Profesi Diplomat, Tak Sekadar Pembawa Pesan dari Negara

Profesi Diplomat, Tak Sekadar Pembawa Pesan dari Negara
info gambar utama

Masih ingatkah Kawan GNFI, apa jawaban kalian ketika saat kecil ditanya “Apa cita-cita kamu?”. Ingin menjadi seorang dokter, guru, pilot, guru, polisi, atau lainnya? Tentu saja Kawan GNFI akan menjawab satu diantara profesi tersebut, bukan?

Ya, kebanyakan dari kita semua tentu akan menjawab profesi yang sama. Sebab, dahulu ketika masa kecil, profesi tersebutlah yang paling dekat dengan kehidupan kita.

Dari semua profesi yang menjadi jawaban Kawan GNFI saat masa kecil, ada sebuah profesi yang ternyata memiliki peran cukup penting bagi sebuah negara. Ialah seorang diplomat.

Lewat acara PATRIOT-IS-ME edisi perdana garapan dari Komunitas Historia Indonesia (KHI), Good News From Indonesia (GNFI) dan Rumah Millennials, menghadirkan seorang diplomat muda, yaitu Annisa Amrih Sophiany selaku Second Secretary of Indonesian Embassy New Delhi India.

Nisa saat sedang bercerita kisahnya sebagai diplomat di New Delhi India | Foto: Tangkapan layar acara PATRIOT-IS-ME
info gambar

Acara bincang ringan lewat ZOOM tersebut dipandu oleh Asep Kambali, Sejarawan sekaligus Pendiri KHI, yang diadakan pada Sabtu (13/6) lalu pukul 19.00—20.30 WIB

Dilansir dari Kumparan, kata 'diplomat' berasal dari bahasa Yunani yang berarti pembawa dokumen. Dokumen di sini berarti dokumen legalisasi atas posisinya sebagai pembawa pesan pemerintah.

Sejarah mencatat, perwakilan diplomatik pertama baru ada pada abad ke-15 di Italia. Sementara itu, Indonesia memiliki perwakilan resmi pertamanya pada tahun 1947. "Indonesia Office" atau Kantor Urusan Indonesia didirikan di Singapura, Bangkok, dan New Delhi untuk menjadi perwakilan resmi Pemerintah Republik Indonesia, sekaligus menembus blokade ekonomi Belanda terhadap Indonesia.

Berbicara tentang profesi diplomat, diplomat merupakan seorang perwakilan dari pemerintahan suatu negara yang melaksanakan tugas diplomasi di suatu negara guna memperjuangkan kepentingan bangsa dan negaranya.

Dari pengertian tersebut, bisa dibilang bahwa diplomat adalah pembawa pesan dari negaranya kepada negara lain karena adanya suatu kepentingan.

Nisa—sapaannya, sebagai diplomat Indonesia yang bertugas di New Delhi India pun berbagi tentang kisahnya hingga bisa menjadi seorang diplomat. Cita-citanya sejak kecil yang sangat berbeda dengan cita-cita kebanyakan anak kecil pada masa itu.

Menjalankan pendidikannya di Universitas Indonesia, membawa banyak perubahan bagi hidupnya dan apa yang dijalaninya saat ini. Nisa mengaku banyak belajar ketika melewati masa perkuliahan.

Nisa yang sudah kurang lebih tiga tahun menjalani profesi sebagai diplomat di New Delhi India menjelaskan bahwa tugas seorang diplomat tidak hanya sebagai pembawa pesan dari negara. Seorang diplomat juga memiliki tugas-tugas yang lebih rinci.

Ada enam tugas diplomat dimulai dari pembawa baki hingga ke meja negosiasi. Enam tugas tersebut ialah promoting, lobbying, negotiating, representing, reporting, dan protecting.

Enam tugas tersebut harus bisa dijalani secara bersama dan seimbang. Sebab, menjadi seorang diplomat juga dituntut harus serba bisa. Tak harus dengan latar belakang sekolah diplomat, jurusan apapun bisa menjadi seorang diplomat asalkan mampu menguasai bahasa dan mudah untuk beradaptasi dengan budaya di negara yang menjadi tempat untuk bertugas.

Bagi Nisa, kemampuan bahasa adalah nomor satu. Kenapa? Karena saat menjalankan enam tugas di atas, tentunya seorang diplomat akan berkomunikasi dengan pemerintah di negara tempat bertugas.

Tak hanya itu, peran diplomat juga sangat dibutuhkan negara apabila dalam hal genting. Misalnya ketika pemerintah Indonesia butuh untuk komunikasi dengan pemerintah di sana. Tentunya seorang diplomat akan memiliki database dari pemerintah di negara tempat bertugas lewat sekretaris asing mereka.

Dengan begitu, pemerintah RI bisa menghubungi secara personal dan lebih cepat dibanding harus melalu nota diplomatik terlebih dahulu.

Nisa pun berpesan kepada pada anak muda zaman sekarang yang memiliki keinginan untuk menjadi seorang diplomat, agar tidak takut bermimpi dan melangkah.

“Dari jejak kita yang kecil pada akhirnya membawa kita pada satu tujuan yang lebih besar,” tutur Nisa.

Selanjutnya, Nisa juga mengatakan bahwa ketika menjalani suatu hal tentu ada rintangan, namun jangan lupa untuk mencari peluangnya.

“Rintangan pasti ada, bagaimana kita bisa menyikapinya menjadi produktif, bermakna, dan positif. Kita bisa mengisi dengan apa yang kita bisa. Setiap kita punya andil, fungsi, dan pasti bermanfaat lebih luas lagi bagi negara,” tutup Nisa di akhir acara PATRIOT-IS-ME. (des)

--

Baca Juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Kawan GNFI Official lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Kawan GNFI Official.

Terima kasih telah membaca sampai di sini