan perkembangan tari kebo kinul yang terus mengikuti zaman, mulai dari riasan, busana, gerakan, hingga bagaimana pertunjukannya, ini tidaklah mengubah pakem asli yang menjadi khas dari tarian ini.

Sebagaimana dikutip dari situs smaialazhar7.sch.id, Kasi Seni dan Budaya Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata dan Kebudayaan (POPK) Sukoharjo menyebutkan ada berbagai kreasi mengenai tarian ini di masa sekarang.

Misalnya adalah dengan menambahkan tembang atau geguritan bersama dengan penampilan tarinya serta lantunan doa-doa.

Tarian ini pun sudah pernah dipentaskan di luar negeri. Mulai dari Swiss, Belanda, Perancis, hingga Jerman. Sejak tahun 2020, tari Kebo Kinul ini juga sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda.

Desa Wisata Onje, Berwisata Sekaligus Menapaki Sejarah Kabupaten Purbalingga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Fazer Mileneo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Fazer Mileneo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini