Cang Kerupuk, 3 Filosofi Pempek Keriting Khas Palembang

Cang Kerupuk, 3 Filosofi Pempek Keriting Khas Palembang
info gambar utama

"Cuko dak becuko tengah duo". Jika Kawan pernah ke Palembang atau bahkan menetap di Palembang, kalimat ini pasti tidak asing di telinga. Pempek selalu identik disandingkan dengan cuko, seperti Rangga dan Cinta yang sudah ditakdirkan untuk bersama.

Walau sudah terpisah jarak sekian ribu kilo dan menelan waktu sekian triliun detik, tetap cinta mereka telah ditakdirkan menjadi satu.

Tak jauh beda seperti cuko dan pempek yang selalu saling melengkapi, tanpa ngirup cuko, pempek terasa sendiri di lidah. Walaupun masih tertelan, kehadiran cuko tetap menjadi pengisi kesempurnaan rasa.

"Ngirup cuko," menyinggung kalimat yang satu ini, ngirup adalah momen sakral yang jangan sampai ketinggalan jika sedang melahap pempek. Ngirup ini adalah meneguk langsung cuko di wadah kecil, setelah mengigit pempek. Jadi tidak menggunakan mangkok atau sendok ketika akan 'meminumnya'. Kebiasaan ini dipercaya agar makan pempek becuko tidak menghilang citarasanya setelah sekian gigitan.

Sering Jadi Bahan Pempek, Ikan Putak Kini Masuk Hewan yang Dilindungi

Penulis mewawancara dengan salah seorang wong asli palembang, Nyayu Zainab, yang kini berusia 63 tahun. Beliau menjelaskan bahwa dari sekian pempek yang pernah dibuatnya, cang kerupuk adalah yang paling istimewa baginya.

Ia mengatakan jika membuat cang kerupuk butuh kesabaran tingkat dewa. Betapa tidak, meskipun awal pembuatannya, adonan pempek keriting alias cang kerupuk ini, sama saja dengan adonan pempek lainnya, tetapi di tahap akhirlah yang menjadi pembedanya. Jika pempek lain hanya dibentuk sesuai nama pempeknya, cang kerupuk ini membutuhkan sebuah alat cetak yang disebut pirik-an.

Pirik-an ini sendiri adalah besi kuningan berat dengan berbagai ukuran. Bentuknya seperti piring cembung ke dalam. Di bagian tengahnya ada lubang kecil-kecil yang akan memuntahkan adonan pempek menjadi keriting. Butuh ditekan dan daya dorong, hingga adonan membentuk keriting seperti yang diharapkan.

Lantas, apa filosofi dari cang kerupuk ini?

Memirik pempek keriting ini seperti perjalanan hidup. Adonan diambil dalam kondisi tidak bisa terlalu lembek atau tidak bisa terlalu bantat. Jika terlalu lembek, maka adonan akan menetes dari lubang pirik-an seperti cendol, maka gagal sudah pempek tersebut.

Adapun tidak bisa terlalu keras karena akan membuat daya dorong kuat harus keluar dari tangan. Hasil akhirnya, walaupun bisa berhasil, tapi pempek akan kejal atau alot sekali saat dimakan. Seperti halnya hidup, harus balance atau seimbang, tidak boleh berlebih-lebihan.

Hewan Ini Bikin Pempek Jaman Sekarang Tak Sama seperti Dulu

Ada takaran elemen kehidupan yang harus selalu disyukuri dan dinikmati setiap prosesnya. Seperti bahagia, jika hari dihabiskan hanya dengan terbahak-bahak, hingga lupa hak hidup yang lain, seperti beribadah, mencari nafkah, dan mengejar berkah, maka hidup akan terasa ramai, tetapi kesepian.

Begitu juga dengan sedih. Jika hari dihabiskan hanya dengan air mata, maka hidup akan terasa sempit di tengah bumi yang lapang. Maka dari itu, harus ada keseimbangan, seperti adonan pempek cang kerupuk.

Lanjut pada tahap memirik dengan pirik-an. Yang unik di sini adalah saat adonan dimasukkan, maka pirik-an harian ditekan terus menerus hingga adonan keluar di bagian bawah membentuk seperti cacing. Dari sini, adonan akan langsung siap dibentuk keriting, tinggal mengikuti arah putarnya agar bulat keriting.

Hal ini diibaratkan seperti hidup. Harus ada gaya dorong dari dalam hati, pikiran, dan seluruh anggota tubuh. Jika hidup hanya diisi dengan angan dan bab niat, maka tidak akan ada kata gagal atau sukses. Yang ada hanya lamunan tanpa proses. Bukankah hidup ini perjuangan? Bukankah Tuhan menciptakan kita untuk terus berusaha, bukan untuk untuk meminta-minta?

Dan ini yang paling menarik adalah soal rasa. Adonan sama saja dengan pempek lain. Namun, jika sudah masuk ke mulut, pempek keriting alias cang kerupuk ini, rasanya mendadak senikmat awan pagi yang menyapa mentari di balik bukit. Begitu memanjakan lidah, hingga tak cukup satu dua saja.

Tak perlu banyak usaha gigi untuk mengigit, sat set bisa habis hanya dalam beberapa gigitan. Entah, mungkin juga karena memang ada rongga di antara gulungan keritingnya yang membuat rasanya begitu berbeda dengan pempek lainnya, padahal cuma direbus saja.

Begitu jugalah kehidupan ini. Sedikit sentuhan berbeda akan menghasilkan kisah berbeda pula. Saat seorang suami ingin menegur istrinya, akan berbeda reaksi sang istri jika suami mengajak bicara berdua saat akan tidur, bercerita banyak hal receh, hingga sang istri tak sadar bahwa suaminya sedang menegur kesalahannya.

Dari Mana Asal-usul Penyebutan Pempek Kapal Selam?

Namun, jika teguran disampaikan dengan nada tinggi, bahkan dengan main tangan, maka pupuslah sudah harapan makna yang akan diterima istri. Alih-alih berubah, sang istri malah hanya akan menyimpan tekanan batin yang siap meledak sewaktu-waktu.

3 filosofi sederhana dari cang kerupuk ini, mengajarkan kita bahwa kehidupan ini memiliki banyak makna. Maka hiasilah ia dengan segala yang tepat, adonan yang tepat, cara memirik yang tepat, dan tekstur rasa yang tepat. Hingga menghasilkan rasa yang benar-benar nikmat, bukan ilusi sesaat.

Lalu, mengapa pempek keriting ini disebut juga cang kerupuk? Temukan jawabannya di artikel berikutnya. Salam GNFI!

#WritingCamp

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini