Secercah mentari di balik gumpalan awan menyinari daerah penghasil marmer di bagian selatan Jawa Timur, Kabupaten Tulungagung. Keterampilan tangan pengrajin marmer memang tak ada tandingannya.
Tengok saja, sebuah tempat ibadah bergaya modern-futuristik terbangun megah dengan marmer hitam-keabuan menghiasi setiap tiang dan terlukis yang serasi bersama cat abu-abu di Jl. Mayjen Suprapto Kelurahan Kepatihan.
Diresmikan oleh Bapak Jusuf Kalla (Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia) bersama Ibu Khofifah (Gubernur Jawa Timur), pada 29 Maret 2022, Masjid Al Fattah menyiratkan pesan tentang netralisasi umat beragama dalam pemberantasan radikalisme.
Berada di naungan pengelolaan Muhammadiyah, Masjid Al Fattah terbangun apik di tanah seluas 3.005 meter2 dengan sebuah menara berdiri kokoh di samping masjid setinggi 53 meter dengan lafaz Allah. Tak segan-segan Rp 30 Miliar dihabiskan bagi pembangunan masjid ini.
Jika dilihat sekilas, ada makna tersirat pada atap masjid. Atap kaca rendah disusul atap lain di atasnya menginterpretasikan gerakan sujud pada salat sebagaimana atap kaca rendah ibarat ujung kaki dan atap lebih tinggi sebagai tubuh manusia yang sedang membungkuk-bersujud.
Lalu-lalang pengunjung luar kota bergantian menyambangi Masjid Al Fattah dengan 3 lantai tampak luar sebagai salah satu destinasi religi. Bagaimana tidak, ikon baru Tulungagung ini sudah menggoda mata, maka tak terbayang interior maupun fasilitas yang tersedia bagi jamaah.
Seperti halnya di mal, petugas masjid mengarahkan jamaah untuk memarkirkan kendaraan di lantai basement. Petugas masjid juga siaga membantu memberikan aba-aba agar kendaraan jamaah tertata rapi.
Dari kejauhan terlihat lift menuju lantai atas guna memfasilitasi lansia, tamu penting, maupun orang berkebutuhan khusus. Jamaah bisa menaiki tangga dalam gedung parkir yang mengarah ke area wudu atau bisa melalui tangga depan masjid yang juga menyediakan area wudu.
Langkah kaki langsung menjelajahi area wudu yang dihiasi oleh marmer apik nan mega. Wastafel dengan kaca besar memudahkan jamaah wanita bersolek. Deretan keran wudu memancurkan air dengan lancar, pun toilet yang selalu dibersihkan oleh petugas masjid.
Abad Kegelapan, Wacana Penimbunan Kehebatan Cendekiawan Islam
Setapak demi setapak berpijak pada marmer abu-abu dingin menuju area salat. Kedua bola mata menangkap adanya mesin pendingin berisi air gelas dan lemari peminjaman mukena maupun sajadah di lorong. Jamaah benar-benar disambut selayaknya tamu negara.
Perkara mengagumi interior tempat ibadah seizin Allah, tak heran sekali lagi hati ini bergetar. Melalui pintu otomatis pada muka masjid, jamaah dipersilakan berlenggok masuk tanpa beban untuk sejatinya melaksanakan kewajiban umat Muslim.
Demi menjaga kekhusyukan, ruangan masjid yang berkaca tebal dibiarkan dingin dengan AC sentral menyala dan jamaah dapat bertumpu pada karpet tebal nan empuk yang dipesan dari Negara Gerbang Timur dan Barat, Turki.
Kain kiswah diambil langsung dari Mekkah berbahan beludru dengan ukuran 6,6 x 3,5 meter dan bersulam benang emas seberat 40 kg terpajang di ruang imam menjadi daya tarik bagi pengunjung. Tak ayal berat kiswah mencapai hingga 100 kg.
Jamaah pria dan wanita dibatasi besi bercorak putih yang terbentang dari sisi ke sisi lain masjid. Al-Quran tersusun rapi di sisi kanan masjid bersamaan dengan deretan kursi bantu. Kacamata baca juga tersedia bagi jamaah yang ingin membaca Al-Qur’an pada sisi kiri masjid.
MasyaAllah, lafaz Allah terhias indah ketika menengadah ke langit-langit masjid sebagai bentuk keagungan kepada Sang Maha Pencipta. Terlihat pula beberapa pigura berlafazkan Allah terpajang di dinding masjid dan 2 proyektor menggelantung dari langit-langit.
Kesan netralisasi tergambar jelas dengan nuansa monokrom abu-abu dan hitam pada Masjid Al Fattah guna menambah kesejukan bagi jamaah. Melansir kabar.tulungagung.go.id, marmer pada lantai dan dinding diimpor dari Negara Sepatu Bot, Italia serta Negara Anak Benua, India
Asal Usul Masjid Al Fattah
Rasa ingin tahu menggelora, sehingga bertanyalah kepada petugas masjid yang sedang menyirami kembang pada pot disambi memberi makan ikan koi sebagai piaraan yang terpajang di area muka masjid.
Pada awal berdiri dijuluki Masjid Putih sebab Gunung Kelud pernah meletus pada 31 Agustus 1951, sehingga abu letusan digunakan sebagai bahan pembangunan masjid yang dikumpulkan oleh pemuda setempat.
Kata beliau, dulunya Masjid Al Fattah juga disebut sebagai Masjid Sokolimo karena jumlah tiang penyangga atau sokoguru ada lima dengan tinggi 15 meter dan berguna pula untuk mengumandangkan azan.
Melansir dari PWMU.co, pada awalnya Masjid Al Fattah hanya berukuran 20x20 meter di atas tanah wakaf H. Sarkam Mashuri dan pengelolaan diserahkan kepada Muhammadiyah dengan penggantian nama dari Masjid Putih menjadi Al Fattah yang berarti kemenangan.
Penganut Islam Aboge dan Kejawen di Banyumas Rayakan Idulfitri Hari Ini
Tahun 1960 sampai 2019, Masjid Al Fattah terus mengalami renovasi, mulai dari pembongkaran bangunan, perluasan bangunan, hingga perluasan tanah wakaf di sekitar masjid. Dana terkumpul dari donatur maupun penggalangan dana oleh PDM Tulungagung.
Muhammadiyah, selaku organisasi pengelola Masjid Al Fattah, juga menyeleksi sendiri khatib dan imam untuk salat Jumat maupun kegiatan keagamaan lainnya. Masjid Al Fattah akhirnya disebut sebagai masjid para intelek atas mubaligh pilihan dan terbaik.
Adapun harapan dari pengelola masjid bagi warga maupun para donatur agar bisa memanfaatkan tempat ibadah, yaitu Masjid Al Fattah, sebaik mungkin dengan mengikuti salat berjamaah di sebagian maupun semua waktu salat.
Kenyanglah sudah dari rasa lapar akan keingintahuan tentang Masjid Al Fattah Tulungagung sebagai destinasi religi di tengah kota dengan kemegahan interior, keasrian lingkungan, dan nuansa futuristik dari segala fasilitas yang tersedia.
Referensi:pwmu.co | jatimhariini.co.id | kabar.tulungagung.go.id | jatim.inews.id | kabar.tulungagung.go.id
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News