Kesegaran Dawet Ayu, Jejak Puluhan Tahun Urbanisasi Warga Banjarnegara

Kesegaran Dawet Ayu, Jejak Puluhan Tahun Urbanisasi Warga Banjarnegara
info gambar utama

Dawet Ayu yang berasal dari Banjarnegara, Jawa Tengah menjadi simbol dari urbanisasi. Kini dawet bisa menyebar sampai ke Medan, Sumatra Utara hingga ke Abepura, Papua di ujung timur Indonesia.

Sastrawan Banyumas, Ahmad Tohari menyatakan dawet yang merupakan minuman tradisional campuran tepung beras, santan, dan gula kelapa asli itu menyebar ke sejumlah daerah karena mobilisasi tahun 1980-an.

3 Resep Bagea, Kue Tradisional Khas Indonesia Timur

Menurutnya ada tiga faktor yang mendorong keterampilan dan selera membuat dawet ayu itu booming. Ketiganya adalah perdagangan dan perkembangan ratusan industri jamu besar dan skala rumahan, perdagangan alat pertanian serta penyebaran petani gula kelapa.

“Para pedagang dan petani ini diduga ikut menyebarkan dawet ke sejumlah daerah,” kata Ahmad Tohari yang dimuat Kompas.

Mengadu nasib

Di Jakarta, kehadiran es dawet ayu merupakan bagian dari proses urbanisasi ke Jakarta yang pernah berhenti. Ratusan penjaja itu adalah bagian dari kaum petani yang tak lagi punya harapan hidup secara layak di desanya.

“Bisa karena lahan pertanian makin surut atau oleh proses evolusi, dan karena itu memutuskan mengadu nasib ke Jakarta,” tulisnya.

Es dawet ayu menjadi semacam berkah bagi mereka. Karena kesuksesan satu atau dua penjual membuat para kerabat atau tetangga akan mengikuti. Mereka lantas beramai-ramai menjadi penjaja es dawet bagi warga Jakarta.

Sedang Berdiet? Ini Menu Lokal Indonesia yang Ampuh dan Berserat Tinggi!

Hal yang sama juga terjadi di Medan. Awalnya pedagang dawet adalah warga Banjarnegara asli yang mengusahakan dawetnya secara tradisional. Namun, belakangan perdagangan dawet diusahakan oleh seorang juragan yang membawa penjual dari Banjarnegara.

“Juragan itu belum tentu orang Banjarnegara,” ucap Sultoni, juragan dawet asal Semarang.

Pulang kampung

Biasanya saat Lebaran para pedagang dawet itu pulang ke Banjarnegara. Para pedagang menggunakan Hari Raya Lebaran untuk bertemu keluarga dan membawa uang hasil jerih payah untuk keluarga.

Hal inilah yang dilakukan oleh Zulkifli dan Ipeng yang biasanya tinggal di Jalan Aksara, Medan. Bersama puluhan pedagang lain, mereka pulang ke Kalibening, Banjarnegara setelah satu tahun berjualan dawet.

Tape Ketan Putih Makanan Khas Indonesia yang Memiliki Beragam Manfaat

“Kalau sudah berkumpul dengan keluarga, rasanya damai dan tenang,” tutur Zulkifli.

Dikatakan oleh Sultoni, setiap penjual dawet membawa pulang uang sekitar Rp4 juta - Rp5 juta. Zulkifli bahkan menyiapkan tabungan khusus untuk memperlebar tanahnya di kampung atas hasil kerja kerasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini