Melihat Perubahan Industri Telekomunikasi Indonesia Pasca Merger Indosat dan Tri

Melihat Perubahan Industri Telekomunikasi Indonesia Pasca Merger Indosat dan Tri
info gambar utama

Hanya tiga hari berselang pada saat pergantian tahun dari 2021 ke 2022 kemarin, kabar dan perubahan besar langsung disuguhkan oleh dua perusahaan telekomunikasi yang ada di Indonesia, yakni Indosat Ooredoo (Indosat) dan Tri Hutchison (Tri) yang secara resmi mengukuhkan langkah merger secara efektif per tanggal 4 Januari.

Dengan langkah tersebut pula, kedua perusahaan yang dimaksud kini telah membentuk nama entitas bisnis baru, yakni Indosat Ooredoo Hutchison.

Sedikit atau banyak, langkah besar tersebut sudah pasti memberikan pengaruh terhadap industri telekomunikasi di tanah air, salah satunya dari segi persaingan untuk memperkuat pangsa pasar, terlebih dengan visi yang telah mereka sepakati bersama untuk memberikan layanan komunikasi bagi masyarakat Indonesia di waktu yang akan datang.

Menciptakan nilai transaksi merger di angka 6 miliar dolar AS (Rp85 triliun), menariknya dalam rilis yang dipublikasi kedua perusahaan ini mengakui bahwa langkah korporasi yang dilakukan ‘hanya’ akan membuat mereka menyandang gelar sebagai operator seluler terkuat kedua di Indonesia.

Lantas seperti apa perubahan peta persaingan yang sebenarnya terjadi pasca merger ini?

Menyelisik Perkembangan Komunikasi di Indonesia

Rencana lama untuk menyeimbangkan pasar

Menkominfo
info gambar

Meski baru terealisasi di tahun 2022, namun gaung mengenai pengambilan langkah merger yang dilakukan oleh Indosat dan Tri sebenarnya sudah terdengar sejak akhir tahun 2020 lalu. Sudah menjadi rahasia umum, jika sejak lama industri operator seluler di tanah air memang telah didominasi oleh perusahaan berplat merah yakni Telkomsel.

Hal tersebut terbukti, jika menilik pada pemberitaan mengenai data jumlah pelanggan operator seluler di Indonesia per Q3 2020, Telkomsel menduduki peringkat pertama dengan kepemilikan 170,1 juta pelanggan, diikuti Indosat dengan 60,4 juta pelanggan, lalu XL Axiata dan Tri yang masing-masing mencatatkan kepemilikan sebanyak 55,74 juta dan 36 juta pelanggan.

Dengan dominasi sekitar lebih dari 50 persen dari keseluruhan pelanggan yang dimiliki oleh Telkomsel, banyak pihak terutama para pakar telekomunikasi yang menilai bahwa upaya penyehatan industri perlu dilakukan.

Bahkan sejak tahun 2015 silam, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menilai bahwa jumlah operator seluler idealnya hanya ada empat di Indonesia, beberapa pakar bahkan menyampaikan jumlah yang lebih sedikit, yakni tiga operator saja.

Berangkat dari hal tersebut, tak heran jika langkah merger yang dilakukan oleh Indosat dan Tri pada akhirnya mendapat dukungan penuh dari Kemkominfo. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Kominfo yang menjabat saat ini, Johnny G. Plate, saat tanggal pemberlakuan efektif Indosat Ooredoo Hutchison ditetapkan

Termuat dalam Keputusan Menteri Kominfo Nomor 7 Tahun 2022 tentang Persetujuan Penggabungan Penyelenggaraan Telekomunikasi PT. Indosat Tbk dan PT. Hutchison 3 Indonesia, Johnny mengungkap bahwa industri telekomunikasi di Indonesia memang harus dibuat menjadi lebih efisien dan produktif.

Performa Operator Seluler Indonesia Masuk Kategori Global Rising Stars Versi OpenSignal

Detail penyatuan Indosat dan Tri

Peresmian merger Indosat Ooredoo Hutchison
info gambar

Sementara itu jika membahas lebih detail mengenai segala bentuk penyatuan seperti aset dan berbagai hal lainnya, induk perusahaan Indosat sebelumnya yakni Ooredoo telah mempublikasi detail kepemilikan saham Indosat Ooredoo Hutchison dan pucuk pimpinan yang akan menahkodai entitas bisnis baru tersebut.

Lebih jelas, diketahui bahwa sebesar 65,6 persen kepemilikan saham Indosat Ooredoo Hutchison akan dikelola bersama oleh Ooredoo Group dan CK Hutchison. Sementara sisanya akan terbagi dengan komposisi 9,6 persen saham dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, 10,8 persen dipegang oleh PT Tiga Telekomunikasi Indonesia, serta 14 persen berstatus sebagai saham publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan nama ORDS.

Sementara itu untuk pimpinan, Vikram Sinha yang sejak 2019 memang telah memimpin Indosat sebagai Chief Operating Officer (COO) akan memimpin Indosat Ooredoo Hutchison sebagai CEO baru.

Kembali menggaris bawahi mengenai pengakuan yang sebelumnya telah disebutkan, dalam keterangan yang sama Indosat Ooredoo Hutchison menyatakan bahwa penyatuan yang mereka lakukan cukup membuat keduanya menjadi perusahaan telekomunikasi seluler terbesar kedua di tanah air, dengan perkiraan pendapatan tahunan sekitar 3 miliar dolar AS atau setara Rp42,9 triliun.

2 Operator Lokal Kuasai Jaringan 5G di Indonesia

Peta persaingan dari segi aset, pendapatan, dan pangsa pasar

Meski sudah melakukan upaya penggabungan untuk memperkuat pasar sekaligus menciptakan industri telekomunikasi yang sehat, tak dimungkiri jika dominasi atau kuasa Telkomsel atas jumlah pelanggan rupanya masih belum bisa terkalahkan.

Sebelum diakui oleh Indosat Ooredoo Hutchison sendiri, hal tersebut nyatanya sudah diperhitungkan oleh sejumlah pakar telekomunikasi di tanah air. Namun perubahan baiknya, kehadiran baru Indosat Ooredoo Hutchison berhasil mengukuhkan sekaligus mempertegas posisi dengan mengalahkan operator seluler lain, yakni XL Axiata dan Smartfren.

Meski begitu, pada beberapa kondisi rupanya ada beberapa aspek yang memungkinkan adanya persaingan sengit antara Telkomsel dan Indosat Ooredoo Hutchison.

Hal tersebut dilatarbelakangi oleh faktor EBITDA, yang sangat dipengaruhi baik oleh kepemilikan aset serta kinerja keuangan yang lazimnya menjadi perhatian besar bagi para investor.

Dengan menilik perhitungan berdasarkan laporan tahunan masing-masing perusahaan per tanggal 31 Maret 2021 yang dimuat oleh Kontan, diketahui bahwa Hutchison 3 Indonesia pada periode tersebut memiliki total aset senilai Rp50,42 triliun, dan total aset Indosat sebesar Rp62,89 triliun. Jika digabung, maka nilai aset Indosat Ooredoo Hutchison berada di angka Rp113,31 triliun.

Angka tersebut nyatanya lebih tinggi ketimbang aset yang dimiliki Telkomsel di mana pada periode yang sama memiliki nilai Rp107,59 triliun. Tidak hanya mengalahkan Telkomsel, gabungan aset di atas nyatanya juga mendepak posisi XL Axiata yang tadinya ada di posisi kedua dengan nilai aset di angka Rp65,93 triliun.

Tidak meninggalkan pemain lainnya, di posisi juru kunci ada Smartfren yang memiliki total aset dengan nilai Rp38,7 triliun.

Meski unggul dari segi aset, rupanya langkah merger yang dilakukan Indosat dan Tri belum mampu mengalahkan Telkomsel dari segi kinerja keuangan terutama pendapatan, yang masih memimpin dengan angka dua kali lipat lebih besar.

Lebih detail, kelahiran Indosat Ooredoo Hutchison hanya mencatat total pemasukan di angka Rp10,63 triliun, nyaris setengah dari pendapatan Telkomsel yang berada di angka Rp21,22 triliun.

Namun sekali lagi, pendapatan yang dimiliki harus diakui berhasil menggeser posisi XL Axiata yang pada periode sama meraih pemasukan sebesar Rp6,25 triliun, diikuti dengan Smartfren di posisi terakhir dengan pendapatan sebesar Rp2,4 triliun.

Terlepas dari segala langkah korporasi dan perubahan persaingan industri yang terjadi, pihak Indosat Ooredoo Hutchison memastikan jika layanan komunikasi yang akan diberikan kepada pelanggan tetap akan berjalan sesuai mekanisme yang ada, ditambah dengan misi besar dalam menyediakan jaringan yang lebih kuat bagi pelanggan agar dapat menghubungkan seluruh masyarakat Indonesia.

Operator Asal Indonesia ini Raih Penghargaan Prestisius Asia-Pasifik

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

SA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini