Mengapa Ada Pantangan Orang Kediri Menikah dengan Orang Lamongan, Apa Alasannya?

Mengapa Ada Pantangan Orang Kediri Menikah dengan Orang Lamongan, Apa Alasannya?
info gambar utama

Bagi masyarakat Lamongan ketika ingin menikah dengan orang Kediri tak semudah dibayangkan. Berbeda saat mereka ingin menikah dengan orang dari daerah lain, ada pantangan sehingga tak bisa naik ke pelaminan.

Tembok begitu tinggi inilah yang dirasakan oleh Saddam Khoirul Anam saat gagal menikah dengan kekasih hatinya. Saddam sendiri adalah warga kota Kediri dan perempuan yang dicintainya berasal dari Kabupaten Lamongan.

“Ada beberapa hal yang akhirnya membuat saya tidak jadi menikah dengan perempuan pilihan saya, salah satunya karena saya Kediri dan perempuan yang saya cintai itu Lamongan,” kata Saddam yang dibuat Metaranews.

Tahwa, Camilan sekaligus Minuman Hangat di Musim Hujan

Karena pantangan ini, Saddam memilih untuk meninggalkan pasangannya. Walau tak mudah, namun Saddam tak memiliki pilihan lain karena harus menjadi anak yang berbakti kepada orang tua.

“Tentu sangat berat, apalagi ini mengenai aturan yang bagi saya sangat tidak masuk di akal. Bayangkan, tanpa rumusan, tanpa asal-usul yang jelas, ada aturan yang membatasi. Jika melanggar seolah kita melanggar norma, dan kita akan mendapatkan ganjaran berat,” tuturnya.

Awal mula pantangan

Pegiat sejarah, Sigit Widyatmoko mengutarakan munculnya mitos orang Kediri dilarang menikah dengan orang Lamongan dilatarbelakangi berbagai cerita. Di antaranya kisah perjodohan antara Putri Adipati Kediri dan Putra Adipati Lamongan.

Perjodohan itu akhirnya gagal, karena kedua keluarganya rupanya masih ada hubungan kerabat. Saat itu sudah ada kepercayaan bahwa menikah sedarah akan memberikan dampak buruk.

“Karena masih kerabat akhirnya diputuskan untuk tidak jadi menikah, dari zaman dahulu itu pernikahan sedarah dipercaya akan membawa hal buruk,” jelasnya.

Dibangun Rp13 Triliun, Bandara Dhoho Kediri Siap Beroperasi Awal 2024

Tetapi ada versi lain yang disampaikan oleh sejarawan Lamongan, M Navis bahwa pantangan ini muncul karena perang saudara antara Kediri dan Lamongan. Cerita ini bermula dari Adipati Kediri yang memiliki dua putri kembar.

Adipati Kediri mendapat kabar Adipati Lamongan juga mempunyai putra kembar. Adipati Kediri berkeinginan agar kedua putrinya bisa menikah dengan dua putra Adipati Lamongan. Tetapi Adipati Lamongan memberikan syarat kepada pihak Adipati Kediri.

“Syaratnya Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi wajib masuk Islam dan kedua dewi harus yang melamar, dan pengantin wanita harus datang ke Lamongan membawa hadiah berupa gentong air dan tikar yang terbuat dari batu,” paparnya.

Lakukan bunuh diri

Adipati Kediri bersedia memenuhi semua persyaratan yang diajukan. Karena itu Andansari-Andanwangi pergi ke Lamongan ditemani rombongan besar. Panji Laras dan Panji Lilis diminta untuk menjemput konvoi di perbatasan Lamongan.

Tetapi saat itu kondisi tengah banjir akibat luapan sungai Lamongan, sehingga Andansari dan Andanwangi harus mengangkat kain sampai paha agar tidak basah. Akibatnya Panji Laras dan Panji Liris bisa melihat kaki kedua putri itu yang berbulu.

“Sehingga Panji Laras dan Panji Liris menolak menikahkan mereka dan meminta agar rencana pernikahan mereka dibatalkan,” imbuhnya.

Menggapai Keberlanjutan: Kediri Kota Masa Depan yang Berkelanjutan

Karena keputusan itu, Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi merasa terhina dan malu. Mereka bunuh diri di depan Panji Laras dan Panji Liris. Karena mendengar junjungan mereka dipermalukan, masyarakat Kediri marah.

Perang antara kedua belah pihak tak terhindarkan hingga terbunuhnya Panji Laras, Panji Liris, dan Ki Patih Mbah Sabilan, serta Adipati Lamongan Raden Panji Puspokusumo. Sebelum meninggal Adipati Lamongan berpesan jangan menikah dengan orang Kediri.

“Inilah yang melatarbelakangi mitos yang melarang orang Lamongan menikah dengan orang Kediri,” jelasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini