Menilik Gunung Penanggungan Dengan Sejuta Situs Sejarahnya

Menilik Gunung Penanggungan Dengan Sejuta Situs Sejarahnya
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukmelambung

Gunung Penanggungan yang terletak di dua Kabupaten yaitu Pasuruan dan Mojokerto, mempunyai 4 jalur resmi pendakian diantaranya Jalur Tamiajeng, Jolotundo, Kunjorowesi dan Tlaga. Selain itu ada juga beberapa jalur yang belum resmi atau hanya warga sekitar yang tahu, ialah jalur Kedungudi, Kesiman, Duyung dan masih banyak lagi.

Gunung Penanggungan menjadi salah satu gunung yang banyak diminati di Jawa Timur. Selain karena pemandangannya yang indah, cuaca yang dingin dan alam yang sudah bersahabat dengan manusia, sehingga pendaki yang mengunjungi Gunung Penanggungan dari berbagai kalangan dan usia. Gunung Penanggungan juga cocok untuk pendaki pemula yang baru menekuni naik gunung atau yang suka aktifitas Outdoor.

Gunung yang memiliki ketinggian 1.653 meter di atas permukaan laut ini menyimpan banyak pesona dan misteri yang akan membuat pengunjungnya terkagum-kagum sekaligus heran disaat yang bersamaan. Mengapa demikian? Gunung Penanggungan diabad ke-13 dianggap Gunung Suci atau pada masyarakat diera itu di sebut Gunung Pawitra (Suci). Ya, diabad ke-13 Gunung Penanggungan memang menjadi wilayah khusus (Sima) masa kerajaan Majapahit. Buktinya, hampir di semua lerengnya memiliki peninggalan berupa Candi, Goa dan Pertapaan peninggalan zaman Majapahit akhir.

Beberapa situs zaman Majapahit akhir yang ada di Gunung Penanggungan bisa kalian nikmati langsung saat mendaki Gunung Penanggungan lewat jalur Jolotundo, Trawas, Mojokerto. Dalam Ekspedisi Ubaya "Menepis Kabut Pawitra" Jalur pendakian Gunung Penanggungan terutama via Jolotundo ini memang sangat istimewa, karena sejak awal mendaki di basecamp sampai tempat Camp pengunjung akan disuguhi dengan magisnya peninggalan zaman Majapahit akhir.

Marhaenisme-nya Sukarno, Nasionalisme-nya Rakyat Kecil

Destinasi Situs Majapahit yang Ada di Gunung Penanggungan

Diawal pendakian Pengunjung akan melewati Petirtaan Jolotundo, Menurut Ditjen Kebudayaan Kemendikbud, Petirtaan Jolotundo ini dipercaya sebagai air suci untuk persembahan atau sembayang pada era kerajaan Majapahit. Selain itu, air di petirtaan ini dipercaya bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Tak hanya itu, Air di petirtaan Jolotundo juga pernah diteliti bawasannya kualitas air nya sangat bagus untuk dikonsumsi langsung.

Setelah Pengunjung berjalan satu jam melewati Petirtaan Jolotundo dan hutan yang cukup lebat, Pengunjung akan bertemu dengan situs Candi Bayi. Candi ini berbentuk kotak, atau batu yang di tata menyerupai altar pemujaan. Dinamakan Candi Bayi karena konon kata warga sekitar saat ditemukan di batu candi ada gambar bayi atau anak kecil.

Usai melewati Candi Bayi, suasana pendakian akan melewati hutan yang masih rimbun dan melewati sungai kering. Medan pendakian di jalur ini cukup bersahabat karena jalan setapak berupa tanah dan sedikit bebatuan.

Plakat Pendakian Gunung Penanggungan
info gambar

Setelah satu jam perjalanan pendakian, Pengunjung akan bertemu Candi Putri dan Candi Gentong. Candi Putri ini berupa Punden Berundak tiga tingkat dan bentuk candinya lumayan cukup utuh. Sedangkan Candi Gentong menyerupai ember besar, atau Gentong dalam bahasa Jawa dan disampingnya menyerupai altar.

Sampai di destinasi ini, akan ada banyak papan penunjuk jalan yang akan mengarahkan Pengunjung ke berbagai situs Candi yang ada di Penanggungan. Seperti ke Candi Kendalisodo, Candi Kama, dan Puncak Bekel.

Untuk tempat camp atau bermalam sendiri paling nyaman di Candi Sinta karena suasananya yang hening dan tempatnya yang juga luas. Dari Candi Gentong ke Candi Sinta cukup berjalan 45 menit. Dari titik ini ada tiga persimpangan, dimana semua persimpangan ini mengarah ke berbagai situs Candi. Jika kita lurus akan ke arah Puncak Penanggungan, sedangkan jika ke kiri Pengunjung akan bertemu jalur pendakian dari Kunjorowesi dan Tlaga.

Mengapa Harus Menonton Oppenheimer?

Sedangkan jika ke arah kanan Pengunjung akan bertemu jalur pendakian Keduangudi, disini juga banyak situs Candi yang besar dan istimewa dibanding lainnya karena bentuk Candinya yang masih utuh.

Sementara, Jika ke atas Pengunjung akan melihat situs Goa Pertapaan, Candi Wisnu, Candi Guru dan Candi Siwa, sedangkan kalau arah turun kebawah akan bertemu situs Candi Penanggungan, Candi Lurah dan Candi Carik.

Selain itu disini juga banyak situs peninggalan Candi, yaitu Candi Wayang, Candi Gajah Mungkur, Candi Dharmawangsa, Krajan dan Candi Kama.

Relief Candi Wayang
info gambar

Yang menarik, disitus candi Wayang dan Gajah Mungkur masih ada relief candi yang masih terlihat jelas. Menurut penuturan masyarakat, relief ini bercerita tentang Panji. Cerita Panji adalah cerita tentang seorang pangeran yang mencari istrinya yang hilang.

Membangun camp di sekitaran Candi Sinta, kemudian di Sore dan esok hari nya dilanjutkan dengan menjelajah situs Candi di Gunung Penanggungan sungguh sangat direkomendasikan untuk siapapun yang belum pernah merasakan pendakian dengan sensasi mengenal lebih dekat sejarah Indonesia.

Bagaimana? Apakah teman-teman sudah tertarik explore Gunung Penanggungan beserta situs sejarahnya? Sungguh seru dan mengesankan bukan, mendaki Gunung Penanggungan via Jolotundo, Pengunjung bisa melihat situs peninggalan masa Majapahit akhir dan bisa merasakan kemegahannya diera Kejayaan Majapahit, Kerajaan Hindu terbesar di Jawa yang sempat menguasai sebagian wilayah Asia Tenggara.

Vihara Karangdjati, Vihara Semua Umat

Uniknya, situs Candi yang ada disekitaran Gunung Penanggungan sudah terdeteksi hampir 100 situs. Namun yang sudah dalam pemugaran masih sekitar 25-30 situs candi.

Jika dilihat dari karakteristik bentuknya, situs yang ada di Gunung Penanggungan berbentuk Punden berundak yang digunakan untuk pemujaan. Seperti yang telah dijelaskan diawal, dimasa Majapahit, Gunung Penanggungan memang dianggap suci. Jadi, tak heran jika setiap jengkal peninggalannya merepresentasikan sarana ibadah atau kepercayaan pada dzat yang lebih tinggi. Masyarakat jawa kuno percaya bahwa Nenek moyang atau Dewa yang mereka sembah berada di tempat-tempat tinggi seperti Gunung.

Mari, kenali budayamu! Dan ceritakan lebih luas kepada Dunia. Ini budayaku, Bagaimana Budayamu?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini