Moral: Degradasi atau Regenerasi?

Moral: Degradasi atau Regenerasi?
info gambar utama

Kawan GNFI pasti pernah mendengar ujaran seperti, “Moral anak zaman sekarang kok makin menurun, ya? Dulu, di zaman kita, anak abg gak gini amat, deh”. Moral decline, moral deterioration, moral reduction, moral degradation, moral degeneration, moral decay, dan sebagainya merupakan kata yang acap terdengar di telinga kita.

Pada intinya, banyak orang menganggap moral sudah rusak di zaman ini, terlebih di pandangan orang tua. Namun, apakah moral kita benar-benar mengalami degradasi?

Masa kini dengan perubahan karakteristik emosional remaja yang ditandai intensi emosi meninggi, perilaku argumentatif, dan sikap agresif yang tiba-tiba ini kerap dikonotasikan secara negatif.

Penelitian justru melihat potensi sikap-sikap tersebut mengarahkan remaja pada pengembangan rasa percaya diri dan kepribadian sehingga membentuk pribadi yang idealis (Frieswaty., et al, 2020).

Meskipun, dalam prosesnya, pemberontakan atau perlawanan remaja dapat bertahan lama dan mencakup perilaku menantang dan suasana hati yang berubah dengan cepat, tekanan sosial, hingga masalah yang berkaitan dengan identitas sehingga menyebabkan dampak pada dinamika keluarga dan hubungan pribadi.

Mengapa Makin Banyak Negara Berencana Meninggalkan Dollar AS?

Berangkat dari sikap-sikap remaja yang dianggap terus menjadi-jadi, orang tua sering membandingkan perbedaan anak sekarang dengan anak di zaman mereka. Mari kita tilik jauh ke belakang. Asumsikan zaman orang tua kita muda adalah tahun 1990 an, ocehan orang tua di masa itu bisa jadi terdengar seperti ini:

“Anak jaman sekarang, taunya main gameboy!”

“Wedok ku tuh ya, main e-mail terus sama temen londonya yang katanya dari Belanda, ckckck.”

“Musik anak sekarang sampah ya, apaan itu rap-rap ga jelas. Ga ada enak-enaknya.”

Kawan, kita mundur lagi, ke era 1980 an:

“Aduh, sekarang anak-anak mainnya ke tempat disko sama roller skate terus.”

“Sekarang pada minta beliin walkman, dulu mah kita apa ya cuma bawa radio ke pantai atau pake turntable di rumah.”

“Gaya anak sekarang aneh ya? Apaan itu rambut segede gaban.”

“Tua banget anak sekarang, umur segitu udah makeup. Mana make-up nya ga jelas, pake eyeshadow warna ngejreng?!”

Baiklah, satu dekade lagi, ke tahun 1970 an:

“Anakku dengernya Bee Gees, apalah itu, ga enak.”

“Ckck, habis duit anak-anak cuma buat jajan kaset pita.”

Dari contoh-contoh di atas, Kawan GNFI dapat melihat bahwa, era kapan pun itu, selalu ada alasan untuk reaksi penolakan orang tua pada lingkungan budaya anaknya tumbuh. Apa karena nilai moral yang menurun? Tidak. Orang tua, pada masa apapun, pada belahan dunia manapun, umumnya hanya mengalami transisi budaya dan itu adalah hal yang lumrah.

Agar Tidak Saling Berebut Kebenaran, Pahami dulu Perbedaan Sistem Matriarki dan Patriarki

Sebagian orang tua mengalami culture shock melihat distingsi kehidupan masa mudanya dan dengan perbandingan masa muda anak-anak yang hidup pada zaman setelahnya. Alhasil, perubahan nilai-nilai pada tatanan sosial selama perkembangan zaman, terutama di bidang pengetahuan dan teknologi, kerap dianggap sebagai degradasi moral.

Degradasi moral tersebut kemudian diidentifikasi dengan timbulnya berbagai resiko negatif akibat perkembangan kehidupan. Demikian, nilai moral hanya berubah, bukan mereduksi.

Mungkin sebagian dari orang tua di luar sana atau kawan GNFI sendiri menyanggah, "Kalau mau bukti konkretnya, lihat saja perempuan zaman dulu banyak yang bisa masak, cuci, dan melakukan pekerjaan rumah lainnya. Perempuan zaman sekarang mana bisa, semuanya mau serba instan."

Bicara mengenai relevansi perempuan dulu dan kini, sebetulnya masalah preferensi saja. Realitas dimana seorang perempuan termarginalisasi dari dunia sosial maupun politik. Ketika beberapa tempat seperti kedai minuman dan ruang konferensi seolah menjadi tempat tabu bagi perempuan, atau ketika kesempatan perempuan untuk hadir di muka umum dan berpartisipasi tidak diakui oleh negara maupun masyarakat.

Bayangkan, dengan standar moral dan hukum tahun 2022, apakah hal-hal tersebut dilegalkan secara hukum atau dibenarkan secara moral (morally right) oleh masyarakat saat ini? Sekarang, sudah banyak perempuan-perempuan yang melek huruf, berpendidikan tinggi, memiliki kedudukan yang setara dengan laki-laki, masuk ke dunia hukum, terjun ke dunia politik, bahkan menjadi pemimpin.

Contoh lain yang menunjukkan nilai moral pada hakikatnya berubah adalah persoalan preferensi vonis hukum. Dahulu, orang yang terbukti bersalah akan digantung di tengah kota, dipertontonkan ke publik. Seperti di Rezim Ratu Victoria di Inggris pada 1837-1901, hukuman gantung dianggap lumrah, bahkan hukuman yang dirasa paling pantas dijatuhkan. Namun, ketika kita membicarakan hukuman gantung pada era globalisasi, apakah banyak orang akan menyetujuinya? Tentu tidak.

Selamat Datang Bulan “Pertapaan” Ruhani
Hukuman Mati Raja Inggris | Foto: news.okezone.com
info gambar

Selanjutnya, kita beralih pada era Romawi Kuno. Seseorang yang terbunuh akibat sambaran petir tidak pantas mendapatkan pemakaman yang layak karena dianggap sumber kemarahan Dewa Jupiter. Bagaimana jadinya kalau alasan tersebut diaplikasikan di zaman sekarang, apakah masih relevan? Tidak. Orang akan menertawai.

Jadi, apa masih yakin moral zaman sekarang lebih buruk? Nilai moral hanya cenderung dinamis. Tidak ada baik dan buruk, semua tergantung pada kacamata sudut pandang apa yang hendak kita pakai.

Juga tidak ada moral yang membaik atau memburuk, semua karena moral bersifat relatif dan nilai esensialnya akan berubah sewaktu-waktu. Dan, apa yang sudah tidak relevan tentu dengan sendirinya akan terdepak sesuai prinsip evolusi.

Referensi:
Frieswaty., et al. (2020). Mengatasi Degradasi Moral Anak Remaja Akibat Pengaruh Media Sosial. Kharisma: Jurnal Ilmiah Teologi, Vol. 1(1). DOI: https://doi.org/10.54553/kharisma.v3i1.81.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SC
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini