Kesakralan Pohon Jati Denok yang Melestarikannya hingga 3 Abad Lamanya

Kesakralan Pohon Jati Denok yang Melestarikannya hingga 3 Abad Lamanya
info gambar utama

Pohon Jati Denok yang ada di Desa Jatisari, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora masih berdiri meski usianya diyakini sudah 300 tahun lebih. Pohon jati ini kini dinobatkan sebagai pohon jati tertua di Kabupaten Blora.

Tingginya menjulang sampai sekitar 30 meter. Pangkal batangnya membesar semacam benjolan. Sementara keliling batangnya mencapai sekitar 6,5 meter. Begitulah perwujudan pohon jati yang dinamai Jati Denok.

Pohon Jati Denok ini tumbuh di petak 62, Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Temetes, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Temanjang, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Randublatung.

Mengenal Tanaman Paling Mematikan di Dunia yang Berasal dari Timur Indonesia

Disebut Jati Denok, sebab di bagian pangkalnya terdapat blendong atau gembol yang disebut denok oleh warga sekitar. Selain itu Jati Denok pun memiliki kisah legendanya tersendiri yang dipercaya masyarakat.

Dimuat dari Solopos, dahulu pohon jati tersebut konon diinjak oleh Jonggrang Prayungan, seorang bangsawan kerajaan yang hendak beristirahat ketika dia ingin melihat kecantikan Putri Citrowati dari Negara Purwocarito

Karena kesaktian yang dimiliki pangeran tersebut pohon jati yang diinjaknya tidak kuat menahan beban dan akhirnya bagian bawah pohon tertekan dan membesar sehingga oleh masyarakat disebut sebagai Jati Denok.

Disakralkan oleh masyarakat

Kini seiring berjalannya waktu, Jati Denok menjadi monumen jati yang tetap berdiri kokoh. Pohon ini juga termasuk yang dikeramatkan warga sekitar untuk upacara adat. Sementara itu, salah satu warga Desa Jatisari menyebut banyak warga yang datang ke sana.

Dikatakannya, warga selalu datang ke Jati Denok pada saat perayaan Sura. Mereka percaya bahwa Jati Denok ini memiliki keistimewaan. Hal ini terkait dengan sosok panutan yang menjadi pemimpin komunitas lokal.

Dimuat dari Liputan6 , pemerhati sejarah Blora, Martana menjelaskan bahwa sosok panutan ini biasanya pendiri komunitas yang kharismanya masih tetap berlanjut walau sudah meninggal dan berpengaruh secara spiritual lewat alam gaib.

Greg Hambali, Bapak Aglaonema yang Bisa Hasilkan Tanaman Hias Rp600 Juta

Dikatakannya warga setempat masih menghormati sosok panutan itu meski sudah meninggal. Sosok itu pun menjadi danyang, dalam istilah setempat dan dipercaya bersemayam di sekitar pohon besar.

“Danyang di Blora biasanya dipercaya bersemayam di sekitar pohon-pohon besar sebagai penanda pusat spiritual masyarakat lokal,” jelas alumni UNS 90-an itu.

Martana kemudian menyatakan bahwa semua laku spiritual dan efek mistis dari Jati Denok berkaitan juga dengan transformasi seorang tokoh dari primus interpares menjadi dayang. Tradisi ini adalah cara masyarakat agar tetap terhubung dengan leluhurnya.

“Efek ekologisnya yaitu tempat danyang biasanya dikeramatkan dan pantang untuk ditebang. Dengan cara ini masyarakat menjaga keberadaan dan kelestarian Jati Denok,” kata Martana.

Bermanfaat bagi masyarakat

Di kurun tahun 2007-2008, Blora mendapatkan dua rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) lantaran pohon jati. Pertama adalah satu pohon jati di kawasan Temengeng Kecamatan Sambong, tak jauh dari Gubug Payung laku terjual 1 miliar.

Pohon yang dijual tersebut sudah dalam keadaan mati. Sedangkan yang Jati Denok hingga saat ini masih hidupnya dengan gagahnya. Perhutani juga pernah menginventarisasi pohon jati tua.

Pohon jati yang berumur lebih dari 150 tahun itu, tumbuh di beberapa tempat. Di antaranya Temenggeng (1.766 pohon), serta ribuan pohon lainnya di kawasan hutan Padangan Jawa Timur, Randublatung, Gundih dan Purwodadi serta Surakarta.

Manusia Hanya Konsumsi 0,1 Persen dari Seluruh Tanaman Bumi yang Bisa Dimakan, Kenapa?

Keberadaan pohon jati itu dilindungi, sehingga tak akan ditebang. Tempat tumbuhnya pohon jati tua itu pun ditetapkan sebagai cagar alam, hutan lindung maupun situs budaya lokal. Walau ada upaya mengembangkan kawasan ini.

“Wacana untuk lebih mengembangkan kawasan Jati Denok menjadi lebih baik memang ada, tanpa mengubah fungsi hutan,” tandas Humas Perhutani Randublatung, Andan Subiyantoro.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini