Jejak Toko Gunung Agung Temani dari Zaman Kemerdekaan, Kini Harus Berpisah

Jejak Toko Gunung Agung Temani dari Zaman Kemerdekaan, Kini Harus Berpisah
info gambar utama

Toko Buku Gunung Agung mengumumkan rencana penutupan seluruh gerainya di Indonesia pada akhir tahun ini. Hal tersebut dilakukannya ketika Toko Gunung Agung telah berusia 70 tahun, karena sudah ada sejak 1953.

Pada kolom komentar Instagram Gunung Agung, banyak warganet yang menyayangkan rencana penutupan seluruh gerai pada Senin (22/5/2023). Mereka merasa kehilangan dengan penutupan Toko Gunung Agung.

“Sedih…Banyak kenangan zaman kuliah nyari buku di sini..terima kasih sudah pernah hadir mencerdaskan bangsa,” ujar akun @indiraina82.

G Kolff & Co, Toko Buku Pertama di Jakarta Tempo Dulu

“Yang di Sency sama Margo City jangan tutup pliss, bismillah bisa bertahan,” tulis akun @rezanafeeza.

Sejumlah outlet yang nantinya ditutup antara lain, Jakarta, Bandung, Semarang, Gresik, Magelang, Bekasi dan Surabaya. Adapun alasannya karena penjualan yang dinilai tidak mampu menutupi beban operasional yang besar setiap tahunnya.

“Penutupan toko/outlet tidak hanya kami lakukan akibat dampak dari pandemi Covid-19 pada tahun 2020 saja, karena kami telah melakukan efisiensi dan efektivitas usaha sejak 2013,” tulis direksi PT GA Tiga Belas.

Hadir puluhan tahun

Memang sejak puluhan tahun berdiri, keberadaan toko buku yang biasanya ada di dalam mal itu sudah melekat pada konsumennya. Toko buku ini hadir ketika permintaan buku-buku sangat tinggi setelah kemerdekaan Indonesia.

Melihat kesempatan tersebut Tjio Wie Tay mencoba melebarkan bisnisnya untuk membangun sebuah kios sederhana yang menjual buku, surat kabar, majalah di pusat Jakarta dan gayung pun bersambut.

Masyarakat yang antusias memberikan keuntungan yang besar dibandingkan penjualan rokoknya. Tjio Wie Tay kemudian membeli sebuah rumah tepatnya di Jalan Kwitang Nomor 13, Jakarta Pusat, bahkan membeli percetakan kecil di belakang rumah.

Rekomendasi Tempat Beli Buku Bekas di Indonesia

Karena besarnya keuntungan, Tjio Wie Tay kemudian menutup bisnis rokok dan bir. Dirinya kemudian mendirikan perusahaan baru yang menerbitkan dan mengimpor buku bernama firma Gunung Agung.

Dengan modal Rp500.000, Gunung Agung memamerkan 10.000 buku, jumlah yang sangat fantastis pada masa itu. Pameran tersebut menjadi momentum awal bisnis Toko Buku Gunung Agung pada 1953.

Perkenalan dengan Soekarno-Hatta

Melalui Pekan Buku Indonesia 1954, Tjoe Wie Tay berkenalan dengan pemimpin Indonesia saat itu yakni Soekarno dan Hatta. Dari perkenalan ini, Gunung Agung dipercaya untuk menggelar pameran buku di Medan.

Bisnis Gunung Agung kemudian semakin membesar yang ditandai dengan pendirian gedung berlantai tiga di Jalan Kwitang Nomor 6. Gedung ini diresmikan langsung oleh Bung Karno pada 1963.

Pada tahun yang sama, Tjoe Wie Tay mengubah namanya menjadi Masagung. Salah satu penerbitan bersejarah adalah buku autobiografi Soekarno yang ditulis oleh Cindy Adams berjudul Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat.

Penjualan Buku di Indonesia dalam Angka

Selama 70 tahun berdiri, Toko Buku Gunung Agung telah merasakan manis pahitnya dunia bisnis. Sebanyak 14 toko dibuka di 10 kota besar di Pulau Jawa. Di Jabodetabek, ada sebanyak 20 Toko Buku Gunung Agung.

Setelah masa kejayaannya, Toko Buku Gunung Agung mengalami masa pahit terutama ketika pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia pada 2020 lalu. Saat itu ada beberapa toko yang perlu ditutup.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini