Melihat Hubungan Genetika antara Masyarakat Suku Bugis dengan Bajo

Melihat Hubungan Genetika antara Masyarakat Suku Bugis dengan Bajo
info gambar utama

Suku Bugis dan Bajo walau sama-sama sebagai pelaut ulung, merupakan dua etnis berbeda. Hingga baru-baru ini, riset genetika menemukan adanya tautan kedua suku yang bermukim di wilayah Sulawesi ini.

Selama ratusan tahun, perbedaan identitas Bajo dan Bugis telah direkonstruksi. Mulai dari kisah mengenai asal usul, baik dari naskah tertulis maupun kisah lisan Bugis, tak pernah menyebut adanya kesamaan nenek moyang dengan orang Bajo

Antropologi dan peneliti Bajo dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Tasrifin Tahara menyebut orang Bugis cenderung memunggungi orang Bajo. Bahkan secara sosial, orang Bajo cenderung dipinggirkan.

Dikagumi James Cameron, Kehidupan Suku Bajo Jadi Inspirasi Film "Avatar: The Way of Water"

“Posisi ini disebabkan relasi ekonomi. Orang Bugis sebagai pemodal, sedangkan orang Bajo pencari sumber daya lautnya,” ucapnya yang dimuat Kompas.

Padahal dari aspek bahasa, jelasnya, terdapat irisan antara Bugis dan Bajo, misalnya kemiripan dalam menyebut kata sandro untuk dukun, lepa untuk perahu, njama untuk kerja, asu untuk anjing, dan manu untuk ayam.

Sementara itu dari hal budaya melaut, kata Tasrifin, Bugis dan Bajo memiliki pengetahuan yang sama dalam membaca rasi bintang untuk navigasi. Baik orang Bugis maupun Bajo mengenal kutika atau penanggalan untuk mengetahui hari baik dan buruk.

Mirip secara genetika

Peneliti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Pradiptajati Kusuma mengungkapkan dalam kajian genetika memperlihatkan adanya kaitan antara Suku Bajo dan Bugis. Studi ini dilakukan dengan meneliti materi genetik.

Pradiptajati dan timnya mengambil sampel saliva atau air ludah dari tiga komunitas orang Bajo, yaitu Kendari (Sulawesi Tenggara), Kota Baru (Kalimantan Selatan), dan Derawan (Kalimantan Utara).

Menurut Pradipta, pada awalnya Bajau Kendari yang terbentuk sekitar 1.700 tahun yang lalu belum berbahasa Sama Bajau, disebut Pre Bajau. Dari unsur genetiknya, Pre-Bajau ini dibentuk oleh bauran gen Austronesia dan Papua yang sering disebut Australoid.

Arsitektur Rumah Tradisional Suku Bajo untuk Menghadapi Iklim Tropis

Hal yang menarik, katanya, struktur genetika Bajo ini sama persis dengan yang membentuk populasi Bugis di Sulawesi Selatan, dengan waktu pembentukan yang sama. Keberadaan penutur Papua yang membentuk struktur populasi Bajo dan Bugis sangat menarik.

“Kami belum tahu, apakah populasi Papua yang menyumbang genetik orang Bugis ini adalah yang memang masih tinggal di Sulawesi sebelum kedatangan Austronesia, atau dari migrasi balik dari Papua ke Sulawesi,” sebutnya.

Fenomena diaspora

Kajian arkeologi belakangan, semakin menguatkan keberadaan kelompok migrasi awal atau penutur Papua di Pulau Sulawesi. Misalnya temuan lukisan tangan (art rock) berumur sekitar 40.000 tahun di gua-gua Maros, Sulsel.

“Nah, invasi Sriwijaya ke Kalimantan Selatan sekitar 1.100 tahun lalu mengakibatkan komunitas Proto Bajau yang berbahasa Sama Bajau di Kalimantan Selatan tersebar luas, termasuk ke Kendari. Sejak saat itu, Pre Bajau Kendari mereka berbahasa dan berkultur Sama Bajau,” kata Pradiptajati.

Desa Torosiaje, Kampung di Atas Laut Kediaman Suku Bajo

Fenomena diaspora Sama Bajau dari Kalimantan Selatan ini berbarengan dengan diaspora orang Banjar ke Madagaskar. Riset Pradiptajati menemukan nenek moyang orang Banjar yang secara genetik merupakan baruan antara Dayak Maanyan dan Melayu.

Berikutnya sekitar 924 tahun lalu, terdeteksi masuknya genetika orang-orang India ke dalam populasi Bajo. Orang Bajo juga membaur dengan berbagai etnis lain, tetapi masih tetap menjaga budaya dan bahasa Sama Bajau.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini