Kilas Sejarah Gedung Singa: Cagar Budaya dari Arsitektur Terbaik di Belanda

Kilas Sejarah Gedung Singa: Cagar Budaya dari Arsitektur Terbaik di Belanda
info gambar utama

Gedung Singa di Surabaya, Jawa Timur menjadi salah satu peninggalan bangsa kolonial Belanda yang masih tersisa. Gedung Singa ini mulai dibangun pada 1901 pada zaman kolonial Belanda.

Dimuat dari Liputan6, gedung tersebut dinamakan Gedung Singa karena di bagian depannya terdapat dua patung singa bersayap yang menjadi ciri khasnya. Walau begitu beberapa kali juga gedung ini berganti nama dan fungsi.

Mau Jual Sambal ke Luar Negeri, Bu Rudy: Saya Harus Pertahankan Kualitas

Pada awalnya gedung ini merupakan Kantor Perusahaan Umum Asuransi Jiwa dan Tunjangan Hari Tua (Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente). Pada masanya, kantor ini jadi perusahaan asuransi jiwa yang paling besar di Hindia Belanda.

“Di lokasi terbuka di Willemskade yang telah dibeli oleh Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente te Amsterdam, sebuah bangunan besar yang indah dengan satu lantai akan muncul.” tulis sebuah surat kabar pada tahun 1901.

Rancang bangunan

Dinukil dari National Geographic, Gedung Singa ini pada mulanya didesain oleh arsitek bernama Marius J Hulswit (1862-1921). Tetapi proposalnya ditolak, lantas arsitek lain bernama Hendrik Petrus Berlage (1856-1934) ditunjuk sebagai perancangnya.

Berlage merupakan arsitek kelas dunia yang karya-karya saat itu sangat dikagumi. Bahkan beberapa bangunannya masih kokoh berdiri hingga saat ini dan terus dikagumi banyak orang, termasuk oleh para arsitek masa kini.

“Di dunia arsitektur kan ada nama-nama besar. Salah satu yang dikenal dan diakui dan nggak usah diperdebatkan lagi adalah Hendrik Petrus Berlage,” kata Bambang Eryudhawan, arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung.

Kalau Ada Kota Surabaya, Apakah Ada Kabupaten Surabaya?

Yudha menyebut, Gedung Singa ini menampakkan gaya arsitektur Art Nouveau. Semangat Art Nouveau ini, jelas Yudha menampilkan gaya arsitektur pada akhir abad ke 19 hingga awal abad ke 20.

Dua patung singa bersayap yang berada di depan gedung ini juga mewakili zaman pembangunan, Dikatakan oleh Yudha, desain dua patung singa bersayap ini sangat dipengaruhi dengan kemunculan penemuan arkeologi Mesir.

“Karena temuan hasil eksplorasi-eksplorasi Eropa ke Mesir itu kemudian menimbulkan eksotisme baru di Eropa. Bukan cuma dari sisi pengetahuan, tapi juga kebudayaan Mesir kuno itu muncul di museum-museum di Eropa,” paparnya.

Terancam dijual

Namun Gedung Singa ini terancam berpindah tangan karena akan dijual. Pada 2022 silam, di depan gedung tersebut terdapat spanduk informasi yang menunjukkan gedung tersebut sedang dalam proses lelang melalui website Jiwasraya.

Kuncarsono Prasetyo, pendiri dan Koordinator Begandring Soerabia mengaku terkejut saat mengetahui gedung ini terancam berpindah tangan. Karena itu, dirinya mendengungkan wacana penjualan Gedung Singa yang berstatus sebagai cagar budaya Surabaya.

“Cara untuk menggagalkan lelang itu macam-macam. Salah satunya, yang paling utama adalah Perda (Peraturan Daerah) Cagar Budaya Kota Surabaya yang mewajibkan pemilik bangunan cagar budaya Surabaya untuk menawarkan ke pemerintah kota sebelum menjualnya ke publik. Jadi itu yang harus dilalui,” ungkapnya yang dimuat Kompas.

Cerita dari Gang Dolly: Dari Pemakaman yang Disulap Jadi Lokalisasi Tersohor

Berbeda dengan Kuncarsono, Yudha yang juga anggota Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi DKI Jakarta menyatakan tidak masalah dengan adanya penjualan. Asalkan Gedung Singa tersebut masih tetap terjaga.

“Dijual kepada siapa pun boleh. Cuma kan karena sudah cagar budaya, pembelinya pun terikat dengan ketentuan untuk tetap menjaga keaslian bangunan tersebut,” katanya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini