Merawat Keturunan Eropa yang Masih Bertahan di Pulau Kisar, Maluku

Merawat Keturunan Eropa yang Masih Bertahan di Pulau Kisar, Maluku
info gambar utama

Masyarakat di Pulau Kisar, Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku telah ratusan tahun menjaga garis keturunannya. Merekalah yang tersisa dari jejak bangsa Eropa, di Pulau Kisar, Maluku.

Ana Siyane Lerrick, memiliki wajah bule, tubuhnya tinggi, hidung mancung, kulit putih, rambut pirang terurai dan bermata biru. Dirinya terlihat mencolok di antara penduduk lain yang ada di pulau tersebut yang umumnya berkulit hitam dan berambut ikal.

“Keluarga kami keturunan orang Eropa yang dulu tinggal di Kisar,” tutur Ana yang dinukil dari Kompas.

Kisah Suku Marind dari Merauke, Ketika Bertani Menjadi Denyut Kehidupan

Ana merupakan generasi ke-17 dari orang Eropa yang tinggal di Kisar. Konon, nenek moyangnya adalah awak kapal yang terdampar di Pantai Kaisar, Kisar pada awal abad ke 16 Masehi.

Ernest Manfred Belder, salah seorang sesepuh kaum Indo-Eropa mengatakan kebanyakan orang Eropa yang terdampar adalah tentara. Sebagian besar warga Belanda sisanya dari Jerman dan Inggris yang menikah dengan orang lokal.

Menjaga kemurnian

Ernst Rodenwaldt dalam buku Die Mestizen auf Kisar (Keturunan Indo-Eropa di Kisar) tahun 1928 menjelaskan Kisar adalah bagian Provinsi Banda yang dikuasai Kongsi Dagang Hindia Belanda (VOC).

“Untuk mengukuhkan daerah kekuasaannya, VOC menempatkan tentara yang akhirnya menikah dengan warga asli Kisar,” paparnya.

Dikatakannya di Kisar terdapat 12 marga yang merupakan keturunan Indo-Eropa, yakni Joostensz, Wouthuysen, Caffin, Lerrick, Peelman, Lander, Ruff, Bellmin-Belder, Coenradi, Van Delsen, Schilling, dan Bakker.

Masyarakat Biak dalam Upaya Memberikan Rehat bagi Laut Agar Lestari

Marga Bakker sejatinya adalah keturunan Raja Wonreli, Kisar yang menikah dengan keturunan orang Eropa. Walau orang keturunan Eropa bisa kawin dengan warga asli, sebagian sangat menganjurkan pernikahan dengan sesama keturunan Eropa.

“Persoalan kawin campur diatur ketat. Bahkan, pada generasi sebelumnya. Keturunan Eropa hanya boleh kawin dengan keturunan Eropa lain,” ungkap Fransina Joostensz.

Upaya menjaga kemurnian ras keluarga itu dilakukan meski mereka harus menikah dengan saudara dari satu kakek. Misalnya Hans Alverd Kaippaty pria asli Ambon yang dulu sulit menjalin hubungan dengan Ana sebelum menikah.

Pencatatan

Hubungan kekeluargaan dengan orang bermarga sama di Eropa tetap dijaga. Pendataan ini tercatat rapi dalam buku silsilah keturunan Indo-Eropa. Tetapi tak semua keturunan bisa masuk dalam buku tersebut.

Selain akan diminta foto yang hasilnya dikirim ke Belanda. Mereka harus memenuhi persyaratan tinggi hidung alias tingkat kemancungan, bentuk lubang hidung, panjang kuku, hingga warna mata.

“Ciri yang paling jelas hidung dan mata. Kata orang sini, mata kucing,” ujar Ana.

Merawat Nasionalisme di Papua Lewat Olahraga

Dalam buku Die Mestizen auf Kisar memuat keturunan dari Ana. Tiga kakak ayah Ana ada dalam buku tersebut, tetapi dirinya yang lahir pada 1954 belum termuat. Dirinya pun belum pernah tahu apakah sudah termuat dalam edisi buku berikutnya.

“Tidak ada keuntungan apa pun masuk di buku silsilah,” katanya.

Permukiman keturunan Indo-Eropa di Kisar berada di Desa Kota Lama, kawasan yang pada era VOC menjadi pusat pemerintahan. Pekerjaan orang-orang di sana juga sama seperti warga yakni, petani, pedagang hingga birokrat.

“Kami 100 persen orang Kisar. Orang Indonesia. Kebetulan, nenek moyang kami dari Eropa,” ujar Ernst Manfred yang anaknya menikah dengan penduduk lokal.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini