Menjual Kesedihan Demi Cuan: Fenomena Ngemis dan Nyawer Online pada TikTok Live

Menjual Kesedihan Demi Cuan: Fenomena Ngemis dan Nyawer Online pada TikTok Live
info gambar utama

Halo, Kawan GNFI! Pastinya Kawan GNFI tahu media sosial TikTok!

Saat ini, TikTok menjadi aplikasi yang sangat populer di masyarakat Indonesia. TikTok mempunyai fitur live streaming atau TikTok Live yang membuat para pengguna dan pembuat konten dapat berinteraksi secara real-time. Fitur TikTok Live memfasilitasi audiens untuk mengirimkan tip di profil pembuat konten (TikTok Support, 2023).

Munculnya fitur TikTok Live, membuat penggunanya semakin mengembangkan kreativitasnya. Namun, adanya TikTok Live memunculkan konten yang kontroversial di masyarakat. Pada awal tahun 2023 muncul tren live streaming yang meminta belas kasihan dari para audiens. Dikutip dari Wisnugroho (2023), beberapa waktu terakhir sejumlah pengguna TikTok memanfaatkan para lansia yang mandi lumpur dan diguyur air dengan harapan para audiens tayangan live streaming memberikan gift.

Konten live streaming yang berusaha menarik empati audiens ini ternyata dapat dikategorikan sebagai eksploitasi kemiskinan untuk dijadikan komoditas berharga. Para pelaku TikTok LIVE berusaha untuk meraup keuntungan dari gift yang diberikan audiens. Konten semacam ini semakin dilanggengkan dengan andil audiens yang turut memberikan gift. Hal ini dapat membuat para pembuat konten dimanjakan dan terus mempraktikkan tindakan eksploitasi di media sosial. Kominfo melalui Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, meminta platform TikTok untuk melakukan take down atau penurunan konten terkait aktivitas mengemis online (CNN Indonesia, 2023).

RI-Dubai Bangun Terminal Peti Kemas di Gresik, Buka Jalur Perdagangan Dunia

Isu ngemis dan nyaweronline di media sosial TikTok sangat memprihatinkan dan menjadi perbincangan banyak pihak sehingga diperlukan kajian mendalam mengenai fenomena ‘ngemis dan nyawer online’ pada TikTok Live. Dari data survei penelitian yang dilakukan oleh Tim PKM-RSH UGM Toko Empati, ditemukan bahwa partisipan penelitian sejumlah 97% (98 orang) pernah menyaksikan konten TikTok Live yang menunjukkan adegan ekstrem (mandi lumpur, menyiram tubuh dengan air, dan lainnya).

Pada media sosial TikTok wujud empati yang diwujudkan oleh audiens saat menonton konten adalah memberikan likes, memberikan komentar positif, hingga memberikan gift. Terdapat banyak faktor yang memengaruhi empati audiens saat menonton konten ‘ngemis’ pada TikTok Live, seperti jenis kelamin pembuat konten, penampilan, mimik wajah, setting, serta konformitas.

Dari temuan sampel video, 7 dari 9 sampel video subjek pembuat kontennya adalah perempuan. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang memengaruhi empati audiens. Audiens akan lebih berempati jika pembuat konten ngemis merupakan perempuan. Perempuan mengemis dianggap lebih mampu menimbulkan rasa iba dan belas kasih dari masyarakat (Yatim dan Juliardi, 2016).

“...selain itu kulihat kebanyakan yang buat konten itu perempuan, itu juga bisa menarik empati. Saya sebagai laki-laki merasa ngerasa lebih bisa empati dan kasian ngeliat ibu-ibu ngemis kayak gitu, seperti melihat ibu sendiri.” (Responden 4, 29 Agustus 2023). Proses empati tersebut sejalan dengan penelitian Christov-Moore et al. (2014) bahwa laki-laki lebih akurat dalam pengenalan emosi terkait empati.

Dari sejumlah partisipan penelitian, yang pernah memberikan koin atau gift kepada pembuat konten 22 orang berjenis kelamin laki-laki dan 15 orang perempuan. Laki-laki lebih menunjukkan empatinya pada pembuat konten dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin dapat membentuk pola perilaku empati yang berbeda (Baron & Byrne, 2005).

Membicarakan tentang penampilan pembuat konten ngemis pada TikTok Live, penampilan merupakan sesuatu yang membangun mindset tentang orang tersebut. Orang yang mengemis menggunakan pakaian yang lusuh, compang-camping, serta menampilkan ekspresi yang menyedihkan akan mengundang empati dan memperkuat audiens untuk memberikan gift saat mereka live streaming.

“...penampilan sangat memengaruhi pastinya apalagi ketika pembuat konten itu menampilkan wajah yang memelas dan sangat membutuhkan uang pasti yang menonton akan lebih terbuka hatinya untuk memberikan gift.” (Responden 1, 29 Agustus 2023). Setting pembuat konten ngemis TikTok Live juga dapat memengaruhi orang memberikan gift.

Turyapada Tower, Menara Ikonik Baru di Bali yang Punya Dua Fungsi Sekaligus

Yuliana dan Muslikah (2021) menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas dan empati. Dalam konten ngemis TikTok Live, orang akan cenderung memberikan gift ketika ada orang lain yang memberikan gift, “...kalo ada yang ngasih gift, orang lain pasti pada ikut-ikutan karena ingin menunjukan empatinya juga” (Responden 2, 30 Agustus 2023).

Dari data survei didapatkan sebanyak 60,5% (61 orang) menempatkan diri mereka sebagai orang yang mengemis ketika menonton konten ngemis pada TikTok Live. Perilaku tersebut dapat dikategorikan sebagai empati pada konten TikTok Live.

Banyak masyarakat yang menyatakan kemirisan akan konten TikTok Live ngemis dan nyawer, padahal masih banyak konten yang lebih bermanfaat, “...sedih juga kalau dilihat, soalnya dari sekian banyak konten yang bisa dibuat TikTok, yang lebih bermanfaat dan menghasilkan uang, kenapa dia memilih menggunakan cara mengemis kayak gitu” (Responden 3, 29 Agustus 2023).

Isu terkait ‘ngemis dan nyawer online’ di TikTok ini cukup memprihatinkan dan memperlihatkan kebodohan pembuat konten untuk memperjualbelikan empati audiens “...hal itu sama aja seperti menjual kebodohan di depan orang lain cuma untuk mendapatkan uang.” (Responden 2, 30 Agustus 2023).

Masyarakat juga merasa prihatin akan konten ngemis TikTok Live, “...cukup prihatin sih, apalagi melakukan hal-hal bodoh dan merugikan, sampai menggunakan orang tua sebagai alat untuk menarik empati penonton.” (Responden 8, 15 September 2023). Konten ngemis pada TikTok Live tersebut juga dianggap tidak wajar karena tidak sesuai kayak keadaan sosial masyarakat.

Dengan perkembangan teknologi, akan ada konten lain yang tanpa sengaja akan mengeksploitasi kemiskinan yang ada di media sosial dengan bentuk yang mungkin serupa dengan praktik ‘ngemis dan nyawer’ online di media sosial TikTok.

“...pengguna juga harus punya bentengan diri untuk untuk melihat konten yang bermanfaat.” (Responden 1, 29 Agustus 2023). Konten di media sosial TikTok akan semakin berkembang dan menjadi sarana kreativitas para content creator untuk mencari uang, “...nah itu sama aja seperti kreativitas content creator tetapi memanfaatkan SDM yang lemah. Penggunanya perlu diedukasi. Jangan sampai ketika melihat konten yang kurang wajar dan menjual kesedihan, kita terlena untuk memberikan gift kepada pembuat konten, kan sia-sia.” (Responden 4, 29 Agustus 2023).

Maka dari itu, perlu adanya strategi untuk menghapus praktik yang mengarah ke eksploitasi kemiskinan dan serupa dengan ‘ngemis dan nyawer’ online di media sosial terutama TikTok.

Ini Dia Logo Resmi Kereta Cepat Whoosh Pilihan Jokowi

Strategi yang dapat dilakukan untuk menghapus eksploitasi di media sosial

  1. Perlu adanya pembatasan hingga penghapusan konten-konten yang berbau “ngemis” online.
  2. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran diri dari setiap individu masyarakat.
  3. Memberikan edukasi sederhana dan dipromosikan melalui media sosial.
  4. Campaign media sosial mengenai fenomena eksploitasi kemiskinan
  5. Memfasilitasi para content creator untuk mengembangkan konten yang lebih mengedukasi dan meningkatkan literasi digital masyarakat.

Tim Peneliti : PKM-RSH UGM Toko Empati (Alfia Rahma Permatasari,Avisena Kemal Elsyifa, Jatayu Bias Cakrawala,Wahida Okta Khoirunnisa)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

PE
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini