Ragam Bahasa Betawi serta Uniknya Perbedaan “Gua” dan “Gue”

Ragam Bahasa Betawi serta Uniknya Perbedaan “Gua” dan “Gue”
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Budaya dan bahasa merupakan dua hal yang sangat lekat satu sama lain. Budaya membutuhkan bahasa untuk dikomunikasikan. Sementara jika tidak ada budaya, bahasa sendiri mungkin tidak akan terbentuk. Indonesia yang kaya akan budaya memiliki lebih dari 700 bahasa daerah. Di antara banyaknya bahasa, terdapat satu bahasa daerah yang cukup populer, yakni bahasa Betawi. Dikatakan populer karena beberapa bahasanya banyak diserap sebagai bahasa informal yang digunakan dalam keseharian masyarakat. Misalnya penggunaan kata “pakai” dalam situasi informal dituturkan menjadi “pake”, kemudian kata “datang” menjadi “dateng”. Umumnya kata serapan tersebut hanya mengubah penyebutan suku kata akhir dari [a] menjadi [e]. Selain perbedaan silabel akhir, terdapat pula kata yang sepenuhnya berubah seperti “saya” menjadi “gua“ atau “gue” dan “anda” menjadi “lu” atau “lo”.

Salah satu penyebab kata serapan dari bahasa Betawi umum digunakan sebagai bahasa informal yakni pengaruh dari tayangan populer televisi maupun layar lebar. Serial televisi tahun 90-an berjudul Si Doel Anak Sekolahan misalnya, serial tersebut menyisipkan banyak bahasa Betawi dalam jalan cerita. Lalu, walaupun tidak mengangkat secara langsung budaya Betawi, di film layar lebar Ada Apa Dengan Cinta (2002), Mencuri Raden Saleh (2022), dan banyak film lainnya cukup umum untuk menggunakan kata serapan Betawi yakni “gua“ atau “gue” sebagai kata ganti orang pertama. Umumnya penggunaan bahasa tersebut lantaran kebanyakan cerita berlokasi di Jakarta, tempat bahasa Betawi itu berasal. Selain itu, banyaknya penduduk serta pendatang di Jakarta juga turut melatarbelakangi lumrahnya penggunaan bahasa informal yang diserap dari bahasa Betawi.

Jejeran Candi Hindu yang Terhampar di Sekeliling Sungai Rokan

Saat membicarakan budaya Betawi, bukan hanya kota Jakarta saja yang lekat dengan budaya tersebut, tetapi daerah sekitarnya pun juga. Budaya Betawi sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu Betawi tengahan dan pinggiran. Betawi tengahan merujuk pada daerah Jakarta, sementara Betawi pinggiran meliputi daerah sekitar Jakarta. Betawi pinggiran yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu-Cina meliputi kelompok dari Utara sampai Barat Jakarta termasuk Tangerang, kemudian dari bagian Selatan ke Timur Jakarta hingga Bekasi dan Depok lebih dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa-Sunda.

Berikut merupakan peta ilustrasi pembagian daerah dengan bahasa Betawi pengaruh Melayu-Cina dan Jawa-Sunda:

Ilustrasi Peta Pengaruh Budaya Betawi | Dokumentasi Pribadi : Sumber: Canva.com
info gambar

Penyebab perbedaan budaya Betawi tengahan dan Pinggiran salah satunya dapat dijelaskan oleh sejarahnya. Pada abad ke-17, pemerintah VOC di bawah perintah J.P. Coen sebagai gubernur pernah membuat kebijakan menutup Jakarta dengan tembok kota untuk menjaga keamanan pusat pemerintahan. Kebijakan tersebut dikenal dengan nama “Residentie Ommelanden van Batavia”. Hal ini membuat kebudayaan Betawi semakin terbelah antara yang dipengaruhi budaya Melayu-Cina dengan Jawa-Sunda.

Terbelahnya budaya tersebut paling terlihat dari penggunaan dialek [e] dan [a] yang berbeda. Dialek [e] digunakan oleh Betawi tengahan dan beberapa Betawi pinggiran yang lekat dengan pengaruh Melayu-Cina. Bahasa yang digunakan dengan dialek [e] adalah “ape”, “gimane”, dan “aye”. Kemudian kata resapan dari bahasa Cina yang digunakan yakni seperti sebutan-sebutan angka “cepek”, “gopek”, “goceng”, dan semacamnya. Sementara Betawi pinggiran yang lebih dekat dengan budaya Jawa-Sunda tidak menggunakan dialek [e] tetapi umumnya menggunakan silabel [a]. Bahasa Betawi pinggiran seperti “ngapa” “begimana” “dah” serta yang menyerap dari bahasa Jawa seperti “lanang”, “bocah”, “ora” dan banyak lainnya.

Jejak Para Pebalap Indonesia di Moto2 Sebelum Mario Aji

Melihat asal usulnya, tak heran jika bahasa Betawi yang kini populer digunakan sebagai kata ganti orang pertama yakni “gua“ dan “gue” juga sedikit berbeda penyebutannya. Sesuai dengan asalnya, kata “gua” dengan dialek [a] yang artinya lebih umum untuk digunakan oleh orang Betawi pinggiran di daerah Selatan ke Timur Jakarta. Sedangkan kata “gue” merujuk pada kelompok Betawi tengahan dan pinggiran di daerah Utara ke Barat yang banyak dipengaruhi budaya Cina. Walaupun penyebutannya sedikit berbeda, tetapi artinya tetap sama yakni merujuk pada kata ganti orang pertama. Kini seiring perkembangan zaman, tidak lagi ada batasan-batasan antar masyarakat, penggunaan kata tersebut pun semakin melebur. Tidak hanya orang Betawi pinggiran yang menggunakan kata “gua”, dan sebaliknya, yang menggunakan kata “gue” bukan orang Betawi tengahan saja. Bahkan kini kata tersebut pun juga semakin populer untuk digunakan oleh orang dari suku lain selain Betawi.

Jika kawan GNFI melihat media sosial, kata “gua“ maupun “gue” umum digunakan dalam segala bentuk komunikasi. Dalam komunikasi tertulis, varian dari kata-kata tersebut pun semakin banyak, tidak hanya ‘gua’ dan ‘gue’, tetapi terkadang ditulis ‘gw’ bahkan juga dapat diwakilkan dengan sebuah huruf ‘w’. Semakin populernya penggunaan bahasa Betawi menunjukkan bahwa bahasa daerah masih hadir dan terus berevolusi dalam keseharian masyarakat. Berkembangnya bahasa-bahasa populer baru memang tidak dapat dihindari terlebih mengingat bahasa dapat dipengaruhi oleh kondisi sejarah, geografis, dan sosiologi masyarakatnya. Namun tetap perlu diingat bahwa penting bagi kawan untuk tahu asal usul dari bahasa tersebut agar dapat terus melestarikannya.

Mohammad Hanif Wicaksono: Pemuda Blitar Penyelamat Tanaman Buah Langka di Kalimantan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini