Mengenalkan Kembali Siti Rukiah, Sastrawan yang Dipaksa Berhenti Menulis di Masa Orde Baru

Mengenalkan Kembali Siti Rukiah, Sastrawan yang Dipaksa Berhenti Menulis di Masa Orde Baru
info gambar utama

"Saya mengartikan arti cinta itu tidak semata dimasukkan kepada asmara, percintaan antara seorang dengan seorang saja. Cinta itu besar pengertiannya, cinta adalah meliputi soal-soal bentuk keseluruhan hidup dan alam yang memang jauh dan tinggi untuk diselaminya,"

-Surat S. Rukiah kepada H.B. Jassin

Siti Rukiah. Itulah namanya.

Sebagian dari kita mungkin masih belum familiar dengannya sebagai salah satu sastrawan dari Tanah Air dengan karya besarnya yang hadir di era dekade awal pasca kemerdekaan.

Ketidaktahuan kita bukan tanpa alasan. Sebab, ia jadi salah satu sastrawan yang dibungkam di era Orde Baru. Ibu Siti dipaksa untuk berhenti menuliskan karya-karyanya yang dianggap vokal, menyinggung kondisi sosial politik di masa itu.

Sehingga, wajar kalau namanya tenggelam ke permukaan. Meskipun karyanya tidak bisa dipandang sebelah mata, paling tidak oleh kita semua setelah kejatuhan Orde Baru yang lebih memiliki kebebasan dalam bersuara. Selama masa-masa bungkamnya, namanya pun perlahan tenggelam dalam sejarah.

Bahkan, sampai akhir hayatnya di tahun 1996, ia tidak pernah menulis lagi.

Foto: Fazer/GNFI
info gambar

Masih dalam rangkaian acara Pekan Kebudayaan Nasional 2023, di "Ruang Tamu" yang berlokasi di Rubanah Underground Hub, Gondangdia, Jakarta Pusat, nama Siti Rukiah diupayakan muncul kembali ke permukaan.

Tujuannya agar masyarakat dapat mengenal riwayat hidupnya, menyelami karya-karyanya, serta mengapresiasinya sekaligus mengingat kembali sejarah.

Khususnya soal satu karya monumentalnya yang bernama "Kejatuhan dan Hati".

Memahami Konsep ‘Lumbung’ Sebagai Filosofi Pekan Kebudayaan Nasional 2023

Sastra, revolusi, dan romansa dari sudut pandang perempuan

Foto: Vicky/GNFI
info gambar

Siti Rukiah Kertapati, seorang penulis perempuan Indonesia yang lahir di Purwakarta pada tahun 1927, mulai mempublikasikan karyanya pada tahun 1940-an. Ketika berusia 19 tahun, ia telah menunjukkan bakat menulisnya.

Di tahun 1950, Siti Rukiah diangkat sebagai Sekretaris Redaksi Pudjangga Baru oleh Sutan Takdir Alisjahbana. Pada tahun yang sama, novelnya yang berjudul "Kedjatuhan dan Hati" diterbitkan oleh Pustaka Rakjat dan mendapat pujian positif dari para kritikus sastra.

Siti Rukiah juga menunjukkan perhatian khusus pada bidang pendidikan, termasuk dalam pengembangan sastra anak-anak.

Novelnya, "Kedjatuhan dan Hati," diterbitkan oleh Pustaka Rakjat pada tahun 1950. Karya ini mengisahkan sebuah kisah romansa yang berlatar belakang pada masa gejolak Revolusi Kemerdekaan Indonesia.

Susi, tokoh utama dalam cerita tersebut, menantang konstruksi karakter fiksi perempuan yang lazim direpresentasikan dalam karya sastra Indonesia pada masa itu. Ia menolak narasi laki-laki yang heroik dan gagah, terutama dalam konteks era revolusi kemerdekaan.

Menghanyutkan tapi menggugat, liris sekaligus berani. Itulah yang digambarkannya dalam tokoh Susi sebagai perempuan.

Sehingga, bisa dikatakan kalau Siti Rukiah menawarkan penggambaran tentang Revolusi Kemerdekaan Indonesia dengan cara yang berbeda dibandingkan para penulis di zamannya.

Tak hanya menonjol dalam dunia penulisan, ia juga aktif di beberapa organisasi seperti Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani). Aktivitas politiknya membuatnya menjadi salah satu korban pelanggaran HAM massal yang terjadi antara tahun 1965-1966.

Pasca karya-karyanya dilarang dan dicabut dari peredaran, S. Rukiah ditangkap dan dipenjara, lalu dijatuhi hukuman tahanan rumah, hingga akhirnya dibebaskan pada tahun 1969.

Setelah pengalaman itu, S. Rukiah berhenti menulis dan terlupakan dari dunia sastra.

PKN 2023: Ketika Pendidikan dan Kebudayaan Melebur dalam Satu Ruang di Muskitnas

Mengalihmediakan karya S. Rukiah sebagai apresiasi

Foto: Fazer/GNFI
info gambar

Tema pameran "Kejatuhan dan Hati: Romansa di Tengah Gejolak Revolusi" berangkat dari konsep dan pemikiran S. Rukiah mengenai Revolusi Kemerdekaan Indonesia yang tertuang dalam karyanya.

Pameran ini merupakan bagian dari Kuratorial Jejaring, Rimpang pada PKN 2023. Yang mana, ide ini muncul dari residensi Enin Supriyano selaku kurator serta Grace Samboh & Lilin Rosa Santi sebagai asisten kurator.

Dalam proyek ini, upaya dilakukan untuk menginterpretasikan "Kejatuhan dan Hati," terutama karakter Susi sebagai protagonis utama dalam novel tersebut, ke dalam bentuk berbagai media seni rupa. Selain itu, proyek ini juga memamerkan beberapa arsip hasil temuan dari tim peneliti.

Foto: Fazer/GNFI
info gambar

Beberapa seniman yang terlibat dalam proyek "Kejatuhan dan Hati" meliputi Azisa Noor, yang memiliki latar belakang dalam ilustrasi dan komik; Emmalou Hale, yang ahli dalam bidang fesyen; Eyi Lesar, yang berpengalaman dalam tari dan performance art; Gurat Sahabat, yang mahir dalam drawing dan animasi; serta rurukids, yang memiliki keahlian dalam multimedia.

"Di sini daya tariknya itu para pameris di sini mengalihmediakan karya tulis yang dibuat Ibu Siti Rukiah ke dalam media instalasi kemudian performance art, ilustrasi, dan karya-karya lain," ujar Dzulfahmi Abyan selaku art sitter pameran "Kejatuhan dan Hati" kepada GNFI.

Gerakan Kalcer Kata Kota Kita: Merayakan Budaya dan Kreativitas sebagai Pemberdayaan Kota

Menyelami karya Siti Rukiah dari para seniman

Foto: Fazer/GNFI
info gambar

Sebagai pengantar, Memasuki Rubanah Underground Hub, di bagian sebelah kiri terdapat sekilas soal kutipan surat Siti Rukiah kepada H.B Jassin yang mendefinisikan arti cinta dari sudut pandangnya.

Hal ini jadi sebuah awalan yang memberikan sedikit kilasan bagaimana pemikiran dari Siti Rukiah yang sedikit banyaknya juga turut memengaruhi bagaimana ia menciptakan karya-karyanya.

Terpampang pula informasi yang memanjang sepanjang dinding ruangan di sebelah kiri mengenai bagaimana riwayat hidup Siti Rukiah yang diberi judul "Jejak Merah S. Rukiah". Dari sini, pengunjung dapat memahami garis waktu hidupnya secara runut yang dibagi dalam beberapa masa.

Foto: Fazer/GNFI
info gambar

Pertama dimulai dari masa kecilnya, ketertarikannya pada dunia tulis menulis dan perlawanan, era ketika ia mulai ditahan pemerintah pasca Gerakan 30 September, sampai dengan cerita soal bagaimana ia sampai akhir hayatnya tidak pernah menulis lagi.

Bergeser ke sebelahnya, terdapat karya visual berlatar belakang peta Purwakarta dengan kisah perjalanan Susi yang dibentuk menjadi komik. Setiap komik ini diletakkan secara geografis, sesuai lokasi yang jadi bagian perjalanan hidupnya.

Pada bagian kanan, kita bisa melihat kain perca berwarna merah yang menjuntai di ruangan dengan jahitan yang dibuat menjadi tulisan serta instalasi kain putih dengan goresan ilustrasi berwarna merah.

Foto: Fazer/GNFI
info gambar

Tepat di sebelahnya, terdapat sajian performance art audio visual dengan media tepung yang disajikan dalam bentuk rekaman. Tepung ini punya arti. Diambil dari perjalanan hidup Susi yang mengalami banyak penghakiman dalam hidupnya untuk menemukan jati dirinya

Lebih jelasnya, tepung yang dapat berubah menjadi lembut dan keras jadi simbolisasi akan sifat Susi sebagai manusia yang melewati banyak hal ketika menghadapi "hakim" tersebut.

"Lalu, instalasi di bagian belakang merespon bagaimana anak-anak bisa andil dalam memahami karya Siti Rukiah yang "terkesan berat". Dengan begitu bisa meresponnya dengan rasa kasih dan sayang antara orang tua dan anaknya," lanjut Dzul.

Foto: Fazer/GNFI
info gambar

Pada bagian ini, pengunjung pun bisa menuliskan apa yang ada di pikirannya atau yang ingin disampaikan soal kasih sayang dengan menggunakan kertas yang tersedia di meja rias tengah.

Dari pameran ini, kita bisa mengenal Susi secara lebih dekat, bahkan hingga ke dalam jiwanya. Kita juga bisa memahami kalau karya Siti Rukiah punya peran penting akan sastra di masanya meski dibungkam Orde Baru. Karyanya dapat memukau orang dari lintas generasi.

Harapannya, pameran ini pun dapat mencetak "Susi-susi" yang lain sekaligus menyadarkan masyarakat atas peran penting dan perjalanan kepengarangan Siti Rukiah.

PKN 2023 di PT PFN: Menghargai Budaya dengan Hubungan Erat Manusia dan Lingkungan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Fazer Mileneo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Fazer Mileneo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini