Songket Canduang, Kain Tenun Minangkabau yang Diupayakan untuk Hidup Kembali

Songket Canduang, Kain Tenun Minangkabau yang Diupayakan untuk Hidup Kembali
info gambar utama

Masyarakat Minangkabau punya kain tenun tradisional bernama songket canduang. Eksistensinya sempat hilang, kini songket canduang diupayakan untuk hidup lagi.

Songket canduang mungkin masih amat asing terdengar. Ya, kain tenun tradisional satu itu memang tak banyak dikenal orang sementara Canduang sendiri adalah nama suatu wilayah yang terletak di Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Hanya saja, pertanyaan tentang apa itu songket canduang secara bertahap dicari jawabannya oleh Iswandi. Pria lulusan Universitas Negeri Padang itu getol menelusuri informasi mengenai seluk-beluk songket canduang.

Semua berawal dari pertemuan Iswandi dengan seseorang yang mengaku memiliki pakaian berbahan songket motif sederhana bernama songket canduang. Dilanda penasaran, ia pun melakukan penelusuran informasi dari berbagai sumber.

Ternyata, canduang dulunya dikembangkan istri Syekh Achmad Thaher, pendiri Pondok Pesantren Miftahul Ulumi Syari'ah (MUS). Pada era 1930-an Canduang menjadi sentra songket yang digerakkan oleh kaum perempuan di sana, demikian seperti diwartakan Republika.

Sentra songket itu tak ada lagi pada tahun 1945 dan songket canduang pun punah. Ada dua hal yang bisa dilihat sebagai penyebabnya. Pertama, para pengusaha songket merahasiakan proses produksinya sehingga informasi itu lenyap saat mereka tidak punta keturunan. Kedua, orang Canduang menggunting menggunakan songketnya sebagai pakaian sehari-hari sementara kelompok masyarakat lain banyak yang menggunakan goni.

Mengenal Rumah Gadang, Rumah Adat Sumatera Barat

Hidup Kembali

Songket canduang kini diupayakan bangkit dan hidup kembali. Misi ini dilaksanakan melalui Program Revitalisasi Songket Canduang Minangkabau yang digagas oleh para Pengrajin tenun di Agam.

Iswandi adalah salah satu orang yang memulai program ini. Ia bergiat dengan istrinya yang juga merupakan pengrajin tenun, Nanda Wirawan sejak tahun 2008.

"Program ini ditujukan sebagai sebuah upaya untuk menghidupkan kembali budaya tenun di tengah masyarakat Canduang sekaligus memperkenalkan kembali motif-motif songket Canduang pada masyarakat pemiliknya," ujar Nanda Wirawan seperti dilansir ANTARA.

Inisiatif keduanya mendapat tanggapan positif. Gayung bersambut, misi menghidupkan kembali songket canduang mendapat dukungan dari berbagai pihak mulai dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Dana Indonesiana dan LPDP. Program mereka juga terdiri dari tiga tahap, yakni Revitalisasi Motif Canduang, Workshop Tenun Songket Canduang, serta Pameran Arsip dan Dokumentasi Revitalisasi Songket Canduang.

Tahap pertama telah berlangsung pada November hingga Desember 2022 lewat kerja sama dengan Studio Wastra Pinankabu. Kemudian Tahap kedua yakni workshop tenun songket yang berlangsung dari tanggal 9- 31 Januari 2023 yang melibatkan sejumlah ahli dan instruktur. Sementara itu tahap ketiga direncanakan berjalan pada Mei 2023 di mana akan ada Pameran Arsip dan Dokumentasi serta Pameran Hasil Revitalisasi Songket Canduang di Galeri Taman Budaya Sumatera Barat.

Masyarakat Minang dalam Tradisi Makan Daging yang Jadi Simbol Sosial





Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan A Reza lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel A Reza.

Terima kasih telah membaca sampai di sini