Merawat Eksistensi Tiwul di Gunung Kidul

Merawat Eksistensi Tiwul di Gunung Kidul
info gambar utama

Eksistensi tiwul timbul tenggelam bersama perubahan zaman. Meski tampak semakin dilupakan, pemerintah ternyata terus berusaha untuk menjaga makanan tiwul. Hal ini dibuktikan dengan penetapan tiwul sebagai bagian dari Kekayaan Intelektual Komunal.

Makanan tiwul menjadi bagian dari Kekayaan Intelektual Komunal setelah Kementerian Hukum dan HAM RI melalui Kantor Wilayah (Kanwil) DIY menyerahkan surat pencatatan inventarisasi kekayaan intelektual komunal (KIK). Penetapan ini merupakan suatu langkah preventif untuk mencegah klaim sepihak atas warisan makanan tradisional Indonesia.

Melansir dari Kemenkumham Lampung, Kekayaan intelektual komunal (KIK) adalah kekayaan intelektual yang dimiliki oleh masyarakat umum bersifat komunal, terdiri dari Ekspresi Budaya Tradisional, Pengetahuan Tradisional, Sumber Daya Genetik, dan Potensi Indikasi Geografis. Dalam hal ini, makanan tiwul merupakan bagian dari pengetahuan tradisional masyarakat Indonesia.

Kepala Sub Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Kanwil Kemenkumham DIY, Vanny Aldilla mengungkapkan bahwa produk tiwul bersifat komunal. Artinya, status kepemilikan tiwul dapat dimiliki beberapa kelompok di Gunungkidul. Oleh karena itu, HKI makanan tiwul dipegang oleh Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul.

“Secara komulatif pengusulan [HKI] tiwul itu DIY. Kabupaten lain juga meng-HKI-kan. Payungnya ya Dinas Kebudayaan DIY,” tambah Arif.

Tiwul, Makanan Pengganti Nasi Yang Masih dipandang Sebelah Mata

Sejarah Panjang Tiwul

Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Gunungkidul, Chairul Agus Mantara mengungkapkan keberadaan tiwul memiliki sejarah panjang sebelum adanya nasi sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia. Tiwul menjadi saksi bagaimana rakyat Indonesia melawan saat penjajahan Jepang.

Tiwul tercipta karena adanya kondisi yang mendesak saat itu. Singkong yang merupakan bahan utama tiwul menjadi salah satu hasil bumi berkarbohidrat tinggi yang mudah dijumpai.

Singkong dapat tanam dan dipanen dengan mudah. Singkong yang telah dipanen kemudian dikupas dan dibersihkan, lalu dijemur selama beberapa hari. Singkong hasil jemuran yang biasa disebut gaplek itu kemudian ditumbuk dan dikukus.

Gaplek, singkong yang dikeringkan © GNFI
info gambar

“Nanti dikasih air dan dikukus, sudah jadi. Tiwul jadi makanan serat tinggi dengan kadar gula rendah,” kata Agus di Taman Teknologi Pertanian (TPP), Nglanggeran, Gunungkidul, Kamis (15/2/2024), dikutip dari Harian Jogja.

Tiwul menjadi makanan alternatif masyarakat Jawa sejak dahulu kala. Tiwul dapat ditemukan di kawasan selatan Jawa, terutama Wonogiri, Pacitan, Gunungkidul, dan sekitarnya.

Tiwul Instan, Wujud Nasi Tiwul Masa Kini

Modifikasi Tiwul untuk Mendongkrak Eksistensi

Agus mengungkapkan proses mempertahankan eksistensi tiwul saat ini juga masih menemui jalan panjang. Ia menegaskan bahwa setelah terbitnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terhadap makanan tiwul, Disbud Gunungkidul akan mengembangkan tiwul menjadi berbagai macam varian. Hal ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mendongkrak eksistensi tiwul di tengah arus modernisasi.

Makanan tiwul nantinya akan dimodifikasi dengan menjadikan berbagai macam rasa, seperti tiwul manis, tiwul goreng, hingga tiwul instan.

“Tiwul jadi satu produk unggulan Gunungkidul yang akan kami kembangkan dengan bermacam varias seperti tiwul manis, goreng, instan, dan lainnya. Kerja sama dinas terkait juga kami ajak,” jelasnya.

Mengubah Stigma Tiwul dari Makanan Ndeso jadi Sajian Kekinian

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

Terima kasih telah membaca sampai di sini