Ragam Dahar dalam Upacara Kehamilan Masyarakat Jawa

Ragam Dahar dalam Upacara Kehamilan Masyarakat Jawa
info gambar utama

Apa yang pertama kali terlintas di pikiran Kawan GNFI ketika mendengar kata ‘dahar’? Yups, pastinya makan, karena dahar memang merupakan kosa kata dari Bahasa Jawa yang berarti makan.

Namun, lebih dalam lagi, pada masyarakat Jawa, ‘dahar’ juga dipakai untuk menyebut ragam menu nasi yang biasa disajikan untuk berbagai hajat atau upacara tradisi. Terdapat banyak sekali ragam dahar atau menu nasi yang masing-masing mengandung makna berbeda dan juga kelengkapan yang berbeda pula. Berikut ini adalah beberapa ragam dahar yang hadir dalam upacara kehamilan masyarakat Jawa!

1. Dahar Kebuli

Asal nama Kebuli adalah kosa kata Bahasa Arab ‘qobul’ yang artinya terkabul, yakni pengharapan agar keinginan yang dipanjatkan dapat terkabul. Dahar kebuli biasa disajikan pada upacara kehamilan bulan ke 5 sebagai simbolisasi sebuah doa agar bayi yang ada di dalam rahim berkembang dengan sempurna, yang mana diharapkan doa ini dapat dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Nasi untuk dahar kebuli dimasak bersama santan dan berbagai macam rempah-rempah seperti cengkeh, kayu manis, serai, mesoyi, serta garam. Lauk pendamping dahar kebuli adalah daging ayam beserta hati dan ampelanya, telur ayam kampung, bacem, serta bawang merah utuh yang semuanya dimasak dengan cara digoreng.

Pada penyajiannya, nasi kebuli dibentuk kenongan, kemudian semua lauk-pauknya dipotong kecil-kecil dan ditaruh di atas kenongan nasi. Kenongan nasi itu sendiri merupakan nasi yang dicetak menggunakan mangkuk agar bisa membentuk setengah lingkaran, kemudian diletakkan pada piring besar yang diberi alas daun pisang.

Selain Papeda, Papua punya Keladi Tumbuk sebagai Makanan Pokok

2. Dahar Punar

Dahar punar memiliki tampilan berwarna kuning yang diperoleh dari air perasan kunyit. Warna kuning ini diibaratkan sebagai warna emas yang merepresentasikan kekayaan dan kemakmuran. Selain itu, kuning juga menggambarkan kebahagiaan dan kegembiraan.

Dahar punar atau nasi punar hadir dalam beberapa upacara kehamilan, di antaranya adalah upacara kehamilan usia 4 bulan, kehamilan usia 5 bulan, dan ketika usia kehamilan 7 bulan yang masing-masing penyajiannya memiliki perbedaan dari segi lauk-pauknya. Untuk nasi punar pada upacara kehamilan 4 bulan disajikan bersama daging kebo siji, yakni daging kerbau yang diambil dari berbagai bagian tubuh kerbau secara lengkap beserta jeroan dan mata kerbau, serta sambal goreng kuah.

Sedangkan untuk upacara kehamilan usia 5 bulan dan 7 bulan, menggunakan lauk berupa keripik kentang, kacang tanah goreng, entho-entho, abon sapi, udang kering goreng, irisan telur dadar, dan kacang tolo hitam yang digoreng.

3. Dahar Asrep-Asrepan

Pada dahar asrep-asrepan, nasinya juga dibentuk kenong dan diletakkan pada piring besar dengan alas daun pisang. Yang menjadi ciri khas dari menu dahar ini terletak pada lauk pelengkapnya, yakni terdiri kubis rebus, kangkung rebus, telur rebus, sambal pencok, dan gereh pethek yang mana semuanya dimasak tanpa tambahan garam. Masing-masing lauk ini diletakkan dalam sudhi dan ditata mengelilingi kenongan nasi.

Dahar asrep-asrepan biasa disajikan pada upacara kehamilan 7 bulan (mitoni) sebagai bentuk anjuran atau nasihat kepada wanita yang hamil untuk memakan makanan yang dimasak tanpa garam saja atau disebut dengan pasa nawar sejak dilakukannya upacara mitoni.

Makanan tanpa garam merupakan simbolisasi kesederhanaan, yakni sebagai lambang harapan akan keserhanaan hidup untuk keluarga yang akan memiliki bayi. Selain itu, makanan tanpa garam juga dipercaya bermanfaat untuk mengurangi pembengkakan pada kaki wanita hamil dan menjaga kestabilan tekanan darah supaya proses melahirkan berjalan dengan normal.

Sate Klathak, Salah Satu Makanan Khas Bantul Terlezat dan Rekomendasi Kulinernya

4. Dahar Gudhangan

Sajian nasi ini dinamakan dahar gudhangan karena didampingi dengan lauk gudhangan, yakni sayuran yang dimasak dengan cara direbus, lalu dicampur dengan kelapa parut yang sudah diberi bumbu. Dahar gudhangan biasa disajikan pada upacara kehamilan bulan ke 7 atau yang disebut mitoni.

Kehadiran dahar gudhangan ini memiliki makna supaya keadaan bayi yang ada dalam kandungan selalu segar dan sehat jasmani, layaknya sayur-sayuran pada dahar gudhangan yang melambangkan kesegaran, kehidupan, dan kemakmuran.

4. Dahar Kering

Dahar kering atau yang disebut juga dengan cengkaruk merupakan hidangan nasi dengan lauk pendamping berupa kacang tanah, wijen, dan kedelai yang disangrai, kemudian dicampur bersama gula merah. Salah satu hajat yang menghadirkan menu dahar kering adalah upacara kehamilan 7 bulan. Penyajian dahar kering ini dalam suatu acara menjadi simbol kesederhanaan hidup dan kepedulian terhadap sesama.

5. Dahar Rogoh

Dahar rogoh merupakan sajian yang hadir dalam upacara kehamilan 9 bulan. Pada jenis sajian ini, nasi putih dimasukkan ke dalam kendil bersama dengan telur rebus, kemudian kendil tersebut ditutup dengan daun pisang dan penutup dari tanah liat. Dalam hal ini, kendil melambangkan rahim wanita yang sedang hamil, dan telur yang ada di dalamnya sebagai simbol bayi yang dikandung.

Pada prosesi upacara kehamilan, suami dari wanita yang hamil tersebut dan para tamu undangan akan mengambil telur di dalam kendil dengan cara ngrogoh (menggunakan tangan yang dimasukkan ke kendil). Oleh sebab inilah dinamakan dahar rogoh. Cara mengambil seperti ini melambangkan dukun bayi yang membantu proses kelahiran, yang mana mengandung harapan agar proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayinya selamat. Selanjutnya, kendil dibanting hingga pecah sebagai simbol pecahnya ketuban yang mengandung doa supaya bayi cepat lahir.

Asal-usul Perkedel yang Inspirasinya dari Makanan Belanda

Itulah beberapa sajian ragam dahar yang selalu hadir dalam upacara kehamilan masyarakat Jawa. sebenarnya menu dahar nggak hanya itu saja, tentunya masih banyak lagi ragam dahar yang disajikan pada berbagai upacara dan ritual masyarakat Jawa. Hal ini menandakan bahwa Indonesia memiliki banyak keragaman makanan khas yang patut untuk diapresiasi dan dilestarikan.

Referensi: Buku Serba-Serbi Tumpeng oleh Murdijati Gardjito, dkk

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini