Cerita Pakaian dari Kulit Kepuak yang Hangatkan Warga Dayak Delang

Cerita Pakaian dari Kulit Kepuak yang Hangatkan Warga Dayak Delang
info gambar utama

Kulit kepuak telah sejak lama menjadi alat penahan dinginnya udara malam di Desa Landau Kantu, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah. Karena itu masyarakat selalu memproduksi hal tersebut, khususnya perempuan.

Sri Rahayu, warga Desa Landau Kantu biasa mengisi waktu sebagian masa remajanya mempelajari cara pembuatan dari kulit batang kepuak. Sebagai perempuan, Sri Rahayu wajib mempelajari kerajinan itu.

“Semua perempuan di sini harus bisa membuat kain dari kulit pohon itu,” jelas Sri Rahayu yang dimuat Trubus.

Tradisi Lom Plai, Bersih-Bersih Desa untuk Bersyukur atas Panen Padi

Kemampuan itu diajarkan turun-temurun oleh para tetua dari Desa Landau Kantu. Karena itu, hampir semua kaum ibu di Kabupaten Lamandau mampu mengolah kulit kepuak segar menjadi kain.

“Selimut dan kelambu untuk anak-anak pun saya buat sendiri,” kata perempuan berusia 54 tahun.

Pakaian sehari-hari

Sri Rahayu menjelaskan bahwa pakaian dari kulit kayu ini menjadi busana sehari-hari masyarakat etnis Dayak Delang. Mereka memang jarang membeli pakaian, biasanya hanya menjahit sendiri.

“Apalagi waktu itu siaran televisi belum sampai ke sini,” ungkapnya.

K Heyne dalam Tumbuhan Berguna Indonesia (1930) mengungkapkan bahwa sejak abad ke 20, pakaian dan kerajinan berbahan kulit kayu menjadi bahan mewah yang diekspor ke negara-negara Eropa.

Keberkahan Hutan Kalimantan yang Tersaji dalam Sepiring Makanan Orang Dayak

Ketika kemarau, pakaian kulit kayu lebih nyaman digunakan daripada pakaian berbahan katun. Namun lantaran bahan katun murah dan mudah diperoleh, masyarakat sekitar mulai meninggalkan pakaian dari kulit kayu.

“Padahal populasi pohon kepuak di kebun dan hutan Lamandau berlimpah. Biji dari buah yang tidak dipetik tumbuh menjadi pohon baru,” paparnya.

Kehilangan generasi

Semaun, suami dari Sri Rahayu merasa miris saat melihat generasi muda di desanya tak lagi bisa membuat pakaian dari kulit kayu. Padahal generasi yang saat ini berusia 20 tahun masih menggunakan selimut dan kelambu dari kulit kepuak.

“Etnis Dayak di Lamandau mengalami gegar budaya,” ucapnya.

Karena itulah Bupati Lamandau Ir Marukan (2008-2018) mengungkapkan rencana menggandeng Yayasan Bina Swadaya untuk mengembangkan potensi daerah Lamandau melalui pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Kisah Warga Dayak yang Sebulan Berpatroli untuk Menjaga Hutan Wehea

“Hal besar pun harus dimulai dari satu langkah kecil, tidak bisa instan,” tutur Marukan.

Meskipun demikian, dia optimis Lamandau bisa mengatasi ketertinggalan. Tradisi membuat pakaian, selimut, kelambu dari kulit pohon kepuak, berbagai buah tropis, warisan budaya mereka adalah harta karun untuk kemajuan Lamandau.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini