Coto Makassar, Daging Rempah Berkuah Khas Indonesia Timur Yang Menggugah Selera

Coto Makassar, Daging Rempah Berkuah Khas Indonesia Timur Yang Menggugah Selera
info gambar utama

Kawan, Coto Makassar adalah salah satu makanan tertua khas Indonesia. Sudah diwarisi sejak ratusan tahun silam, persisnya sejak abad ke-15 menuju abad ke-16. Ya, Coto Makassar adalah salah satu menu makanan primadona dari Kawasan Indonesia Timur, khususnya dari Pulau Sulawesi.

Jika kita sedang berada di Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu Kota Makassar, memang sangat mudah untuk mencari warung Coto Makassar ya, kawan GNFI. Mulai dari yang berbentuk warung sederhana, warung tenda, lalu rumah makan, restoran hingga kawasan mal yang menjual Coto Makassar. Gampang sekali memang mencari Coto Makassar di Kota yang dulunya bernama Ujung Pandang ini, ibarat mencari pohon mangrove atau bakau di kawasan pantai. Sangat mudah, bukan?

Top! Salatiga Masuk Nominasi Kota Kreatif UNESCO Bidang Kuliner

Makanan khas Sulawesi Selatan ini dahulu dijuluki “Coto Mangkasara” yaitu makanan yang memang masuk kategori makanan tradisional. Dibuat dari kombinasi daging dan jeroan sapi atau kerbau yang diolah sedemikian rupa serta direbus dalam waktu lama. Rebusan jeroan yang dicampur potongan daging sapi; bisa potongan daging dari lidah, paru, usus, daging has, lemak maupun bagian lain tubuh sapi yang diiris-iris serta diracik sedemikian rupa memakai bumbu khas yang memang menggoda selera.

Orang Makassar dahulu bahkan mempunyai beraneka macam rempah rempah untuk membumbui Coto Makassar ini. Uniknya, coto dimasak di kuali tanah yang menghasilkan aroma dan citarasa yang kuat dan khas, ya kawan.

Dok.Pribadi Danny Richard P Tampubolon
Coto Makassar, Salah satu makanan tertua khas Indonesia Timur | Dok.Pribadi Danny Richard P Tampubolon

Nah, seperti suasana kali ini, di Warung Coto Daeng Ngintang, sebuah Warung penjual Coto Makassar yang berada di Jalan Poros Kabupaten Bone – Kota Makassar, kurang lebih 3,5 jam dari Kota Makassar. Warung Coto Daeng Ngintang terletak di jalur utama Jalan Poros Bone – Makassar persisnya di Desa Patangkai, Kecamatan Lappariaja, Kabupaten Bone.

BertuliskanWarung Coto Daeng Ngintang”, begitulah tampak sekilas tulisan di spanduk berwarna kuning tua pada bangunan warung yang terkesan sederhana. Namun siapa sangka, dibalik kesan sederhana tersebut, terdapat kualitas dan rasa nikmat khas coto yang jelas sangat mampu membangkitkan air liur. Setidaknya menurut selera penulis, ya kawan.

Begitu duduk di meja dan tempat duduk yang kawan GNFI pilih, maka penjaga warung yang notabene anak muda seraya mendatangi tempat duduk lantas bertanya “Pesan apa ki puang? Berapa? Coto campur atau daging saja?” (*artinya : pesan apa bapak/ibu? Berapa? Coto campur atau daging saja?)

Kawan GNFI, Warung Coto Daeng Ngintang ini dilayani 3 orang anak muda yang masing-masing mempuyai tugasnya masing-masing. Satu orang di meja kasir sebagai administrasi pembayaran pelanggan, satu yang memotong daging layaknya chef di dapur masak dan menyajikan potongan daging sesuai pesanan pelanggan serta mencampurnya dengan kuah. Satu orang lagi sebagai runner alias berpindah-pindah, kadang di bagian depan, kadang di belakang, kadang juga ikut mengantar hidangan coto ke meja pelanggan.

Lontong Tetel, Icon Kuliner Baru Khas Daerah Wisata Wonosobo
Dok Pribadi Danny Richard P Tampubolon
Warung Coto Daeng Ngintang | Dok Pribadi Danny Richard P Tampubolon

Pagi itu, berhubung saya mau perjalanan dinas dari Kabupaten Bone menuju Kota Makassar, saya langsung mantap memesan satu porsi Coto Makassar dengan saya minta ekstra agar lidah dan parunya diperbanyak.

Ceddi coto, ndi” (*artinya satu coto, dik) begitu ucap saya ke pelayan. “iye puang”, begitu jawab anak muda yang melayani di warung tersebut lantas bergegas menuju temannya yang berada di dapur.

Berselang 3 menit, satu mangkuk Coto Makassar kesukaan saya pun terhidang di meja. Di meja juga terhidang varian makanan pelengkap coto, seperti ada ketupat, lontong, sambal saos, sambal merah, garam serta lada. Tidak lupa tersedia juga di meja, potongan irisan jeruk nipis untuk membuat aroma Coto Makassar lebih segar.

Di sampingnya ada deretan air mineral yang memang disajikan gratis bagi pelanggan coto Daeng Ngintang ini. Namun, jika kawan ingin sensasi minuman dingin, maka kawan bisa memesan ke freezer / lemari pendingin yang menyajikan beraneka minuman, seperti Teh Melati Dingin, Kopi Instan dingin, Minuman soda, dan lain sebagainya.

Saya suka coto dengan sebagian besar potongan daging lidah dan paru, karena tekstur lidah dan paru yang menurut saya favorit. Enak di lidah, terasa renyah dan terkadang “agak sedikit melawan” saat dikunyah. Diiringi rasa pedas dari sambal merah serta legitnya potongan ketupat yang dicelupkan dalam mangkok coto. Benar-benar top!, kuahnya yang juga cukup berasa rempah-rempah dan segar.

Pastinya Fresh, Karena mereka tidak pernah menyetok kuah Coto. Pasti habis dalam sehari dan tidak mungkin distok untuk esok harinya. Jadi bisa dipastikan, kombinasi kuah, bumbu dan rempah-rempahnya pasti selalu baru dan bukan kuah hari kemarin. Biasanya selain menyantap Coto Makassar dengan sambal pedas dan ketupat, saya juga menambahkannya dengan keripik kacang (biasa disebut keripik peyek kacang). Rasanya spicy dan cenderung kriuk-kriuk renyah kerupuk.

Harganya juga bersahabat, Kawan! Seporsi Coto Makassar (sudah dengan satu buah Ketupat) dibanderol Rp20 ribu. Jika Kawan ingin tambah satu buah ketupat, dibanderol per bijinya adalah Rp1 ribu. Sementara untuk air mineral gelas kecil ukuran 220 ml, adalah gratis bagi pelanggan. Bagi kawan yang ingin sensasi minuman dingin, jangan khawatir, bisa juga pesan ke pelayan. Ada freezer atau lemari es kaca yang berisikan beraneka macam minuman dingin, mulai dari Rp3 ribu hingga Rp10 ribuan.

Restoran Bali Buka di Finlandia, Kuliner RI Siap Mendunia

Pedasnya coto, lembutnya tekstur daging, segarnya aroma kuah serta renyahnya kerupuk menjadi alasan saya untuk kian berkunjung ke Warung Coto Daeng Ngintang ini. Dan saya tidak ragu untuk berpikir 2 kali memberikan predikat bintang empat dan nilai 90 untuk kualitas Coto Makassar Daeng Ngintang ini.

Namun, harap diingat ya kawan GNFI, makanan berdaging dan berlemak cukup tinggi seperti dalam hidangan Coto Makassar tetap dibatasi ya. Boleh namun jangan terlalu berlebihan ya, kawan GNFI, demi kesehatan kita semua dan untuk menjaga kadar kolesterol dalam tubuh.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DT
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini