Sejarah Terbentuknya Paskibraka yang Bermula dari 1946 di Yogyakarta

Sejarah Terbentuknya Paskibraka yang Bermula dari 1946 di Yogyakarta
info gambar utama

Paskibraka atau Pasukan Pengibar Bendera Pusaka merupakan nama yang familiar bagi masyarakat umum sebagai kelompok yang ditugasi untuk melakukan pengibaran dan/atau penurunan replika bendera merah putih pada acara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Keunikan mereka terletak pada tanggung jawab istimewa sebagai kelompok yang bertugas melaksanakan pengibaran bendera merah putih. Esensi dari Paskibraka adalah pelaksanaan tugas mulia dalam mengibarkan bendera nasional dan simbol negara, bukan hanya pada level nasional di Istana Merdeka.

Praktisnya, kehadiran Paskibraka juga dibutuhkan dalam segala perayaan kemerdekaan, baik di lingkup kecamatan, kabupaten/kota, maupun tingkat provinsi, termasuk di lembaga pemerintah pusat dan perwakilan Indonesia di luar negeri.

Lalu, apakah Kawan GNFI sudah mengetahui bagaimana sejarah dari Paskibraka ini?

Paskibra dan Paskibraka, Sama atau Beda?

Bermula setahun setelah kemerdekaan

Cerita mengenai pembentukan Paskibraka tak bisa dipisahkan dari figur bernama Husein Mutahar, seorang ajudan terpercaya dari Presiden Soekarno. Kisah ini dimulai pada saat perayaan momen proklamasi, ketika republik ini baru memasuki tahun kedua usia kemerdekaannya.

Pada saat itu, karena situasi di Jakarta masih belum aman untuk menggelar acara peringatan 17 Agustus, Kota Yogyakarta dipilih sebagai tempat kegiatan.

Lapangan Gedung Agung di Yogyakarta menjadi lokasi upacara pengibaran bendera pusaka hasil jahitan Fatmawati. Seperti yang dijelaskan oleh Kukuh Pamuji dalam Komunikasi dan Edukasi di Museum Istana Kepresidenan Jakarta, Bung Karno memerintahkan Mutahar untuk merancang rangkaian upacara pengibaran bendera.

Sebagai seorang perwira Angkatan Laut berpangkat mayor, Mutahar berusaha keras untuk mewujudkan impian Sang Proklamator agar perayaan 17 Agustus 1946 menjadi berkesan. Pada awalnya, rencananya adalah pengibaran bendera pusaka dilakukan oleh pemuda dan pemudi dari seluruh Indonesia. Namun, karena situasi darurat saat itu, sangat sulit untuk mengimplementasikan rencana tersebut.

Sebagai solusinya, Mutahar memilih lima anak muda yang kebetulan berada di Yogyakarta, tiga wanita dan dua pria, untuk bertugas sebagai petugas pengerek bendera merah putih. Menurutnya, kelima anak muda ini mewakili lima sila dalam Pancasila. Mutahar merancang seragam khusus untuk kelima anak muda ini, terinspirasi dari gaya berpakaian militer Presiden Soekarno.

Pada saat itu, seragam petugas Paskibraka laki-laki terdiri dari jas yang dipadukan dengan celana panjang putih dan kaus dalam berpola merah putih, sesuai dengan warna bendera Indonesia.

Sementara itu, petugas Paskibraka perempuan mengenakan atasan jas dan kaus dalam yang serupa dengan petugas laki-laki, lalu mengenakan rok putih. Kelimanya juga mengenakan peci, yang mirip dengan penampilan Soekarno yang selalu mengenakan songkok.

Upacara tersebut berjalan sukses, dan Bung Karno terlihat puas dengan penampilan para petugas pengerek bendera pusaka. Dia memuji kinerja ajudannya tersebut, yang kemudian dikenal sebagai Bapak Paskibraka. Tampilan seragam seperti itu untuk petugas pengerek bendera pusaka terus dipertahankan selama ibu kota negara berada di Yogyakarta hingga awal tahun 1950.

Istana Presiden di IKN Ditargetkan Bisa Gelar Upacara HUT RI pada 2024

Diperkenalkannya istilah paskibraka

Pada kenyataannya, istilah "Paskibraka" baru diperkenalkan pada tahun 1973 oleh Idik Sulaeman, adik dari Husein Mutahar. Ketika Soeharto menjadi Presiden pada tahun 1967, Mutahar dipercaya kembali untuk merancang prosedur pengibaran bendera pusaka.

Pada saat itu, bendera pusaka disimpan agar tetap otentik, dan digantikan oleh duplikat berbahan sutra. Mutahar diangkat menjadi Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka, di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Saat itulah pengelompokan petugas Paskibraka dilakukan berdasarkan tugas dan fungsinya. Ada tiga kelompok petugas Paskibraka yang melambangkan tanggal Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Pertama adalah Kelompok 17, terdiri dari 25 orang yang bertugas sebagai pengiring atau pemandu, yang dipimpin oleh seorang komandan kelompok.

Kemudian ada Kelompok 8, yang terdiri dari delapan anggota Paskibraka yang menjadi pembawa bendera atau inti, dengan seorang komandan kelompok dan empat anggota TNI yang menjaga di sisi kiri dan kanan barisan.

Terakhir, ada Kelompok 45, yang bertugas sebagai pengawal, terdiri dari 45 anggota TNI atau Polri yang bersenjata lengkap, dibagi dalam empat kelompok yang masing-masing dipimpin oleh seorang komandan regu.

Ketiga kelompok inilah yang bertanggung jawab pada saat acara peringatan momen proklamasi di Istana Merdeka.

10 Istana Kerajaan yang Masih Berdiri Kokoh di Indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Fazer Mileneo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Fazer Mileneo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini