Menuju Pemilu Berintegritas, Strategi Memerangi Politik Uang di Indonesia

Menuju Pemilu Berintegritas, Strategi Memerangi Politik Uang di Indonesia
info gambar utama

Praktik politik uang telah berlangsung sejak demokratisasi di Indonesia pada akhir 1990—an. Pada masa reformasi, politik uang digambarkan dengan praktik suap pada pemilihan kepala daerah dan praktik pembelian suara pada kongres partai politik.

Keterlibatan anggota lembaga legislatif pada penggelapan uang dari proyek pemerintahan juga dianggap sebagai politik uang secara umum. Namun, saat ini praktik politik uang merujuk pada pendistribusian uang secara tunai atau dalam bentuk barang dari kandidat dan calon legislatif kepada pemilih saat pemilu.

Praktik Politik Uang di Indonesia

Pileg 2014 menjadi praktik politik uang yang paling brutal sepanjang sejarah pemilu di Indonesia. Hal ini dibenarkan oleh seorang politisi Partai Golkar pada Media Indonesia 2014, yang mengungkapkan bahwa, “Saat ini, perilaku politik uang lebih terbuka dan tidak lagi tertutup seperti di masa lalu.”

Praktik ini semakin diperkuat dengan hasil survei dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2019 yakni ditemukan 40 persen responden mengaku menerima uang dari calon peserta pemilu, tetapi tidak mempertimbangkan untuk memilih calon tersebut. Sedangkan 37 persen lainnya menerima uang dan mempertimbangkan untuk memilih calon tersebut.

Politik Uang: Penyakit Kronis dalam Tubuh Demokrasi Indonesia

Praktik politik uang di Indonesia dipicu oleh berbagai faktor, termasuk kemiskinan dan kurangnya pemahaman tentang politik sehat serta risiko politik uang. Kondisi ekonomi yang serba terbatas menjadikan pesta demokrasi sebagai kesempatan bagi sebagian masyarakat untuk mendapatkan keuntungan materi dari calon peserta pemilu.

Kurangnya pengetahuan politik ini merata di semua lapisan masyarakat, memungkinkan calon peserta pemilu menargetkan mereka yang apatis dan mudah tergoda oleh uang atau barang. Adanya budaya yang menganggap "rejeki tidak bisa ditolak" juga memperkuat praktik politik uang, dianggap sebagai bentuk terima kasih kepada pemberi.

Praktik ini berdampak negatif bagi pemilu serta penguatan demokrasi di Indonesia. Dampak negatif yang ditimbulkan dari praktik ini meliputi dampak langsung, yakni dengan ancaman pidana penjara dan denda yang ditujukan kepada pelaku politik uang, termasuk pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye. Efek jangka panjang yang paling krusial akibat politik uang merupakan kerusakan manajemen pemerintahan karena tingginya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh politisi.

Manajemen pemerintahan yang korup akan menimbulkan buruknya kualitas pelayanan publik yang menyebabkan minimnya kualitas sumber daya manusia, sehingga kondisi kemiskinan dan pengangguran akan melonjak dan bangsa Indonesia menjadi tidak berdaya.

Solusi untuk Mencegah dan Memberantas Politik Uang di Indonesia

Politik uang yang mengutamakan transaksi materi di atas kapasitas dan kapabilitas calon akan merusak pondasi demokrasi Indonesia. Pentingnya pencegahan, penindakan, dan pemberian sanksi menjadi kunci utama untuk mengeradikasi praktik ini.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), yang mengawasi kinerja KPU, Bawaslu, dan afiliasinya, memegang peranan vital dalam upaya tersebut. Khususnya dalam menegakkan integritas di kalangan penyelenggara.

Festival Pemilu Fasilitasi Pemuda Pahami Politik, Hadirkan Caleg, Partai, dan Timses

Sanksi tegas terhadap penyelenggara yang terlibat politik uang tidak hanya berfungsi sebagai peringatan, tetapi juga sebagai sarana edukasi untuk memastikan mereka bertindak sesuai dengan kode etik dan perilaku yang diharapkan dalam penyelenggaraan Pemilu.

Selain itu, masyarakat juga dapat berperan untuk menolak politik uang sebagai upaya untuk mewujudkan pemilu bersih. Berikut merupakan upaya untuk menolak politik uang:

  1. Edukasi kepada pemilih untuk memberikan kesadaran dan pemahaman mengenai dampak negatif dari politik uang dan pentingnya memilih kandidat berdasarkan integritasnya bukan hanya uang atau materi yang ditawarkan. Pendidikan politik dapat diberikan melalui FGD pada setiap RT, seminar, dan penggunaan media sosial, yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya memilih berdasarkan visi, misi, dan integritas calon.
  2. Masyarakat dapat menolak secara langsung segala bentuk penerimaan uang atau barang dari calon peserta pemilu. Serta berperan untuk mengawasi pemilu dan melaporkan praktik politik uang.
  3. Membangun solidaritas yang kuat antar masyarakat untuk menolak adanya politik uang dan membuat kesepakatan bersama untuk tidak mendukung calon yang melakukan politik uang.

Selain itu, sebagai generasi muda Indonesia kita juga dapat membantu memberikan kesadaran dan pemahaman mengenai bahaya politik uang dengan memanfaatkan media sosial.

Survei Optimisme Generasi Muda 2023: Indeks Politik dan Hukum masih menjadi sorotan

Pihak-pihak ini juga dapat melakukan kerja sama dengan komunitas lokal atau Karang Taruna untuk mengadakan kegiatan sosialisasi dan edukasi tentang pemilu bersih di lingkungan masyarakat. Lakukan juga aksi sehat melalui campaign #ForABetterWorld (Mewujudkan Pemilu Bersih dengan Tolak Politik Uang).

Referensi:

  • https://polgov.fisipol.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/1667/2022/02/politik-uang-di-indonesia.pdf
  • https://jurnal.umj.ac.id/index.php/MaA16/article/view/17847
  • https://jurnal.banten.bawaslu.go.id/index.php/awasia/article/view/56https://dkpp.go.id/ratna-dewi-politik-uang-tantangan-besar-pemilu 2024/#:~:text=%E2%80%9CPolitik%20uang%20kini%20merambah%20sampai,%2C%E2%80%9D%20ungkap%20Ratna%20Dewi%20Pettalolo.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

WO
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini