Jamu Ginggang, Obat Tradisi Khas Negeri yang Tetap Lestari

Jamu Ginggang, Obat Tradisi Khas Negeri yang Tetap Lestari
info gambar utama

Sudah sejak zaman lampau, nenek moyang kita mewariskan berbagai macam pangan yang saat ini masih terus dikonsumsi. Kekayaan rempah Nusantara jelas tidak bisa diragukan lagi keberagaman, juga khasiatnya. Berbagai rempah nusantara diolah kembali menjadi makanan ataupun minuman.

Salah satunya ialah jamu. Jamu merupakan bentuk pangan yang termasuk dalam kategori minuman herbal. Keberadaan jamu sudah sejak dahulu kala. Hal ini termuat dalam manuskrip kuno Serat Centhini yang ditulis tahun 1814—1823 di Surakarta, Jawa Tengah.

Mengenal Kampung Jamu Wonolopo, Representasi Budaya yang Tampil di UNESCO

Manuskrip yang ditulis oleh sejumlah pujangga Keraton Surakarta ini memuat pengetahuan tentang jamu, obat-obatan tradisional, jenis tanaman, kehidupan, kebudayaan Jawa, hingga kesenian.

Arsip-arsip ini menjadi penguat untuk kekayaan Gastronomi Nusantara. Catatan-catatan untuk mengenal kembali, dan mempelajari kekayaan Nusantara. Seperti ketika mengenal jamu, selain dengan terus menemui keberadaannya, tetapi catatan sejarahnya juga sudah jelas.

Lantas, mari mengenal salah satu warisan nenek moyang, yaitu jamu.

Mengenal Jamu Ginggang

Keberadaan jamu yang terbukti berkhasiat dan menjadi minuman alternatif untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Hingga kini, minuman tersebut masih terus diusahakan untuk dilestarikan.

Salah satu kedai jamu yang saat ini keberadaannya masih eksis adalah jamu ginggang. Sebuah kedai jamu di Yogyakarta bahkan telah berdiri hampir satu abad lamanya.

Dikutip dari websitepariwisata.jogjakota.go.id, Warung Jamu Ginggang sudah mulai dirintis tahun 1930 oleh seorang abdi dalem Puro Pakualaman. Atas seizin Kanjeng Sinuwun Paku Alam VII, Jamu yang biasanya hanya dihidangkan di lingkungan Pakualam diperbolehkan untuk dikonsumsi masyarakat luas.

Jamu Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO, Budidayakan Sehat Tradisional

Nama Ginggang juga pemberian dari Sri Paku Alaman VI, yang secara lengkapnya 'Jamu Jawa Asli Tan Ginggang'. Tan Ginggang berasal dari bahasa Jawa yang artinya selalu akrab, rukun, dan bersatu. Diharapkan warung jamu ini bisa selalu membuat warga jadi rukun.

Warung jamu tersebut merupakan pelopor industri jamu di Yogyakarta. Jika di Jawa pada umumnya, jamu tradisional dijajakan berkeliling dengan cara digendong, di Yogyakarta, jamu juga dijual dikios-kios atau kedai khusus. Jamu ginggang inilah yang menjadi salah satu pelopor legendarisnya.

Jamu ginggang berlokasi di Kemantren Pakualaman, Kota Yogyakarta. Nuansa kuno kedai dan cara pengolahan jamu yang masih tradisional tetap dipertahankan sampai sekarang. Resep turun temurun ini terus dijaga dan dipertahankan. Mereka juga tidak menggunakan bahan pengawet dan pemanis buatan. Semua jamu diracik menggunakan bahan alami.

Ketika datang, pembeli bisa minum jamu ditempat, memilih menu jamu yang ada, atau menyebutkan keluhan kesehatan kepada sang peramu. Racikan standar yang tersedia biasanya untuk perut kembung, masuk angin, flu, atau sakit perut.

Cara Mempertahankan Eksistensi Masa Kini

Jejamuan ini kini semakin eksis di kalangan muda-mudi. Tempat jamu ginggang masih estetik dengan tetap mempertahankan bangunan lawas yang tidak dipugar. Hal ini semakin menarik kalangan muda-mudi, wisatawan, dan seleb untuk datang. Seolah seperti meminum jamu kekinian ala kafe.

Para muda-mudi selain datang untuk minum jamu, biasanya juga suka mengambil konten, seolah memperlihatkan gaya hidup healthy life. Trend ini, sepertinya makin eksis semenjak pandemi. Warga masyarakat menjadi semakin aware dengan hal-hal yang menjurus ke hal yang alami.

Jenis-Jenis Jamu Tradisional Indonesia, Diakui Sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO

Di tengah gempuran industri, content yang mengangkat lokalitas ini menjadi satu angin segar supaya budaya tradisi tidak terkikis.

Tentu, trend dan konten tradisi yang dihasilkan ini dapat menyebarkan benih-benih baik untuk terus bergeliat mengenalkan jamu (salah satunya) sebagai warisan tradisi yang sampai hari ini terus lestari. Gaungnya terus hidup dan berkelanjutan.

  • https://pariwisata.jogjakota.go.id/detail/index/780
  • https://etnis.id/jamu-dan-kegunaannya-dalam-serat-centhini/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini