4 Pabrik Gula Peninggalan Kolonial Belanda di Indonesia

4 Pabrik Gula Peninggalan Kolonial Belanda di Indonesia
info gambar utama

Belanda meninggalkan banyak pabrik gula di Indonesia setelah masa penjajahan berakhir. Selasa (10/12/1957), pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh perusahaan Belanda dengan mengeluarkan Undang-undang Nasionalisasi No. 8 dan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 229/UM/57. Sejak saat itu, 500 lebih perusahaan perkebunan milik Belanda berada di bawah pengawasan militer Tanah Air.

Dari ratusan jumlah pabrik gula itu, GNFI telah merangkum empat pabrik gula peninggalan Belanda di Indonesia.

1. Pabrik Gula Sragi

Pabrik Gula Sragi terletak di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Pemerintah menyetujui pembangunan pabrik itu pada 1836, tapi proses konstruksinya baru dimulai pada 1837. Luas bangunan Pabrik Gula Sragi sekitar 141.170 meter persegi, sedangkan luas sawahnya 400 bau (kurang lebih 2.838.400 meter persegi).

Biaya proyek Pabrik Gula Sragi berasal dari Javasche Courant—surat kabar berbahasa Belanda—dengan dana terbatas. Pabrik ini dikelola oleh NV Cultuur Mij De Maas dan memproduksi gula putih. Gubernemen—pemerintahan kolonial Belanda—mempekerjakan para petani lokal yang direkrut menggunakan bantuan elit pribumi.

Nasionalisasi Pabrik Gula Sragi ditetapkan pemerintah pada 10 Desember 1957. Singkat cerita, Pabrik Gula Sragi ditetapkan sebagai Perusahaan Perkebunan Nusantara (PPN) kesatuan Jawa Tengah II berdasarkan PP No. 161 Tahun 1961. Dua tahun kemudian, pabrik ini pun berubah menjadi Perusahaan Perkebunan Gula Negara.

Dengan demikian, Parik Gula Sragi resmi berdiri sebagai perusahaan milik negara. Modal utama pabrik yang dahulu bersumber dari investasi asing dihapus, lalu diganti dengan modal dari pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia (BI) dan disalurkan oleh Menteri Pertanian.

Pabrik Gula Sragi sempat berhenti beroperasi pada 2016. Namun, setahun kemudian, pabrik ini kembali beroperasi sampai sekarang.

Merawat Serak Gulo, Tradisi Tebar Gula Masyarakat Keturunan India di Padang

2. Pabrik Gula Kalibagor

Pabrik Gula Kalibagor terletak di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Inilah pabrik gula pertama dan tertua di Keresidenan Banyumas. Pabrik Gula Kalibagor dibangun pada 1839 oleh seorang produsen gula bernama Edward Cooke—anak kapitan kapal layar asal Inggris. Perjalanan Cooke membangun pabrik gula dimulai dari memanfaatkan lahan seluas 56 bau untuk penanaman tebu. Sejumlah kendala yang mengadangnya saat itu menyebabkan penambahan luas area perkebunan sangat lambat.

Pada 1840, perkebunan tebu Kalibagor mulai berkembang. Cooke bersama para pekerja mulai memperluas lahan perkebunan dan meningkatkan produksi gula. Pemerintah pada 1895 menyerahkan pengelolaan perkebunan tebu beserta pabrik gula di Kalibagor kepada pengusaha swasta. Perusahaan itu ditangani oleh Maatschappij tot Exploitatie der Suikerfabriek Kalibagor.

Perkembangan industri gula di Banyuwas awalnya sangat bagus. Namun, pada 1930, krisis ekonomi terjadi di seluruh dunia. Keadaan ini memicu penutupan pabrik gula di Kalibagor, Klampok, Sumpiuh, Purwokerto, dan Bodjong, pada 1933.

Sekitar 1935, pabrik gula ini kembali buka berkat berkat kerja keras pemerintah Banyumas. Namun, perkembangannya terus menurun setiap tahun. Banyak petani tebu yang beralih ke padi karena hasilnya dianggap jauh lebih menjanjikan. Program Tebu Rakyat Terintensivikasi (TRI) pada 1957 di Banyumas gagal dan malah menimbulkan kerugian besar bagi pengelola Pabrik Gula Kalibagor.

Kerugian itu bahkan mencapai miliaran rupiah pada 1989—1997. Pabrik ini terus mengalami kemerosotan dan kekurangan pasokan bahan baku. Atas kondisi tersebut, Pabrik Gula Kalibagor pun resmi ditutup pada 1997, setahun sebelum era reformasi.

Manisnya Gula di Balik Alasan Pembangunan Stasiun Cirebon Prujakan

3. Pabrik Gula Djatiroto

Pabrik gula Jatiroto terletak di Jalan Ranu Pakis No.1, Nyeoran, Desa Kaliboto Lor, Kecamatan Jatiroto, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Jatiroto termasuk salah satu pabrik gula peninggalan kolonial Belanda yang masih beroperasi sampai sekarang.

Belanda mendirikan Pabrik Gula Jatiroto untuk memenuhi kebutuhan pasar Eropa. Pembangunannya bermula ketika Handel Vereeniging Amstedam (HVA)—perusahaan swasta milik Belanda—mulai mencari tempat untuk pabrik gula pada 1884. Pencarian itu berakhir pada 1901 ketika pihak HVA menemukan lokasi yang tepat, yakni Desa Ranupakis, Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang. Saat itu, pabrik ini bernama Pabrik Gula Ranupakis.

Jatiroto menjadi pabrik gula terbesar yang dimiliki PTPN XI. Bahan baku pabrik ini bersumber dari perkebunan tebu milik PTPN XI dan sebagian dari tebu milik rakyat, sedangkan pasokan airnya berasal dari Sungai Jatiroto.

Pada 1912, pengelola meningkatkan kapasitas giling pabrik menjadi 2.400 ton tebu per hari (TCD). Pada tahun yang sama, pabrik pun berubah nama menjadi Pabrik Gula Jatiroto. Kapasitas giling di pabrik ini sekarang telah meningkat menjadi 7.000 TCD sejak 2021.

Kisah PG Rendeng, Pabrik Gula Kegemilangan Kudus yang Menolak Mati

4. Jatibarang

Pabrik Gula Jatibarang didirikan pada 1842 oleh NV. Mij Tot Exploitatie Der Suker Onderneming—perusahaan Belanda yang bergerak di bidang agrikultur. Industri gula saat itu sangat vital dan berkontribusi besar terhadap ekonomi kolonial di wilayah Brebes. Pada 1840, Belanda mengeluarkan perintah penanaman tebu di 13 keresidenan di seluruh Jawa.

Di Brebes, ada tiga pabrik gula, yaitu Banjaratma, Kersana, dan Jatibarang. Tapi, dari ketiga pabrik itu, hanya Jatibarang yang dianggap paling strategis karena berdekatan dengan lahan petani dan cocok untuk dijadikan daerah penanaman tebu.

Produksi Pabrik Gula Jatibarang termasuk paling besar se-Kabupaten Brebes. Pada 1957, pabrik gula Jatibarang resmi dinasionalisasi berdasarkan UU No. 86 dan PP No. 19. Dengan begitu, Pabrik Gula Jatibarang pun dikelola oleh Direksi Pusat Perkebunan Negara (PPN) Baru di bawah PPN Baru cabang Jawa Tengah.

Melihat Kegemilangan Industri Gula di Kudus Sebelum Jadi Kota Kretek

Sumber Rujukan:

  1. Yuliasih, Kurnia. 2019. “Nasionalisasi Pabrik Gula Sragi di Kabupaten Pekalongan Tahun 1957-1967”. Jurnal Vol.4 No.4. Ilmu Sejarah, Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses pada 29 Januari 2024.
  2. Pamikat, Renardi, dkk. 2019. “Gula Kalibagor: Perkembangan dan Dampaknya terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kalibagor Tahun 1957-1997”. Journal of Indonesian History. Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang. Diakses pada 29 Januari 2024.
  3. Layli, Farah, dkk. 2021. “Laporan Kerja Praktik Proses Produksi Gula Ptpn Xi, Pg Jatiroto, Lumajang”. Jurusan Teknik Kimia, Universitas Internasional Semen Indonesia, Gresik. Diakses pada 29 Januari 2024.
  4. Dinas Arsip dan Perpustakaan Jawa Tengah, No. 254.
  5. Rusonah, Sonia Fitriana. 2019. “Pabrik Gula Jatibarang dan Pengaruhnya terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Jatibarang Kabupaten Brebes Tahun 1975-1998”. Skripsi. Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang.
Merebak Rasa dalam Rekam Jejak Gula Merah di Literatur Kesustraan Jawa

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini