Candi Waji Mojokerto, Identitas Baru Budaya untuk Pemersatu Umat Beragama

saharuddin fio atmaja

Hidup adalah hari ini

Candi Waji Mojokerto, Identitas Baru Budaya untuk Pemersatu Umat Beragama
info gambar utama

Pada umumnya sebagian besar bangunan candi merupakan sisa-sisa peninggalan masa lalu. Namun, di Mojokerto ada candi buatan manusia yang khas. Candi Waji namanya, dengan mengusung untuk mempersatukan pemeluk semua agama, dibangunlah candi buatan di Dusun Sumbertempur, Desa Sumbergirang, Kecamatan Puri, Mojokerto.

Bagaimana candi ini berdiri?

Candi Waji Sumbergirang dibangun oleh Ki Wiro Kadek Wongso Jumeno, menunjukkan bahwa tidak semua candi memiliki akar sejarah. Mbah Wiro yang juga dikenal dengan julukan Ki Wiro Kadek Wongso Jumeno ini mengatakan, pura ini lebih berfungsi sebagai landmark daripada sebagai rumah ibadah.

Alhasil, ia sengaja membangun Candi Waji Sumbergirang sebagai tugu peringatan. Candi Waji terbuka untuk segala jenis kunjungan dari Mbah Wiro, baik formal maupun tidak. Selain itu, dia tidak peduli jika orang menggunakan tempat ini untuk bermeditasi atau sekedar melepas penat sambil menyeruput kopi.

“Candi itu jadi tetenger dan bukan rumah ibadah. Banyak orang yang masih bingung dengan itu. Selama tidak ada yang membuat heboh, semua orang boleh melakukan apapun yang mereka pilih," ucap Mbah Wiro, Selasa (13/02/2023).

Peradaban Para Leluhur untuk Menghadapi Alam di Candi Ratu Boko

Lahir dan berdirinya Candi Waji Sumbergirang

Mbah Wiro benar-benar membangun Candi Waji. Ia mengatakan bahwa Waji merupakan kelanjutan dari wayahe dadi siji. Dengan kata lain, momen itu menyatukan. Nilai kemanunggalan merupakan salah satu item yang diperuntukan bagi Desa Sumbergirang, Kecamatan Puri, Mojokerto.

“Sila ketiga Pancasila sudah jelas. Persatuan Indonesia Kita harus bersatu agar setiap orang dapat hidup berdampingan dengan damai tanpa memandang agama masing-masing,” tambah Mbah Wiro.

Ketika pengunjung memasuki kawasan candi, mereka memang mendapatkan rasa khas Majapahit yang sangat kental. Dari pintu masuk candi, Anda bisa melihat banyak ornamen Surya Majapahit saat berdiri di kawasan pemukiman. Gapura paduraksa yang menuju ke Candi Waji ini tingginya tujuh meter dan terbuat dari susunan batu bata merah.

Anda akan disambut oleh dua patung naga begitu melewati gerbang Paduraksa. Tiga menara hadir di candi berwarna hitam. Puncak candi semuanya dihiasi dengan hiasan emas. Delapan meter di atas tanah, candi ini berpenampilan Hindu-Buddha.

Terdapat musala di sebelah barat Candi Waji yang sering digunakan untuk sembahyang. Kemudian Anda bisa melihat lapangan di sebelah selatan candi. Pendopo utama yang mampu menampung 300 orang dapat dilihat di sebelah utara candi.

Sejarah Candi Prambanan dari Awal Pendirian hingga Jadi Situs Warisan Dunia

Candi berkembang menjadi simbol pemersatu umat

Mbah Wiro sering menyampaikan ceramah-ceramah yang menekankan kerukunan dan kesatuan. Warga asli Mojokerto itu mengatakan, ideologi fundamental yang berusaha melestarikan nilai persatuan dan kesatuan adalah wayahe dadi siji, kependekan dari Candi Waji. Ia dengan tulus berkeinginan untuk mempertimbangkan gagasan persatuan ini sebagai manifestasi dari ajaran Pancasila.

"Wayahe dadi siji itu punya makna yang dalam. Selama ini kami selalu dibeda-bedakan karena agama misalnya. Saya ingin memberi wadah bagi bersatunya pemeluk agama di sini", ucapnya.

Gagasan kebersamaan, menurut Mbah Wiro, merupakan semangat pluralisme yang diturunkan dari para pendahulu kita, khususnya para pendahulu Mojokerto. Menurutnya, banyak budaya yang terbelah demi kepentingan pribadi, termasuk kepentingan yang berkedok agama, sehingga ia ingin menjunjung tinggi semangat itu.

"Saya benar-benar sangat khawatir. Kami mudah terpecah dan memiliki kepentingan yang berbeda, sehingga kami tidak akur. Mbok, ingatlah nasihat nenek moyang kita, dan hiduplah dengan damai. Apapun konteksnya, harmoni adalah yang paling penting," tandasnya.

Indonesia Undang Umat Hindu Dunia untuk Beribadah di Candi Prambanan

Berbagai fasilitas umum yang lengkap

Kawasan di sekitar Candi Waji sering dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan sosial. Tidak seperti biasanya, Mbah Wiro tidak memungut biaya masuk ke pelataran pura. mirip dengan ketika wisatawan ingin melihat Candi Waji.

“Tidak ada tarif masuk. Lapangan ini terbuka untuk digunakan warga untuk tujuan apapun. Di sini, seperti kegiatan yang sama,” tambah Mbah Wiro.

Lanjut Mbah Wiro, Dia mengklaim bahwa kegiatan seni diadakan di sekitar Candi Waji setiap minggu. Dia menciptakan kegiatan rekreasi dengan tujuan menggunakannya untuk mengidentifikasi penduduk. Mereka mungkin memamerkan barang-barang di sekitar, serta menyaksikan pertunjukan artistik yang dipajang.

“Kami telah menyelenggarakan acara seni setiap minggu selama empat bulan sebelumnya. Itu juga yang saya maksud ketika saya mengatakan bahwa penduduk setempat harus diizinkan untuk menggelar perdagangan mereka di sini. Karena dengan adanya acara seperti ini sangat bermanfaat bagi perekonomian," imbuhnya.

Selama pembangunan Candi yang selesai pada 2016 itu, banyak pihak yang menyatakan dukungannya terhadap konsep Pancasila. Warga sekitar desa pun menyambut antusias karena keberadaan Candi Waji dapat meningkatkan toleransi antar umat beragama.

“Tidak lepas dari pengamalan Pancasila. Sila pertama dan ketiga memang. Di sini, umat beragama harus hidup berdampingan. Pendiri Yayasan Tlasih ini meyakini bahwa semangat ini saja yang perlu dilestarikan," pungkasnya.

7 Peninggalan Kerajaan Majapahit, dari Candi hingga Kitab-Kitab Kuno

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan saharuddin fio atmaja lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel saharuddin fio atmaja.

Tertarik menjadi Kolumnis GNFI?
Gabung Sekarang

SA
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini