Melacak Wayang Beber, Warisan Tak Benda yang Sekarang Dikeramatkan

Melacak Wayang Beber, Warisan Tak Benda yang Sekarang Dikeramatkan
info gambar utama

Pertunjukan wayang beber merupakan kesenian yang sudah langka dan terpinggirkan. Jejak artefak wayang beber ternyata telah dikenal sejak 700 tahun silam. Masa keemasan wayang beber sejak zaman Majapahit hingga awal berdirinya Mataram islam.

“Setelah itu kesenian tersebut mulai tergantikan oleh kehadiran wayang kulit,” ujar kurator Balai Soedjatmoko, Adrus Sawega yang dimuat Tempo.

Wayang Tertua di Indonesia Bukan Wayang Kulit

Wayang beber tertua terdapat di Desa Karang Talun, Kelurahan Gedompol, Kecamatan Donorojo, Pacitan, Jawa Tengah. Lalu di Desa Gelaran, Kelurahan Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo (Wonosari), Gunungkidul, Yogyakarta.

Di Pacitan, Wayang beber disimpan dan dilestarikan oleh Mbah Mardi. Diceritakan wayang beber ini adalah hadiah dari Raja Brawijaya yang diwariskan secara turun temurun. Sedangkan di Wonosari, pemilik wayang beber adalah Ki Supar.

“Artefak itu diperlakukan sebagai pusaka yang dikeramatkan,” jelasnya.

Cerminan kehidupan

Meski disebut wayang, tetapi jenis kebudayaan ini tak berbentuk obyek dua atau tiga dimensi. Rangkaian kisahnya ditorehkan dalam bentuk lukisan. Medianya berupa kertas kuno bernama dluwang (kertas) yang digulung.

Bunyi gamelan mendayu sepanjang pantas. Memang tak serancak musik tradisional Jawa pada umumnya. Juga tak ada suara pesinden (penyanyi wanita), satu-satunya yang bernyanyi adalah dalang.

“Semuanya ada 6 gulungan. Dan setiap gulungan menampilkan 4 adegan yang disebut jagong,” kata dalang Wayang Beber, Rudi Prasetyo yang dimuat Detik.

Kisah Wayang dalam Kotak Perhiasan Kartini: Dari Kakrasana hingga Srikandi

Rudi menjelaskan kisah dalam wayang beber sarat romantika. Hal ini cerminan kehidupan nyata, cerita yang disuguhkan dibalut nilai heroisme, suka, duka dan berakhir bahagia. Dia menyakini seni pertunjukan kuno itu merupakan buah olah rasa dan estetika leluhur.

“Dari 6 gulungan itu setiap gulungan ada 4 jagong. Jadi jumlah total 24 jagong. Namun (jagong) yang terakhir tidak boleh dibuka,” paparnya.

Perlu ritual

Rudi tidak mengetahui mengapa bagian terakhir dari gulungan wayang beber tak boleh dibuka. Tak satupun pelaku pementasan berani membukanya. Bila nekat membuka jagong terakhir dapat berdampak buruk pada kehidupan yang bersangkutan.

Dia hanya memainkan wayang beber duplikat yang dilukisnya sendiri mengacu pada karya autentik. Tetapi sosok pendidik yang juga mengelola sanggar seni itu tetap memperlakukannya seperti wayang beber asli, termasuk ritual.

“Dalang punya ritual sendiri, penabuh gamelan juga melakukan ritualnya sendiri,” katanya.

Kampung Wayang Kulit, Sidowarno : Lestarikan Warisan Budaya Dunia Di Era Modern

Hingga kini awal mula wayang beber masih simpang siur. Tetapi ada kepercayaan bahwa awalnya mulanya ketika putra Raja Majapahit tengah sakit. Beragam pengobatan sudah dilakukan, tetapi sang putra tak kunjung sembuh.

Karena kepanikan itu, pihak kerajaan mengadakan sayembara. Lantas seorang bernama Nolodremo yang tinggal di Pacitan berangkat ke Kota Raja Majapahit untuk mengikuti sayembara tersebut.

“Dengan metode pengobatannya itu Mbah Nolodremo bisa menyembuhkan penyakit putra raja itu. Sehingga diberi beliau diberi hadiah berupa wayang beber itu,” terangnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini