Tari Gending Sriwijaya, Tari Penyambutan Dari Palembang

Tari Gending Sriwijaya, Tari Penyambutan Dari Palembang
info gambar utama

Nama Kerajaan Sriwijaya tentu sudah kondang sebagai salah satu kemaharajaan di Nusantara yang mempunyai kekuasaan dan dampak yang sangat besar di masa lampau. Bahkan, kerajaan ini dapat mempersatukan kawasan barat Nusantara dengan cakup kekuasaan hingga ke Semenanjung Malaya.

Oleh masyarakat Palembang, sejarah ini sangat melekat dengan kebudayaan mereka hingga sekarang. Untuk mengenang kejayaan kerajaan tersebut, terciptalah sebuah tarian tradisional yang bernama tari Gending Sriwijaya.

Hingga saat ini, tari Gending Sriwijaya masih senantiasa menjadi sebuah tari kebanggan yang ikonik dari Palembang. Lalu, bagaimana sejarah dari tarian ini serta bagaimana gerakan atau pola lantainya? Mari kita ketahui lebih jauh.

Main Ke Palembang? Inilah 3 Rekomendasi Tempat Mie Celor Palembang

Asal Tari Gending Sriwijaya dan Sejarahnya

Tari Gending Sriwijaya merupakan tari tradisional yang berasal dari daerah Palembang, Sumatera Selatan. Awal mula penciptaannya pada tahun 1943 hingga 1944. Menurut penamaannya, tari ini memiliki arti "Irama Sriwijaya".

Bersumber dari Kemdikbud, awal mula terciptanya tari ini adalah dari pemerintah Jepang atas permintaan Hodohan (Jawatan Penerangan Jepang) untuk menyambut tamu yang berkunjung ke Sumatera Selatan dalam acara resmi.

Tina Haji Gong dan Sukainan A. Rozak adalah penata tari Gending Sriwijaya. Mereka mencari dan mengumpulkan berbagai konsep untuk tarian tersebut dengan mengambil unsur-unsur dari tari adat Palembang yang sudah ada.

Musik pengiring Gending Sriwijaya sendiri diciptakan oleh A. Dahlan Muhibat, seorang komposer dan violis pada grup Bangsawan Bintang Berlian di Palembang. Lagu tersebut diciptakan tahun 1943, tepatnya dari bulan Oktober sampai dengan Desember.

Lagu ini merupakan perpaduan dari lagu Sriwijaya Jaya yang diciptakannt dengan konsep lagu Jepang. Sementara untuk lirik lagu Gending Sriwijaya diciptakan oleh Nungcik AR.

Mengapa Banyak Orang Palembang yang Mirip Orang Tionghoa?

Gerakan dan pola lantai tari Gending Sriwijaya

Tari ini dibawakan oleh 13 orang penari, yang terdiri dari sembilan penari perempuan dan empat penari laki-laki.

Sembilan penari perempuan mengenakan pakaian adat Palembang dan membawa tepak sirih, jumlah 9 ini melambangkan Batanghari 9, sungai-sungai di Sumatra Selatan yang punya peran besar dalam perdagangan pada zaman dulu. Empat penari laki-laki mengenakan pakaian adat Palembang dan membawa payung, tombak, dan peridon.

Penari perempuan masuk ke panggung dengan berbaris lurus. Setelah itu, mereka membentuk formasi huruf V dengan penari utama di tengah. Penari utama memegang tepak sirih dan menjadi titik fokus dari tarian. Dua orang penari laki-laki membawa peridon di belakang penari utama. Tiga orang penari laki-laki lainnya membawa payung. Dua orang penari laki-laki lainnya membawa tombak.

Penari-penari Tari Gending Sriwijaya menari dengan gerakan yang lembut dan gemulai. Mereka membawa tepak sirih dan bunga, sambil sesekali melempar senyum dan melentikan jari-jari kuku.

Gerakan membungkuk dan berlutut dalam tarian ini merupakan simbol penghormatan kepada tamu. Senyum dan jari-jari kuku yang melengkung merupakan simbol keramahan. Tepak sirih dan bunga yang dibawa oleh penari merupakan simbol persembahan kepada tamu.

Untuk pola lantainya, tari Gending Sriwijaya menggunakan pola lantai lurus vertikal yang selanjutnya dikombinasikan dengan pola lantai diagonal yang berjalan dengan alur garis “V”.

Tari Gending Sriwijaya adalah tarian yang indah dan penuh makna. Tarian ini menggambarkan kegembiraan dan keramahan masyarakat Palembang dalam menyambut tamu. Hingga saat ini, tari ini masih terus lestari di Sumatra Selatan dan kerap ditampilkan ketika acara-acara tertentu, khususnya untuk penyambutan.

Ratu Sinuhun: Tonggak Lahirnya Undang-Undang Ramah Perempuan di Palembang

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Fazer Mileneo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Fazer Mileneo.

MM
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini