Bagaimana Kesehatan Mental pada Generasi Z?

Bagaimana Kesehatan Mental pada Generasi Z?
info gambar utama

Dalam Databoks menyebutkan pada data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri), terdapat 971 kasus bunuh diri di Indonesia terhitung sejak Januari hingga 18 Oktober 2023. Kasus tersebut melampaui angka bunuh diri pada tahun 2022, yaitu sebanyak 900 kasus. Banyak faktor seseorang melakukan tindak bunuh diri, baik faktor internal maupun eksternal.

Dalam faktor internal, biasanya ditandai dengan perubahan emosi yang tidak stabil, perasaan cemas yang berlebih, ketakutan akan masa depan, atau berupa rasa kesepian dan tertekan terhadap suatu permasalahan tertentu. Jika faktor eksternal biasanya dihadirkan dari masalah lingkungan, seperti keluarga, sahabat, pasangan yang toxic, atau bisa jadi ditimbulkan dari dunia perkuliahan yang berat, terlilit pinjol, dan lain sebagainya.

Penulis ingin mengawali esai ini dengan rasa keprihatinan sebagai mahasiswa, di mana saat ini banyak sekali mahasiswa yang memilih mengakhiri hidupnya dengan cara yang buruk seperti bunuh diri. Seringkali dalam media sosial yang memberitakan aksi pengakhiran nyawa ini menemukan beberapa komentar yang agaknya menyayat hati, seperti berikut:

“Kak, kenapa ga ngajak aku, aku capek, lain kali ajak aku.”

“Gua mau ikut.”

“Tapi aku udah ga sanggup pengen ikut kak (nama) aja.”

Komentar tersebut tentu menggambarkan keadaan mental health generasi zaman sekarang yang berada pada posisi tidak stabil. Entah masalah apa yang dialami oleh mereka sehingga bisa berkata demikian. Alih-alih berbela sungkawa, yang mereka lakukan justru membenarkan hal tersebut dengan dalih capek hidup.

Riwayat Rebana Biang dan Rebana Gedigdug dari Betawi

Tuhan memberikan kehidupan pada manusia bukan tanpa alasan, bukan juga bermaksud buruk dengan memberi bertubi-tubi musibah, melainkan untuk menjadikan manusia tersebut menjadi lebih kuat, mengangkat derajatnya, memberitahu manusia bahwa aku (Tuhan) senantiasa selalu membersamaimu setiap waktu.

Sebelum membahas lebih dalam, alangkah baiknya jika kita mengenal lebih dahulu mengenai definisi dari bunuh diri. Menurut KKBI bunuh berarti menghilangkan (menghabisi; mencabut) nyawa, mematikan. Sedangkan diri berarti orang seorang; badan.

Bunuh diri berarti perbuatan menghilangkan, menghabisi, mencabut nyawa, dan mematikan diri sendiri. M. David Rudd menjelaskan bahwa bunuh diri merupakan keinginan obsesi seseorang untuk meninggal atau berkaitan dengan kematian dan juga melepaskan nyawa dari tubuh seseorang. Bunuh diri dilakukan seseorang ketika dirinya tidak memiliki penyelesaian atas masalah hidupnya, menjadikan bunuh diri sebagai suatu jalan pintas.

Banyak langkah yang bisa diambil selain kepada menyakiti diri. Kabur dari masalah bukan jalan keluar yang baik.

Oleh karena itu, seberat apapun masalahnya, secapek apapun hidupnya, tetaplah hidup, karena masih banyak hal yang belum kita capai, masih banyak makanan enak dan tempat-tempat bagus yang belum kita kunjungi. Jika memang dirasa sangat berat, kunjungi psikolog, psikiater atau spesialis kejiwaan yang paham betul solusi apa yang bisa diambil untuk ke depannya.

Kegelisahan Eksistensial: Krisis Identitas dalam Borderline Personality Disorder

Mengapa Mahasiswa Rentan Menyakiti Diri?

Dalam saluran sebelas bunuh diri bisa menjadi sebuah perilaku yang menular. Raditya Kenzo dalam artikelnya yang berjudul “Dunia Terlalu Berantakan dan Aku Tak Mau Mati di Hari yang Buruk” menyebutkan bahwa ada efek kontagius tiap media menyebarkan berita mengenai peristiwa pengakhiran nyawa.

Pemberitaan media yang negatif mengenai kasus bunuh diri bisa mentrigger mahasiswa lainnya yang mengalami kejadian serupa untuk melakukan aksi penghilangan nyawa pada diri sendiri. Terkadang, konten-konten dalam media sosial yang mengarah pada keputusasaan bisa membuat membuat seseorang terpengaruh.

Terlebih jika orang tersebut memang sedang berada pada posisi hidup yang sulit. Hal tersebut bisa menjadi pembenaran bagi mereka untuk mengakhiri nyawa, sebab sudah banyak mahasiswa yang melakukan hal tersebut.

“Umur mahasiswa memang beresiko untuk memiliki depresi, ditambah dengan stres tinggi dan kurangnya dukungan lingkungan. Hidup di lingkungan yang baru dapat menjadi alasan mengapa mahasiswa banyak yang akhirnya memilih untuk mengakhiri hidup mereka,” tutur Kasandra, dikutip dari Republika.

Peran dan dukungan orang terdekat tentu sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental mahasiswa. Kita perlu sekali peka terhadap kondisi orang terdekat kita dengan menanyakan keadaannya, mendengar ceritanya, memberikan dukungan yang penuh, serta hal-hal kecil lainnya untuk menunjukkan bahwa masih banyak orang yang peduli padanya. Kita juga bisa mengarahkan ia untuk berkonsultasi kepada ahlinya, agar dapat ditangani dengan tepat serta dapat diberikan pertolongan cepat dan akurat.

Penyebab Krisis Mental pada Generasi Z

Melansir dari McKinsey Health Institute, menurut survei Gen Z Global 2022, perempuan Gen Z dua kali lipat lebih beresiko memiliki kesehatan mental yang buruk jika dibandingkan dengan laki-laki. Sebagian besar negara menunjukkan bahwa Gen Z memiliki kesehatan mental yang buruk tanpa ada penyebab pasti. Hal tersebut terbukti dari banyaknya generasi Z yang memiliki masalah terhadap kesehatan mentalnya.

Isu mental health menjadi hal yang sering digembar-gemborkan oleh kalangan muda di media sosial. Bahkan, di antaranya seringkali melakukan self diagnosis pada beberapa penyakit mental yang dirasa cocok dengan dirinya tanpa ada pemeriksaan langsung dari ahli.

Oleh karena itu, mereka menjadi tersugesti sampai akhirnya benar-benar memiliki kesehatan mental yang buruk.

Mangulosi: Tradisi Batak yang Terus Dilestarikan, Bukan Sekadar Kain Biasa!

Sumber:

  • https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/10/18/ada-971-kasus-bunuh-diri-sampai-oktober-2023-terbanyak-di-jawa-tengah
  • https://rejogja.republika.co.id/berita/s1zg1v291/psikolog-paparkan-penyebab-maraknya-kasus-bunuh-diri-di-kalangan-mahasiswa
  • https://www.saluransebelas.com/tren-bunuh-diri-mahasiswa-sebenarnya-apa-yang-salah/
  • https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20230814104458-33-462679/alasan-utama-gen-z-rentan-kena-masalah-mental-menurut-studi

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

PS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini