Kisah dan Pesona Wayang Citrawati dalam Kebaya Raline Shah di Festival Film Cannes

Kisah dan Pesona Wayang Citrawati dalam Kebaya Raline Shah di Festival Film Cannes
info gambar utama

Festival Film Cannes kerap menjadi sorotan dunia lewat kehadiran para pesohor dunia perfilman pada sesi penayangan film mereka. Festival yang berlokasi di Cannes, Prancis, ini menjadi satu dari lima festival film tahunan paling bergengsi di dunia bersama dengan Berlin, Toronto, Sundance, dan Venesia.

Khususnya bagi warga Indonesia, ajang yang dihelat ke-76 kalinya pada Mei lalu begitu menarik perhatian lewat penampilan aktris Raline Shah. Di atas karpet merah, Raline tampil anggun dan elegan dengan membawakan keindahan busana tradisional Indonesia melalui kebaya.

Kebaya berwarna biru yang menarik perhatian tersebut dirancang oleh Cacal Baker dan Diaz Patria dari rumah mode asal Jakarta, Maison Baaz Couture. Rancangan kedua perancang busana yang berasal dari Sumatera Utara, seperti Raline, dikenakan dalam sesi penayangan perdana film Firebrand (2023). Bawahan berupa kain batik Palembang dari koleksi pribadi ibu Raline serta perhiasan dengan warna senada dari jenama Chopard asal Swiss yang menjadi sponsor langganan bagi festival turut melengkapi penampilan sang pemeran film 5 cm (2012).

Kisah Batik Tanah Priangan yang Ingin Lepas dari Pengaruh Mataram

Histori Dewi Citrawati dan Gunungan

Keindahan kebaya Raline tidak terbatas pada visual, tetapi pada pemaknaan dengan menggunakan unsur unsur kesenian tradisional Indonesia seperti karakter wayang Dewi Citrawati dan Gunungan sebagai inspirasi. ''Dewi Citrawati digambarkan sebagai sosok wanita yang sabar, setia, pantang menyerah, dan pribadi yang lemah lembut dan kecantikanya membuatnya diincar oleh para raja,'' terang Maison Baaz Couture yang dikutip dari Instagram @maisonbaazcouture.

Sebagai putri Kerajaan Magada dan titisan Dewi Sri Widowati, pesona Citrawati menggerakkan takdir-takdir besar di sekitarnya. Raja dari berbagai kerajaan siap bertempur untuk meminang Citrawati hingga Magada pun terancam digempur jika ia menolak lamaran.

Salah satu peminang adalah Prabu Arjuna Sasrabahu, penguasa Kerajaan Maespati sekaligus titisan Batara Wisnu, yang diwakili kehadiranya oleh Bambang Sumantri. Demi memperoleh kesediaan Dewi Citrawati untuk dipinang rajanya, Sumantri harus mengalahkan raja lain hingga membawakan syarat mas kawin berupa delapan ratus 'putri domas' atau gadis yang akan dijadikan selir Arjuna Sasrabahu. Bahkan diantara delapan ratus gadis tersebut, kecantikan Citrawati tidak terkalahkan. Sosok Arjuna Sasrabahu sendiri berbeda dengan Arjuna anggota 'Pandawa Lima' dalam kisah Mahabharata.

Pernikahan Arjuna Sasrabahu dan Citrawati kemudian menjadi suratan takdir dimana penjelmaan penjelmaan Wisnu dan Sri di dunia akan selalu bersatu sebagai kekasih sebagaimana mereka di kahyangan.

Menilik Sejarah dan 11 Jenis Motif Batik Jumputan yang Unik dan Khas
Citrawati, diperankan oleh Abigail Asmara, bersama Arjuna Sasrabahu di pentas wayang orang. (Sumber: instagram @asmaraabigail)
info gambar

Citrawati kemudian memiliki berbagai permintaan yang luar biasa seperti meminta dibawakan Taman Sriwedari secara utuh, sebuah taman dari kahyangan, hingga dibuatkan kolam untuk berendam dengan membendung Sungai Gangga. Permintaan tersebut berhasil diwujudkan berkat ketinggian ilmu suaminya dan Bambang Sumantri yang menjadi patih kerajaan.

Namun, kisah Citrawati berakhir tragis ketika ia memilih untuk mengakhiri hidup setelah mendengar kabar bohong tentang kematian suaminya dari Rahwana, seorang raja raksasa buruk hati yang juga mendambakan Citrawati. Arjuna pun kemudian tenggelam dalam kesedihan hingga meninggalkan kehidupan kerajaan dan mengembara hingga kematian. Setelah Citrawati, Dewi Sri akan menitis ke Sinta sementara Wisnu ke Rama yang mana kisah mereka akan dikenal sebagai Ramayana.

Adaptasi gunungan wayang pada ekor kebaya. (Sumber: instagram @ralineshah | Tropenmuseum)
info gambar

Unsur wayang lainnya adalah bentuk Gunungan Wayang yang menghias ekor kebaya. Gunungan Wayang atau disebut 'kayon' digunakan dalam pentas wayangan untuk menandakan pembukaan dan penutupan dari sebuah babak cerita. Gunungan, berasal dari kata 'gunung', melambangkan kehidupan dan seisinya lewat kehadiran ornamen hewan, makhluk mitologi, pohon kehidupan (kalpataru), hingga gapura.

Bentuknya yang mengerucut ke atas menjadi isyarat bagi perjalanan kehidupan manusia yang semakin bersatu dengan Pencipta seiring bertambahnya ilmu dan usia atau disebut 'golong gilig'. Kedalaman makna tersebut membuat gunungan wayang kerap diadaptasi seperti sebagai logo halal baru Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan logo Presidensi G20 Indonesia di tahun 2022.

Pemilihan penggunaan kebaya berasal dari keinginan Raline untuk membawa identitas Indonesia pada momen yang disorot oleh dunia internasional. Penggunaan busana tradisional, khususnya kebaya, dalam acara formal hingga keseharian tengah santer dilakukan sebagai bentuk penguatan identitas bangsa serta mendorong industri kerajinan tradisional.

Pemerintah Indonesia sendiri tengah mengajukan kebaya sebagai warisan budaya dunia takbenda ke UNESCO bersama dengan 4 negara ASEAN lainya yaitu Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Singapura yang sama-sama memiliki komunitas pengguna kebaya. Bagaimana, kamu siap mengenalkan Indonesia melalui keindahan busana tradisional seperti Raline?

Contoh-contoh Motif Batik Flora Khas Nusantara

Referensi:

Purwadi. (2007). Mengenal Tokoh Wayang Purwa dan Keteranganya. CV Cendrawasih.

Sucipta, M. (2010). Ensiklopedia Tokoh-tokoh Wayang dan Silsilahnya. Penerbit Narasi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FW
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini