Mengunjungi Museum Milik Bersama yang Berada di Sudut Brastagi

Mengunjungi Museum Milik Bersama yang Berada di Sudut Brastagi
info gambar utama

Koleksi museum biasanya dimiliki secara pribadi, yayasan atau pemerintah. Tetapi di Museum Pusaka Karo, Kota Berastagi, Sumatra Utara puluhan warga meminjamkan barang milik pribadinya untuk dipajang.

Dinukil dari Kompas, setidaknya ada 30 orang yang terdaftar untuk menyerahkan barang-barangnya ke museum tersebut. Tercatat barang-barangnya seperti senjata, peralatan, rumah tangga, kain, dan berbagai peninggalan kebudayaan Karo.

Mengunjungi 5 Museum di Universitas di Indonesia, Adakah Kampusmu?

“Kebanyakan koleksi kami terutama yang mahal-mahal itu titipan. Tetapi, ada juga yang hibah,” kata Leo Joosten Ginting, OFM Cap, pendiri Museum Pusaka Karo.

Dikatakan oleh Leo, benda-benda tersebut sewaktu-waktu diperbolehkan untuk diambil oleh pemiliknya. Salah satu warga, Mehemoni br Tarigan bahkan menitipkan ratusan benda koleksinya ke museum itu.

“Kalau saya simpan di rumah, cuma saya sendiri yang melihat. Tetapi, kalau ada di museum, banyak orang yang melihat dan bisa belajar dari benda-benda itu,” tutur perempuan asal Karo.

Ikonik

Dijelaskan bahwa museum itu diresmikan pada Februari 2013 yang menempati gedung mungil ukuran sekitar 8 x 10 meter bekas Gereja Katolik Santa Maria, Berastagi. Tempatnya tak jauh dari Bundaran Tugu Proklamasi Berastagi.

Sejak tahun 2014 hingga 2017, tercatat sudah ada 15.810 orang yang mencatatkan diri di buku tamu. Selain warga lokal terutama anak-anak sekolah, pengunjung dari sejumlah negara juga hadir terutama negara-negara Eropa.

Museum dianggap menjadi ikon daerah Berastagi di tengah lesunya pariwisata, akibat erupsi Gunung Sinabung. Penataan koleksinya cukup rapi dan bersih di tengah penataan situs-situs wisata di Berastagi yang semrawut.

Museum Gatot Subroto Ungaran, Mengenang Perjuangan Sang Jenderal

“Kami sudah memiliki 800 koleksi barang, tetapi baru 600 yang bisa dipajang karena tempatnya sempit,” kata kurator Museum Pusaka Karo, Kriswanto Ginting.

Dikatakan oleh Kriswanto, dari 600 barang berharga yang dipajang itu sangat terlihat betapa tinggi kebudayaan yang dimiliki masyarakat Karo. Misalnya ada piring kayu besar untuk makan seluruh keluarga atau biasa disebut capah ada pula piring proselin.

Selain itu ada juga buku-buku tua yang berumur sekitar 400 tahun setelah dikembalikan ke Karo dari Belgia. Di pintu masuk museum juga terpajang sebuah miniatur rumah adat Karo yang di Karo tinggal beberapa saja.

Bantuan donor

Leo menjelaskan museum berdiri atas bantuan puluhan orang, terutama ada dorongan mantan Bupati Karo Daniel Daulat Sinulingga. Dirinya menyebut Daniel membangun museum dari bekas gereja itu dijadikan Museum Karo.

Untuk merawat dan mengoperasikan museum, Leo mengandalkan banyak bantuan donor dari berbagai kalangan di Tanah Air. Hal ini juga dibantu saudara-saudaranya yang kini berada di Belanda.

Belajar Alam Seru Di Museum Nasional Sejarah Alam Nasional Bogor

Dirinya menegaskan hingga kini tidak ada penghasilan dari tiket masuk ke museum. Pasalnya museum ini semata-mata untuk mengenalkan budaya Karo kepada khalayak umum.

“Kami berharap bisa meluaskan museum supaya makin banyak benda-benda bersejarah yang bisa ditampun,” kata Leo.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini