Bangun Panti Jompo: Cara Kompeni Supaya Lansia tak Hidup Sebatang Kara di Hindia Belanda

Bangun Panti Jompo: Cara Kompeni Supaya Lansia tak Hidup Sebatang Kara di Hindia Belanda
info gambar utama

Kehadiran kongsi dagang Belanda (VOC) ke Nusantara menarik banyak orang Eropa. Banyak orang Eropa yang lelah hidup miskin untuk datang ke Hindia Belanda. Saat datang ke tanah jajahan, orang Eropa ditempatkan di Batavia.

Jaminan hidup bergelimangan harta tidak menghilangkan masalah yang muncul. Umur orang Belanda di negara tropis tidak panjang. Banyak dari mereka yang menua dan hidup sebatang kara.

Kondisi itu membuat mereka yang awalnya kaya raya, lalu jatuh miskin. Semua dana yang mereka punya digunakan untuk membiayai hidup di hari tua. Lambat laun, biaya itu habis dan lansia hidup sebatang kara hingga menanti ajal.

Mengenang Sumur Timba, Tradisi Cari Air dari Warga Desa yang Tertelan Zaman

Fenomena lansia yang hidup sebatang kara membuat kompeni mengambil sikap. Bagi mereka masalah sosial ini harus dipecahkan. Apalagi, petinggi kompeni kebanyakan berasal dari penganut Calvinisme yang taat.

“Kompeni bersiasat. Masalah sosial itu diobati dengan membangun banyak panti jompo,” tulis laman VOI.

Pembangunan panti jompo

Ide pembangunan panti jompo dilakukan sejak 1680-an. Pegawai kompeni yang sakit, tua renta, hingga tak berdaya akan diangkut ke panti jompo. Bahkan pada lansia ini diangkut bersama dengan harta benda yang tersisa.

“Harta-harta itu akan dilelang dan uangnya disumbangkan untuk panti jompo,” jelasnya.

Panti jompo yang hadir bisa menampung 300 lansia lebih pada 1725 di Batavia. Pembangunan panti jompo lalu diikuti pula oleh etnis China untuk masyarakatnya yang tinggal di Batavia.

Biara Santa Maria Ursulin: Cerita Kebangkitan Kaum Hawa Kaum Kristiani

Siasat ini dianggap sebagai upaya yang cukup membantu lansia untuk menikmati hari tuanya. Sekalipun panti jompo yang dibangun jauh dari nyaman, mulai dari ruangan jorok dan fasilitas terbatas hingga membuat lansia menolak saat ingin dibawa.

“Bagi banyak warga, gambaran dari bangunan yang kotor, penuh dengan orang lansia dan renta, orang sakit jiwa dan pecandu minuman keras semua itu cukup mengerikan sehingga mereka selalu berusaha mendapatkan santunan bulanan dari kas Dewan Diakoni, ketimbang harus masuk ke dalam bangunan tersebut,” ujar Sejarawan Hendrik E Niemejier dalam buku Batavia: Masyarakat Kolonial Abad XVII.

Diskriminasi

Tetapi panti jompo yang dibangun kompeni tak menyentuh seluruh lansia. Masyarakat bumiputera dan Tionghoa tak bisa mendapatkan pelayanan. Apalagi lansia yang berasal dari sistem kepercayaan selain Nasrani tak dapat mengakses panti jompo.

Satu-satunya cara untuk mengakses itu adalah dengan pindah keyakinan. Dalam artian, para lansia harus menjadi jemaat gereja, setelah itu para lansia bisa mendapatkan jaminan tinggal di panti jompo.

Asal-usul Kampung Bandan: Ketika Orang-orang Banda Datang ke Batavia

“Rumah atau panti tersebut dimaksudkan untuk menampung kelompok orang miskin dalam, yaitu yang mendapatkan tunjangan, tetapi diperbolehkan tinggal di dalam rumah penampungan atau panti.

Karena itulah, Kapitan China Phoa Beng Gan membangun hal serupa. Dirinya tak cuma mendirikan panti asuhan yatim piatu dan jompo dalam satu kompleks. Phoa Beng Gan tampil revolusioner dengan menempatkan semua fasilitas di dalam sebuah kompleks.

“Rumah penampungan untuk orang China yang sudah jompo dan sakit-sakitan dibangun pada 1646 di dekat Spinhuis (tempat pembinaan wanita tuna susila). Bangunan itu dikelilingi dengan dinding batu dan punya kamar-kamar bagus untuk orang sakit, yatim piatu dan yang sudah tidak mampu lagi mencari nafkah,” paparnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini