Lengkap, Sejarah dan Jenis Aksara Jawa atau Hanacaraka

Lengkap, Sejarah dan Jenis Aksara Jawa atau Hanacaraka
info gambar utama

Tidak hanya bahasa yang beragam, Indonesia memiliki berbagai jenis aksara Nusantara yang khas dan unik. Jika saat ini kamu hanya mengenal aksara Latin (aksara Romawi) dan aksara Arab, ini waktu yang tepat untuk memahami berbagai aksara khas Nusantara, salah satunya Hanacaraka atau Honocoroko.

Indonesia dengan kekayaan budayanya ternyata memiliki 12 aksara Nusantara. Aksara tersebut meliputi, aksara Jawa, Bali, Sunda Kuno, Bugis atau Lontara, Rejang, Lampung, Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Mandailing, dan Kerinci (Rencong atau Incung). Dari kedua belas aksara tersebut, aksara Jawa menjadi simbol dalam komunikasi yang cukup terkenal.

Kisah dibalik terciptanya Hanacaraka atau aksara Jawa cukup terkenal di masyarakat. Dikisahkan ada seorang pemuda sakti bernama Ajisaka. Ia memiliki dua abdi yang sangat setia bernama Dora dan Sembada.

Suatu hari, Ajisaka melakukan pengembaraan bersama Dora ke Kerajaan Medhangkamulan. Ajisaka hendak menjalankan misi untuk menumbangkan Raja Medhangkamulan yang rakus dan menakutkan. Sedangkan, Sembada diperintahkan untuk tetap berada di Pulau Majethi dan menjaga keris pusaka milik Ajisaka agar tidak jatuh ke tangan selain dirinya.

Ketika Ajisaka berhasil merebut Kerajaan Medhangkamulan dari Prabu Dewata Cengkar, Ajisaka memerintahkan Dora untuk mengambil pusaka di Pulau Majethi. Akan tetapi, Sembada yang teringat dengan pesan Ajisaka, berusaha menghalangi Dora untuk mengambil keris tersebut. Kesalahpahaman tersebut menyebabkan keduanya bertarung dan akhirnya mereka tewas.

Menyadari hal tersebut, Ajisaka lantas menyesali perbuatannya dan melantunkan pantun Hanacaraka.

Ha Na Ca Ra Ka

Ada utusan

Da Ta Sa Wa La

Saling Berkelahi

Pa Dha Ja Ya Nya

(Mereka) sama-sama sakti

Ma Ga Ba Tha Nga

Dan akhirnya semuanya mati

Hanacaraka dan Makna Bijak di Baliknya

Makna Hanacaraka, Mengatur Hubungan Manusia dengan Tuhan

Secara maknawi, Hanacaraka atau honocoroko dapat diartikan melalui berbagai versi. Akan tetapi, inti dari aksara Jawa tersebut ialah manusia sebagai utusan wajib menaati Tuhan yang menjadi dalang dalam segala hal yang ada di alam semesta. Ketika manusia dipanggil dan beri tugas, manusia tidak boleh menolak perintah Tuhan.

Di dunia ini, ada hal yang selalu berpasang-pasangan, seperti perempuan dengan laki-laki, atau hitam dan putih. Untuk itu, manusia dituntut untuk saling memahami dan menerima Selain berusaha semaksimal mungkin, manusia juga diajarkan untuk ikhlas dan menerima takdir yang telah digariskan.

Aksara Jawa (Hanacaraka) dan Pasangannya

Secara umum, aksara Jawa memiliki 20 huruf yang semuanya berakhiran “a”. Oleh karena itu, untuk mematikan bunyi vokal “a” tersebut dibutuhkan pasangan aksara Jawa yang juga berjumlah 20.

pasangan aksara jawa
info gambar

Penulisan pasangan Hanacaraka memiliki dua aturan. Untuk aksara: Ca, Ra, Ka, Da, Ta, La, Dha, Ja, Ya, Ma, Ga, Ba, Tha, Nga, pasangan diletakkan dibawah aksara yang dipasanginya.

Sedangkan untuk aksara Ha, Sa, Pa, Nya, pasangan aksara jawa diletakkan sejajar di sebelah kanan aksara. Terakhir, Na dan Wa diletakkan menggantung ke aksara yang dipasanginya.

Contoh: Kata ꧋ꦄꦤꦏ꧀ꦱꦥꦶ dibaca “anak sapi” bukan “anaka sapi”. kata “anak sapi” memerlukan pasangan aksara “sa” untuk mematikan bunyi “ka” menjadi “k”.

Aksara Murda

aksara murda
info gambar

Aksara murda merupakan aksara yang digunakan di awal kata atau kalimat yang menyatakan nama orang, gelar kehormatan, tempat atau kota, dan instansi. Aksara murda hanya memiliki 8 huruf.

Contoh: “Surakarta”: ꦯꦸꦫꦏꦂꦠ menggunakan aksara murda “sa” ꦯ , bukan ꦱ.

Aksara Murda: Pengertian, Fungsi, Cara Menulis, dan Contoh

Aksara Swara

aksara swara
info gambar

Aksara swara merupakan huruf vokal pada Hanacaraka. Aksara swara digunakan pada kata yang berawalan bunyi vokal.

Contoh: “Indonesia”: ꦆꦤ꧀ꦢꦺꦴꦟꦺꦱꦶꦪ menggunakan aksara swara “i” ꦆ, bukan “hi” ꦲꦶ

Sandhangan

sandhangan aksara jawa lengkap
info gambar

Sandhangan swara

Sandhangan swara merupakan tanda bunyi yang mengubah vokal dasar “a” pada aksara Jawa. Sandhangan swara memiliki beberapa jenis.

  • Wulu: Sandangan yang digunakan untuk mengubah bunyi menjadi “i”. Contoh “kiri” ꧋ꦏꦶꦫꦶ
  • Pepet: Digunakan untuk mengubah bunyi aksara menjadi “e”. Contoh “Sela”: ꧋ ꦱꦼꦭ
  • Suku: Digunakan untuk mengubah bunyi aksara menjadi “u”. Contoh “Buku”: ꧋ꦧꦸꦏꦸ
  • Tagling: Sandhangan untuk mengubah bunyi aksara menjadi “é”. Contoh kata “Lele”: ꧋ꦭꦺꦭꦺ
  • Taling Tarung: digunakan pada sandhangan untuk mengubah bunyi aksara menjadi “o”. Contohnya “Loro”: ꧋ꦭꦺꦴꦫꦺꦴ

Sandhangan Sigeg

Sandhangan sigege berfungsi untuk mengakhiri aksara dengan menghilangkan huruf vokal pada kata terakhir. Sandhangan sigeg terdiri dari:

  • Wignyan: Sandhangan untuk mengubah bunyi aksara yang berakhiran “h”. Contoh “Wabah”: ꧋ꦮꦧꦃ
  • Cecak : Digunakan untuk mengubah bunyi aksara yang berakhiran “Ng”. Contoh “Sareng”: ꧋ꦱꦫꦺꦁ
  • Layar : Sandhangan yang digunakan untuk mengubah bunyi aksara yang berakhiran “R”: Contoh “Layar” : ꧋ꦭꦪꦂ
Aksara Swara: Definisi, Aturan Penggunaan, dan Contohnya

Sandhangan Anuswara

Sandhangan anuswara berfungsi untuk mengakhiri kalimat dengan bunyi konsonan Y, R dan W.

  • Cakra: Digunakan untuk merubah bunyi aksara seolah berakhiran “Y”. Contoh “Dzakkya”: ꧋ꦣ꧀ꦗ꦳ꦏ꧀ꦏꦾ
  • Pengkal: Sandhangan untuk merubah bunyi aksara seolah berakhiran “R”. perbedaan pengkal dengan layar ialah, bunyi “r” pada pengkal terletak di tengah kata dan diawali dengan bunyi konsonan. Contohnya “Cakra” : ꧋ꦕꦏꦿ
  • Gembung: Sadhangan untuk mengubah bunyi aksara seolah berakhiran “W”. Contohnya “Kwat” : ꧋ꦏ꧀ꦮꦠ꧀

Sandhangan Pangkon

Sandhangan pangkon berfungsi untuk mematikan kata di akhir kalimat.

Sega Jabung, Komunitas Anak Muda Pelestari Aksara Jawa di Yogyakarta

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini