Nikmati Hidup sebagai Penonton

Nikmati Hidup sebagai Penonton
info gambar utama

Sekarang kita hidup di zaman, ”Kalau tidak sibuk, kita tidak dianggap produktif. Kalau tidak produktif, kita bisa dianggap gagal.” Oleh karena itu, banyak dari kita yang akhirnya malah terjebak dalam toxic productivity.

Toxic productivity adalah wujud kecanduan kerja yang berlebihan dan tidak sehat bagi fisik dan mental. Dan toxic productivity ini berpeluang membawa kita dalam kondisi burnout. Kondisi burnout sendiri merupakan kelelahan kronis yang menyebabkan penurunan produktivitas dan kesejahteraan kita.

Memang tidak mudah hidup di zaman yang serba cepat dan penuh tekanan. Di mana hustle culture atau budaya yang beranggapan bahwa untuk sukses kita harus bekerja tanpa kenal lelah. Kalau kita berhenti sejenak; kita bisa tertinggal dengan pencapaian teman-teman kita yang lain. Dan, parahnya hustle culture ini sudah dianggap sebagai standar kesuksesan di usia muda.

Oleh karena ini, kita dibuat terjebak dalam lingkaran persaingan yang tak ada akhirnya. Namun, apakah benar hidup kita seharusnya seperti ini? Apakah kita harus selalu sibuk dan produktif, bahkan ketika kita tidak mood melakukannya?

Hidup Seharusnya Seperti Apa?

Dalam buku The Effortless Life, Leo Babauta menyarankan kita untuk menjalani hidup dengan sederhana, dan tanpa upaya yang berlebihan. Babauta memberikan perspektif bahwa hidup sebenarnya tidak sesulit yang kita pikirkan.

Charger Nusantara, Kolaborasi Teknologi dan Budaya

Babauta menyoroti bagaimana kita terperangkap dalam siklus kesibukan dan dramatisasi hidup. Sebagai masyarakat modern, kita sering kali menambahkan kebutuhan yang tidak perlu dan dibuat-buat dalam hidup ini.

Menurutnya sebagai manusia kita hanya membutuhkan hal-hal dasar untuk bahagia. Kita hanya memerlukan makanan, pakaian, rumah, dan hubungan sehat dengan sesama manusia.

Namun sayangnya, sebagian besar dari kita selalu terburu-buru mengerjakan banyak tugas, perintah, dan tergesa-gesa menuntaskan urusan tersebut, yang akhirnya menceburkan kita ke dalam banyak drama.

Dalam buku Hidup Sederhana, Desi Anwar mengibaratkan kita hidup dalam arena balap tikus. Dan, kitalah tikus-tikus yang terjebak dalam lingkaran persaingan tersebut; untuk mengejar sesuatu yang dinamakan kehidupan.

Bagaimana Cara Kita Keluar dari Arena Balap?

”Kita harus seperti mereka. Kita harus mencapai yang telah mereka capai dan memiliki apa yang mereka miliki. Kalau tidak, hidup bisa dikatakan gagal karena kita kurang cepat mencapai apa pun seperti mereka.”

Dengan ini, tanpa sadar kita menempatkan diri kita pada satu jalur balap yang sama. Terus berlari, tanpa menyadari bahwa ini bukan esensi sejati dari hidup. Jadi, wajar saja hidup kita menjadi menegangkan. Kita sendiri saja menganggapnya bahwa hidup adalah persaingan.

Kisah Penemuan Hobbit dari Flores, Arkeolog Harus Gali Sedalam 6 Meter

Paulo Coelho menyatakan, "Hidup ini bukanlah untuk membuktikan apa pun kepada siapa pun." Namun sayangnya, kita sering mencari validasi dari orang lain, tanpa menyadari bahwa hidup ini sebenarnya tentang diri kita sendiri.

Di sisi lain, Desi juga memberikan pandangan segar kepada kita tentang bagaimana hidup sebenarnya. Menurutnya seharusnya hidup ini tidak selalu diartikan sebagai ajang persaingan. Ia menyarankan kita untuk keluar dari arena balap tikus, dan sekedar menjadi penonton.

Menjadi penonton menyadarkan kita bahwa hidup bukanlah sekedar persaingan, melainkan hanya kesimpangsiuran yang menyesatkan. Bagaimanapun, tak ada yang lebih nikmat daripada duduk-duduk santai, sementara orang lain sibuk lalu lalang.

Bukankah dalam kesibukan sehari-hari, kita mungkin melewatkan senja yang indah atau tertawa bersama teman-teman?

Lima Pemuda Inspiratif Terima Apresiasi 14th SATU Indonesia Awards 2023 dari Astra

Menjadi penonton bukan berarti kita menyerah. Menjadi penonton justru memberi kita kesempatan untuk melihat tujuan hidup kita dari sudut pandang yang berbeda. Kita bisa menilai apakah tujuan itu benar-benar sesuai dengan apa yang kita inginkan, atau hanya merupakan ekspektasi dari orang lain.

Sebagai penonton kita menemukan esensi hidup sebenarnya bukan terletak pada seberapa cepat kita mencapai tujuan, melainkan seberapa banyak kita menikmati setiap momen hidup ini. Jadilah penonton yang bijak, saksikan hidup mengalir, dan nikmati hidup setiap detiknya.

Jadi, bagaimana agar kita tidak terjebak dalam lingkaran persaingan tak ada akhirnya?

Pertama, kita perlu memahami bahwa hidup bukanlah persaingan dengan orang lain. Masing-masing dari kita memiliki ritme dan perjalanan sendiri. Kedua, kita perlu mengizinkan diri kita untuk sesekali menjadi penonton. Dengan menjadi penonton, kita bisa menikmati setiap momen tanpa tergesa-gesa.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MW
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini