Dasar Penaklukan Konstantinopel, Bukan Penjajahan Melainkan Pembebasan

Dasar Penaklukan Konstantinopel, Bukan Penjajahan Melainkan Pembebasan
info gambar utama

Kawan, frasa “Penaklukan Konstantinopel” sepintas menimbulkan pemaknaan sama dengan penjajahan. Hal ini disinyalir dari pemahaman sempit atas pendudukan Turki Utsmani terhadap Konstantinopel yang diperoleh via jalan pertempuran dua kubu.

Sekali-kali tidak, penaklukan Konstantinopel bukanlah bentuk penjajahan, bukan pula balas dendam, atau alasan ringan untuk urusan politik ekspansi wilayah, dan lainnya.

Penaklukan Konstantinopel merupakan keputusan dari perlakukan pemerintahan Romawi yang berang (dzalim) kepada muslim. Selanjutnya, apabila keberangan ini dibiarkan tenang dan tidak diperangi, maka akan menimbulkan autokrasi kekuasaan yang merugikan banyak pihak. Dengan demikian, mufakat setuju untuk memberi pelajaran dengan adil agar Kekaisaran Romawi di Konstantinopel tidak lagi sewenang-wenang.

Sebelumnya, mari kita pahami terlebih dahulu mengenai Konstantinopel. Konstantinopel adalah nama ibu kota Kekaisaran Romawi pada abad sekitar 324 Masehi hingga awal abad ke-15 Masehi (tepatnya 1453 pasca ditaklukan Sultan Muhammad Al Fatih). Adapun sekarang, Konstantinopel merupakan kota di negara Turki yaitu Istanbul.

1. Visi yang Dibawa

Hagia Sophia Foto: Pixabay/ OleksandrPidvalnyi
info gambar

Bukan penjajahan atau penaklukan melainkan pembebasan. Penjajahan memiliki makna yaitu proses menguasai wilayah untuk kepentingan diri atau kelompok. Sedangkan dalam islam, value yang dibawa oleh pasukan penakluk Konstantinopel, dikenal dengan konsep futuhat al islamiyah yaitu memperluas wilayah dakwah Islam. Dengan catatan pada wilayah tersebut akan berlaku hukum Islam yang menyejahterakan (tidak memaksakan kehendak beragama, keputusan memilih kelompok, dll).

Baca juga: Muhammad Al Fatih, Cermin Ideal Mengoptimalkan Masa Muda

2. Faktor Pendorong Perluasan ke Konstantinopel

Sungguh, Konstantinopel akan ditaklukan, dan sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya”. (Hadits Riwayat Ahmad)

Tidak lain tidak bukan adalah karena Kaisar Romawi berlaku sewenang-wenang dan memiliki goals untuk membekuk kaum muslimin. Hal ini terlihat dari beberapa peperangan besar yang sengaja ditujukan untuk menyerang muslim.

1. Perang Mu’tah

Tensi meninggi tatkala kubu Romawi tidak menghargai nyawa utusan Rasulullah SAW yang dengan baik-baik datang membawa surat untuk pemimpin Bushra, Raja Heraclius. Mengutip dari buku sejarah berjudul “Siroh Nabawiyah” karya Sheikh Mubarak Furi utusan tersebut bernama Al- Harits bin Umair.

Di perjalanan, Syurahbil bin Amr Al-Ghassani, seorang pemimpin Al Balaqa’ mencegat Al- Harits bin Umair. Syuhrabil pun mengikat Al Harits bin Umair dan membawanya ke hadapan Qaishar (Raja Romawi). Tak lama kemudian, Al Harits bin Umair yang tidak salah apa-apa dipenggal.

Rasulullah SAW marah dengan perbuatan keji dan tidak manusiawi yang menimpa duta utusannya. “Al Harits bin Umair datang dengan baik-baik, maka sambutlah dengan baik-baik atau apabila tidak ingin menyambut baik, instruksikan untuk kembali dengan baik-baik, bukannya dibunuh”, demikian kiranya.

Perilaku buruk Syuhrabil dan Qaishar ini memberi sinyal bahwa petinggi yang ringan tangan atas nyawa seseorang akan melahirkan peradaban yang mengerikan dan penuh kegelapan di masa depan. Ini juga sebagai indikasi kebencian Qaishar terhadap dakwah Islam (yang padahal disebar dengan cara damai).

Baca juga: Orhan Ghazi, Penggagas Kekaisaran Ottoman Turki yang Berkarisma

Rasulullah SAW pun menghimpun 3000 pasukan muslim yang akan bersiap berhadapan dengan 200.000 pasukan Romawi. Pertempuran berkecamuk dengan proporsi kekuatan yang tidak seimbang hingga beberapa strategi pun dijalankan dengan inisiasi Khalid bin Walid. Hingga keputusan untuk mundur perlahan pun diambil untuk mengatur strategi.

2. Perang Tabuk

Raja Heraklius begitu membara menghimpun sebanyak 40.000 pasukan Romawi untuk menyerang muslim. Pada saat itu dikisahkan sedang musim kemarau yang kering, pasukan muslim berangkat menghadapi Romawi dengan punggawa 30.000 pasukan.

3. Perang Yarmuk

Perang antara pasukan muslim dan Romawi dengan perbandingan sekitar 24.000 hingga 30.000 pasukan muslim dan 120.000 pasukan Romawi.

4. Perjuangan Dinasti Turki Utsmani

Kemudian berlanjut dengan perjuangan leluhur Dinasti Turki Utsmani melawan kedzaliman Romawi, hingga tinta emas perjuangan diperoleh pada era Sultan Muhammad Al Fatih.

3. Regulasi Perang dalam Islam

Perlu digaris bawahi bahwa perang dalam islam diatur oleh Allah ta'ala sedemikian adil dan detailnya hingga tidak diperkenankan menyakiti dan merongrong hak hidup. Dalam konsep Islam, perintah perang tidak semudah mengikuti hawa nafsu kepentingan kelompok atau pribadi dengan ekspansi dan eksploitasi wilayah lain. Bahkan itu dilarang, sebab islam membawa value rahmat lil ‘alamiin (menjadi kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam semesta).

Baca juga: Pendidikan Seks Usia Dini Bantu Antisipasi Disforia Gender

Kedamaian ini terlihat dari kebijaksanaan Muhammad Al Fatih terhadap masyarakat Romawi pasca berhasil ditaklukan. Berdasarkan buku berjudul Muhammad Al Fatih karya Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi, Sultan Al Fatih mendatangi gereja Aya Sophia dan berbicara mengenai kepada penganut Kristiani bahwa mereka bebas menjalankan keyakinannya di bawah pemerintahan Islam.

Bahkan, Sultan Al Fatih mengomando tentara untuk memperlakukan tahanan dengan baik dan menjaga mereka secara manusiawi.

Melansir dari Republika, Islam memiliki beberapa peraturan ketat yang wajib ditaati dalam situasi perang, antara lain:

  1. Larangan membunuh anak, perempuan, orang tua dan orang yang sedang sakit. (Sunan Abu Dawud).
  2. Larangan melakukan pengkhianatan atau mutilasi. Tidak boleh mencabut atau membakar telapak tangan atau menebang pohon-pohon berbuah. Tidak menyembelih domba, sapi atau unta, kecuali untuk makanan. (Al-Muwatta).
  3. Larangan membunuh para biarawan di biara-biara, dan tidak membunuh mereka yang tengah beribadah. (Musnad Ahmad Ibn Hanbal).
  4. Larangan menghancurkan desa dan kota, tidak merusak ladang dan kebun, dan tidak menyembelih sapi. (Sahih Bukhari, Sunan Abu Dawud).
  5. Perlakuan yang baik dan manusiawi terhadap tahanan. Hal ini dpat dilihat dari akhlak Rasulullah SAW pasca Perang Badr dan Muhammad Al Fatih pasca penaklukan Konstantinopel.

Dari beberapa perang yang pernah terjadi di dunia ini dengan sedemikian hebatnya seperti Perang Dunia I dan II, genosida, dan lainnya. Perang yang dialami umat muslim teladan tidak pernah didasari keinginan pribadi meraih kejayaan materi. Umat muslim semata-mata menyerang baik kedzaliman dari para autokrasi yang berang.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini