Meningkatnya Anxiety dan Depresi di Kalangan Mahasiswa Baru

Meningkatnya Anxiety dan Depresi di Kalangan Mahasiswa Baru
info gambar utama

Tanpa disadari, dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia telah terjadi fenomena peningkatan drastis mengenai masalah kesehatan mental di kalangan anak muda, khususnya mahasiswa baru. Anxiety dan depresi merupakan contoh umum yang banyak terjadi saat ini, baik di ranah social media maupun di kalangan anak muda jaman sekarang.

Dalam Artikel ini penulis akan bahas mendalam tentang apa itu anxiety dan depresi, dan juga menurut pandangan seorang psikoanalisis, neurofisologis dan tokoh filsafat terkemuka, yaitu Sigmund Freud.

Anxiety disorder (Gangguan kecemasan) merupakan gangguan suasana perasaan yang meliputi depresi dan kadang juga bisa terjadi bersamaan dengan depresi dan apabila tidak ditangani segera akan berpotensi buruk bahkan mengancam nyawa seorang penderitanya.

Hingga kini penyebab dari anxiety disorder belum diketahui secara pasti. Namun, faktor umum yang sangat mempengaruhi terjadinya anxiety disorder adalah faktor genetik, faktor biologis, lingkungan, dan stress tinggi.

Pada dalam otak terdapat bagian yang disebut amygdala yang mengatur emosi manusia. amygdala berfungsi menyaring informasi yang diterima oleh panca indera yang lalu di proses informasinya kembali oleh otak.

Baca juga: Tradisi Lom Plai, Bersih-Bersih Desa untuk Bersyukur atas Panen Padi

Anxiety atau kecemasan terjadi ketika seseorang mengalami tekanan atau sebuah masalah yang memunculkan sifat emosional seperti marah atau sedih. Biasanya penderita anxiety juga akan mengalami depresi jika keadaan emosionalnya tidak bisa dikendalikan atau diluapkan.

Pada saat seseorang mengalami tekanan atau mendapatkan rasa cemas dalam jangka waktu yang lama, memori otak mereka akan sulit untuk melupakannya. Jika amygdala mendapat informasi yang merugikan dan menakutkan untuk tubuh, maka otak akan mendapatkan informasi untuk siaga dan otak akan merilis hormon yang bisa menimbulkan impuls agresif (sifat dasar hewan), di mana tubuh akan berekspresi berlebihan, takut, cemas dan sulit untuk berpikir positif. Jika tidak bisa mengontrol hal tersebut maka depresi akan terjadi.

Pada tahun pertama memasuki perguruan tinggi, seorang mahasiswa baru perlu menyiapkan waktu untuk perkembangan mental mereka. Seorang mahasiswa baru, khususnya mahasiswa rantau yang masih beradaptasi dengan lingkungan dan teman barunya mungkin memiliki perberbedaan jauh dengan tempat asalnya.

Peran lingkungan, teman dekat, keluarga, dan orang tua sangat dibutuhkan pada tahun pertama ini. Adaptasi dan penyesuaian lingkungan ini merupakan momen penting yang dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi kesehatan dan kenyamanan, serta kesuksesan jangka panjang prestasi dan pendidikan mereka.

Dalam beberapa minggu terakhir di Indonesia, kita telah melihat di berbagai platform sosial media meningkatnya masalah kesehatan mental mengenai bunuh diri di kalangan anak muda, khususnya mahasiswa.

Bunuh diri merupakan fenomena yang sampai saat ini belum bisa ditentukan akar permasalahannya secara spesifik, tetapi anxiety dan depresi umumnya merupakan penyebab terjadinya bunuh diri.

Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa bunuh diri disebabkan oleh kombinasi faktor dan motivasi pelaku yang saling berkaitan satu sama lain, baik faktor dari luar maupun dari dalam. Gangguan psikologis yang tidak seimbang merupakan faktor penyebab ataupun dorongan untuk seseorang untuk melakukan percobaan bunuh diri.

Contoh kasus di atas merupakan bukti yang mengkhawatirkan, bahwa mahasiswa baru tersebut mungkin memiliki gangguan psikologi yang dalam dan terlambat untuk ditangani. Risiko depresi dan kecemasan tinggi mungkin diakibatkan adaptasi lingkungan yang belum kuat dan adanya konflik tambahan dari luar, sehingga kecemasan yang tentunya berlanjut ke dalam tahap depresi semakin tinggi dan keinginan bunuh diri tercapai.

Baca juga: Inilah Tanah Kelahiranku, Cianjur, Beserta dengan Budaya nya

Di sisi lain, terdapat lebih dari 12 juta orang pada kelompok usia yang sama menderita depresi. Gangguan jiwa seperti ini bisa menyebabkan orang melakukan tindakan nekat, misalnya bunuh diri.

Contoh data registrasi yang dikumpulkan Badan Penelitian dan Pengembangan pada 2016 menunjukkan bahwa sekitar 1.800 orang melakukan bunuh diri setiap tahunnya. Angka tersebut menunjukkan rata-rata 5 orang melakukan bunuh diri setiap tahunnya. Sayangnya, diketahui sekitar 47,7 persen pelaku bunuh diri berusia antara 10 dan 39 tahun. Kelompok ini termasuk dalam kategori usia remaja dan masyarakat produktif.

Dengan data di atas dapat diketahui bahwa anxiety dan depresi dapat dikaitkan dengan teori psikoanalisis yang dikembangkan oleh tokoh filsafat Sigmund Freud.

Filsuf Sigmund Freud sendiri juga bergelut dengan anxiety dan depresi semasa hidupnya, yaitu:

  1. Anxiety : Freud diketahui menderita kecemasan sepanjang hidupnya, terutama di tahun-tahun terakhir hidupnya. Dia menulis tentang perjuangannya melawan kecemasan dalam karyanya, dan dia juga mencari solusi untuk mengobatinya.
  2. Depresi : Freud juga mengalami masa depresi sepanjang hidupnya. Dia menulis tentang perjuangannya melawan depresi dalam karyanya, dan dia juga mencari pengobatan untuk itu.

Sigmund Freud, pendiri psikoanalisis, dikenal karena teori dan kontribusinya di bidang psikologi. Freud menganggap bunuh diri sebagai pembunuhan. Ia berpendapat bahwa anxiety adalah keadaan efektif, tidak meyenangkan disertai dengan sensasi fisik akan hal bahaya yang akan datang.

Contohnya ketika seseorang kehilangan orang yang dicintai dan meleburkan orang tersebut dengan dirinya, sifat agresi dialihkan ke dalam otak. Jika perasaan ini cukup kuat dan atau perasaan sakit yang tidak bisa ditampung lagi, maka orang tersebut akan melakukan self harm atau yang lebih mengancam nyawa, yaitu bunuh diri.

Freud berpendapat bahwasannya tujuan dari kehidupan adalah kematian. Dari sinilah kemudian muncul dorongan agresif yang tujuannya untuk mempertahankan ego atau ke-akuan dengan cara menyalurkan insting kematian yang sifatnya merusak ke objek luar dan mengubahnya menjadi tindakan yang bisa diterima oleh lingkungan.

Hal ini dimaksudkan untuk menyalurkan energi dari insting kematian. Akan tetapi, kegagalan ego untuk menyalurkan insting kematian menyebabkan agresi berbalik ke dalam dirinya sendiri.

Baca juga: Dari Masa ke Masa: Pelabuhan Selat Madura

Depresi dan anxiety bukan merupakan hal yang baru lagi bagi kehidupan mahasiswa, khususnya mahasiswa baru. Kurangnya kepedulian lingkungan menjadi kerentanan terhadap kesehatan mental seorang mahasiswa yang masih beradaptasi.

Mahasiswa yang mengalami anxiety dalam waktu dekat atau lama memiliki peluang untuk mengalami depresi. Jika depresi tidak terbendung dan terjadi dengan waktu yang lama, maka peluang untuk bunuh diri juga besar.

Lingkungan yang positif dan suportif sangat penting untuk seorang mahasiswa baru, seperti komunikasi dengan keluarga, orang tua, saudara, pacar, maupun sahabat akan memiliki dampak besar untuk kesehatan mental mereka.

Sumber Referensi :

- https://doi.org/10.54170/dp.v2i1.76

- https://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/psiko/article/view/6387

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini