Upacara Nyadar, Cara Orang Madura Menghormati Sosok Penemu Garam

Upacara Nyadar, Cara Orang Madura Menghormati Sosok Penemu Garam
info gambar utama

Masyarakat Madura memiliki tradisi yakni upacara Nyadar dalam rangka musim panen garam. Upacara ini selalu dilakukan oleh masyarakat di Pinggir Papas, Kabupaten Sumenep yang memang berprofesi sebagai petani garam.

Dimuat dari Kompas, tradisi Nyadar ini diselenggarakan sebanyak tiga kali dalam satu tahun dengan rentang waktu satu bulan berselang. Kata Nyadar sendiri berasal dari bahasa Arab yakni Nadzar yaitu melepas niat.

Keterkaitan Sumenep dengan Majapahit yang Jadi Daya Tarik Wisata

“Masyarakat petani garam akan melepas niat karena keberhasilan dalam mengusahakan garam sebagai mata pencaharian utama,” jelas William Ciputra.

Tujuan Nyadar

Upacara Nyadar ini ternyata berkaitan erat dengan seorang pendakwah Islam bernama Syekh Anggasuto. Sosok ini berasal dari Timur Tengah yang singga di Cirebon, Jawa Barat yang kemudian pergi ke Sumenep.

Sosok yang dikenal juga dengan nama Emba Anggasuto ini kemudian menetap di sekitar pantai Desa Pinggir Papas. Dirinya kerap melihat keanehan terutama saat mata air surut karena bekas telapak kakinya lama-lama berubah jadi gumpalan garam.

Batik Madura, Keindahan Motif yang Menandai Kerinduan Istri Pelaut

Setelah peristiwa tersebut, Angga Suto kemudian mengajarkan cara membuat garam kepada masyarakat sekitar. Sejak saat itu masyarakat Desa Pinggirpapas hingga saat ini berprofesi sebagai petani garam.

Karena itulah dalam upacara ini, masyarakat akan mengirim doa kepada leluhur yang mengajarkan pengolahan garam. Secara khusus, upacara ini untuk menyampaikan terima kasih kepada Syekh Anggasuto.

Pelaksanaan upacara

Masyarakat yang akan mengikuti upacara Nyadar biasanya telah berdatangan sejak pukul 06.00. Agar sampai ke lokasi tradisi sakral tersebut, warga harus menyeberangi sungai dengan menaiki perahu.

Warga datang dengan membawa makanan yang disimpan dalam panjang. Alat ini sendiri terbuat dari anyaman bambu dan hanya digunakan saat nyadar digelar. Ada sekitar 700 panjang berisi makanan dalam upacara tersebut.

Menilik Kemeriahan Arisan dalam Tradisi Sandur Khas Bangkalan Madura

Panjang diletakkan berjejer di sebelah selatan asta. Selain membawa makanan, warga juga membawa kembang tujuh rupa untuk ditaburkan ke makam yang ada di asta. Kegiatan tersebut bukan hanya diikuti masyarakat Kalianget dan Saronggi.

Upacara Nyadar akan dimulai para ketua atau pemuka adat, juru kunci asta, sesepuh, dan tokoh masyarakat. Upacara ini terdiri dari tiga kegiatan, yakni pengumpulan kembang tujuh rupa, lalu dilanjutkan dengan nyekar ke kuburan, lalu doa bersama.

Ada juga proses menyantap makanan yang dibawa. Makanan tersebut terdiri dari nasi putih, lauk telur, ayam, dan tongkol. Biasanya masyarakat tidak akan menghabiskan namun juga membawanya pulang.

“Tradisi ini menjadi warisan nenek moyang yang harus dijaga dan dilestarikan. Ini kekayaan tradisi yang sangat berharga,” tutur Ahmad Riyadi yang dimuat Jawa Pos.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini