Menelusuri Sejarah Candi Bahal Peninggalan Sriwijaya Sejak Abad Ke-11

Menelusuri Sejarah Candi Bahal Peninggalan Sriwijaya Sejak Abad Ke-11
info gambar utama

Mendengar kata “candi”, apa yang pertama kali terlintas di benak Kawan? Borobudur? Atau Prambanan? Tidak ada yang salah, sebab dari semua candi di Indonesia, keduanya adalah yang paling terkenal. Sampai-sampai, kunjungan ramainya tidak hanya dari kalangan warga lokal saja, melainkan turis asing juga.

Sebagian besar candi yang ada di Indonesia di daerah Jawa, demikian juga dengan Borobudur dan Prambanan. Namun, pernahkah Kawan mengira bahwa di Sumatra Utara juga punya candi?

Candi di Sumatra Utara bernama Bahal, atau juga kerap disebut Candi Portibi. Berdiri di wilayah Padang Lawas, tepatnya di Desa Bahal, Kecamatan Padang Bolak, Portibi, Labupaten Padang Lawas Utara. Jika berniat mengunjunginya, dari Medan berjarak sekitar 400 km. Kemudian, berbeda dengan Candi Prambanan dan Candi Borobudur yang dibangun menggunakan material batu, Candi Bahal justru dibuat dari bahan bata merah.

Terkuaknya Peradaban Kuno yang Tersembunyi di Perkebunan Kopi Kerinci

Mengenai asal-usul Candi Bahal ini, ada beberapa ahli yang mencoba untuk mencari tahu beberapa hal terkait:

  1. Franz Junghun, seorang ahli geologi dan komisaris Hindia Timur (1846): menyimpan catatan tertua tentang penemuan kompleks candi di Padang Lawas.
  2. Von Rosenberg (1854): membawa beberapa fragmen arca Buddha untuk ditempatkan di Museum Batavia.
  3. Kerkhoff, seorang kontrolir di Tapanuli (1887): tulisannya menyebutkan “biara” yang merupakan istilah dari warga setempat, berarti candi. Kemudian ia juga menuliskan Si Pamutung, dan “Kuburan di Gunung Tua”.
  4. Schnitgerlah, kurator di Museum Palembang dan pelopor ekspedisi arkeologi di Sumatra (1935-1936): memiliki tulisan terlengkap tentang candi-candi di Padang Lawas yang dibangun bersama stupa-stupa di Muara Takus, sekitar abad ke-12. Selain itu, tulisannya juga mengungkapkan bahwa candi-candi di Padang Lawas dibangun pada abad ke-11 sampai 14 masehi.

Lain daripada itu, peneliti dari Belanda yang bernama Krom juga menulis tentang Padang Lawas tahun 1923. Katanya, semua peninggalan yang terdapat di Padang Lawas disebut “on Javaansch” yang artinya kurang lebih menjelaskan tentang gaya seni pahat bangunan-bangunan di Padang Lawas tidak mirip dengan gaya seni pada bangunan-bangunan di Jawa.

Ia justru berpendapat bahwa kemiripan candi justru mendekati pahatan di India Selatan atau Asia Tenggara. Krom juga menghubungkan peninggalan di Padang Lawas berkaitan dengan Kerajaan Sriwijaya.

Beralih pada Bosch (1930), beliau mengajukan sebuah teori bahwa masyarakat pendukung candi di Padang Lawas merupakan pemeluk agama Buddha alira Wajrayana. Bukan sekadar asumsi biasa, pendapatnya didasarkan pada arca dan relief yang menggambarkan wajah-wajah menyeramkan dan prasati singkat yang bertuliskan mantra-mantra aliran Tantris.

Candi Bahal memiliki tiga bangunan kuno, yaitu Candi Bahal I, Candi Bahal II, dan Candi Bahal III. Ketiganya saling berhubungan dan berdiri dalam satu garis lurus.

Sejarah Langgar Gantung, Bukti dan Saksi Bisu Penyebaran Islam di Kota Blitar

Candi Bahal I

Letaknya di atas tanah yang lebih tinggi dibanding tanah yang ada di sekitar. Dari Sungai Batang Pane, posisinya ada di sebelah Barat Daya, kurang lebih 200 m dari tepi sungai. Luas pelatarannya mencapai 3000 m2 dengan pagar dari susunan batu merah setinggi 60 cm yang mengelilingi. Bagian dindingnya terdapat pahatan yang sayangnya sudah rusak, tapi tetap terlihat seperti orang yang sedang menari.

Sementara bingkai pintunya tidak terdapat pahatan apapun. Atap Candi Bahal I sendiri berbentuk dagoba, yaitu stupa yang berbentul silinder dengan tinggi 2,5 meter. Nah, tepian atap justru memiliki pahatan berupa untaian bunga.

Candi Bahal II

Letaknya sekitar 100 meter dari jalan dan sekitar 300 meter dari Candi Bahal I. Sama-sama dikelilingi pagar bata. Hanya saja, bangunan utamanya tidak seluas Candi Bahal I. Isi dalam Candi Bahal II terdapat ruang kosong yang berukuran sekitar 3 meter persegi. Pintu masuknya juga tidak terdapat hiasan pahatan. Sementara atapnya berbentuk limas dengan puncak bersegi empat.

Candi Bahal III

Letaknya sekitar 100 meter dari jalan. Pengunjung akan melewati jalan setapak dari persawahan dan perumahan penduduk. Bentuk bangunannya tidak jauh berbeda dari dua candi sebelumnya, sama-sama dikelilingi pagar batu bata dengan ketebalan dan ketinggian yang sama. Bagian pintunya juga tidak terdapat pahatan, berbeda dengan dindingnya yang lengkap dengan pahatan bermotif menyerupai bunga. Sedangkan atapnya berbentuk serupa dengan Candi Bahal II.

Istana Basa Pagaruyung: Wisata Sejarah yang Wajib Dikunjungi di Sumatera Barat

Referensi:

  • https://edwardsimanungkalit.blogspot.com/2015/05/candi-portibi-di-padang-lawas-tanda.html?m=1
  • https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Candi_Bahal

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini