Faktor Seseorang Bisa Terkena Demensia, Apa Saja?

Faktor Seseorang Bisa Terkena Demensia, Apa Saja?
info gambar utama

Proses menua pada manusia merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dan terus berlanjut secara alamiah. Sampai saat ini, tidak ada obat yang dapat mencegah proses penuaan alami manusia.

Dalam pertumbuhannya, manusia melalui tiga tahap kehidupan, yaitu masa anak-anak, masa dewasa dan masa tua. Ketiga-tiganya berbeda secara fisik dan mental.

Pada masa tua, terdapat suatu kondisi yang sering diderita oleh lansia, yakni intellectual impairment atau lebih sering dikenal dengan demensia.

Kondisi ini adalah suatu proses di mana ditandai dengan perubahan fisik yang signifikan, seperti kulit yang mulai keriput, rambut yang memutih, penurunan fungsi panca indra, timbulnya berbagai kelainan fungsi tubuh, serta sensitivitas emosional yang tidak stabil.

Menua memang bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Namun, manusia dapat mencegah terjadinya penuaan dini pada kondisi sebelum masuknya masa tua.

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara selalu menjaga kesehatan seperti tidak merokok, menjaga pola makan, selalu melakukan aktivitas fisik yang memicu tubuh untuk mengeluarkan keringat, dan melakukan kegiatan yang menstimulasi kognitif.

Diketahui insiden demensia di seluruh dunia meningkat dengan cepat. Saat ini, kasus demensia diperkirakan mendekati 46,8 atau 50 juta orang dengan sekitar 10 juta kasus baru setiap tahun (WHO, 2017). Terdapat peningkatan yang signifikan yang bermakna prevalensi demensia dengan semakin meningkatnya umur.

Pelayanan Penyakit Kronis Kian Ditingkatkan, 20 RS Akan Berikan Layanan KJSU

Diperkirakan, sebagian lansia di atas 65 tahun terdiagnosa 5% menderita demensia dan 20—40% dari populasi lansia berusia 85 tahun telah menderita demensia. Hal ini berkaitan dengan semakin tua usia populasi, maka semakin tinggi pravalensi demensia.

Pada beberapa kasus prosesnya, fungsi intelektual seseorang dapat membaik apabila stres yang mendasari dapat teridentifikasi dan diobati. Untuk mengurangi dan mencegah terjadinya demensia, perlu diperhatikan adanya faktor risiko demensia yang akan meningkatkan terjadinya demensia.

Faktor-Faktor Demensia

Faktor risiko yang mempengaruhi demensia tersebut yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan, herediter (keturunan), aktivitas fisik, depresi, riwayat meroko, dan riwayat penyakit kardiovaskuler (WHO,2019).

1. Usia

Ilustrasi usia pada lansia (sumber : https://pixabay.com/id/)
info gambar

Terdapat peningkatan yang bermakna pada prevalensi demensia, di mana dengan semakin bertambahnya umur. Jumlah ini meningkat sesuai dengan meningkatnya usia harapan hidup dan makin efisiennya sistem rekam medis.

Pertambahan usia mengakibatkan perubahan pada sistem saraf, yang mana terdapat banyak sel saraf yang tidak berfungsi. Semakin tua suatu populasi, maka semakin tinggi prevalensi demensia. Pertambahan usia mengakibatkan perubahan pada sistem saraf yang memiliki banyak sel saraf yang tidak berfungsi.

2. Jenis Kelamin

Sebenarnya, tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan risiko demensia. Hal ini sejalan dengan penelitian (Ramli & Ladewan, 2020) pada hasil yang tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia.

Hal ini didukung (Alzheimer's Association, 2019), yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan berarti antara jenis kelamin dengan risiko terjadinya demensia. Penelitian ini menunjukkan bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama dalam terjadinya demensia.

Adapun asumsi beberapa peneliti membenarkan hasil ini dapat didukung oleh beberapa faktor, salah satunya perubahan hormon estrogen pada perempuan. Masa menopause pada perempuan lanjut usia ikut mempengaruhi kadar hormon estrogen.

Hormon estrogen menurun ketika memasuki masa menopause, sementara pada hormon estrogen pada laki-laki selalu stabil.

3. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor risiko yang memicu demensia pada lansia. Semakin tinggi pendidikan lansia, maka semakin banyak pengetahuan yang dimiliki. Artinya, seseorang mampu menyadari perubahan yang terjadi dalam dirinya dibandingkan dengan yang berpendidikan lebih rendah, sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya demensia.

Tanpa dilatih melalui proses belajar, maka akan menurunkan fungsi kognitif kemampuan otak dan memungkinkan otak mengimbangi perubahan yang mengarah ke demensia.

Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa rendahnya tingkat pendidikan merupakan faktor risiko demensia (WHO, 2019). Tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan risiko demensia. Di mana hal ini didukung oleh penelitian (Setiawan, Bidjuni, & Karundeng, 2014) bahwa tidak ditemukan hubungan antara tingkat pendidikan dengan keadaan demensia pada lansia.

4. Herediter (keturunan)

Terdapat beberapa penyakit yang berasal dari genetik yang menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini sering terjadi dan penyakitnya pun muncul relatif lebih awal. Individu yang memiliki orangtua atau anggota keluarga lain dengan demensia, maka risiko kemungkinan penyakit lebih tinggi daripada orang yang tidak memiliki kasus demensia pada keluarga dekatnya (Alzheimer's Association, 2019).

Berbagi Kisah Para Penyintas Autoimun, Tanti Damayanti: Info Penyakit Ini Masih Minim

5. Aktivitas Fisik

Ilustrasi aktivitas fisik (sumber : https://pixabay.com/id/)
info gambar

Kemampuan kognitif pada lansia ada hubungan dengan Activity Daily Living (ADL) (Fauji, Ivana, & Agustina, 2018). Hasul ini juga didukung oleh penelitian Situmorang (2020), bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan demensia.

Aktivitas fisik berkaitan dengan kesehatan otak. Dalam hal ini, aktivitas fisik berguna dalam fungsi kognitif yang mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat aktivitas fisik, maka semakin rendah kejadian demensia pada lansia.

6. Depresi

Depresi merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan penurunan fungsi intelektual dan ingatan yang berat sehingga dapat menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Gangguan depresi pada lanjut usia lebih sulit dideteksi dibandingkan pada usia muda.

Adanya depresi pada lansia akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran darah di otak sehingga dapat mengakibatkan pelepasan hormon glukokortikoid yang dapat menurunkan fungsi kognitif (Azizah, Zainuri, & Akbar, 2016).

7. Riwayat Merokok

Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya berbagai kondisi klinis terutama penyakit kardiovaskuler dan gangguan pernafasan. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian (Maryam, Hartini, & Sumijatun, 2015) didapatkan sebenarnya tidak ada hubungan bermakna antara merokok dengan demensia.

Umumnya masyarakat telah mengetahui bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan. Perilaku merokok cenderung tinggi pada laki-laki, mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa.

Memahami 8 Macam Penyakit Keturunan, Termasuk Diabetes hingga Hemofilia

8. Kardiovaskular

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang berisiko 4.250 kali lebih tinggi mengidap demensia sedang (36.8%) apabila mempunyai riwayat kardiovaskuler dibandingkan yang tidak. Hasil ini sejalan dengan penelitian (Fauziyyah & Martua, 2022), yang menyatakan bahwa pada faktanya, banyak orang menganggap demensia sebagai proses yang wajar dari penuaan. Akan tetapi, di sisi lain demensia itu juga termasuk ke dalam kategori gangguan mental.

Di samping beberapa faktor, terdapat beberapa penyakit yang dapat memicu demensia pada seseorang, antara lain adalah Alzheimer, demensia vaskuler, demensia Lewybody, hingga demensia frontotemporalsa. Menurut World Alzheimer Report tahun 2019, sekitar 1,8 juta orang di Indonesia menderitan dan angka ini diproyeksikan akan meningkat menjadi 7,5 juta pada 2050 akibat populasi yang semakin lanjut usia.

Referensi:

    • Alzheimer’s Association. (2019). 2019 Alzheimer’s Disease Facts and Figures
    • Azizah, L. M., Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik (Ed 1). Yogyakarta: Indomedia Pustaka
    • Fauji, J., Ivana, T., & Agustina, D. M. (2018). Hubungan Activity of Daily Living (ADL) dengan Kemampuan Kognitif pada Lansia di Posyandu Lansia Ke Mbang Rambai Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Bilu. Jurnal Kesehatan Suaka Insan, 3(1), 1–9.
    • Fauziyyah, E. Y., & Martua, S. (2022). Hubungan Kesehatan Sistem Kardiovaskular dengan Kejadian Demensiadi RSUD Teluk Kuantan. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 21(1).
    • Setiawan, D. I., Bidjuni, H., & Karundeng, M. (2014). Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Demensia pada Lansia di Balai Penyantunan Lanjut Usia Senja Cerah Paniki Kecamatan Mapanget Manado. E-Jurnal Keperawatan, 2(2).
    • WHO. (2019). Risk reduction of cognitive decline and dementia. Geneva: World Health Organization.
    • WHO. 2000. Diakses dari www.pdpersi.co.id pada tanggal 11 Juni 2013.
    • Ramli, R., & Ladewan, W. (2020). Faktor yang berhubungan dengan Kejadian Demensia di Puskesmas Jumpandang Baru Kecamatan Tallo Kota Makasar. Jurnal Medika Hutama, 1(2), 78–85.
    • https://eprints.umpo.ac.id/8215/4/BAB%202.pdf

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini