Mengenal Kekayaan Budaya Dayak Melalui Keberagaman Baju Adat Dayak

Mengenal Kekayaan Budaya Dayak Melalui Keberagaman Baju Adat Dayak
info gambar utama

Apakah Kawan masih ingat ketika Presiden Joko Widodo memakai salah satu pakaian adat saat berpidato di acara Pidato Tahunan MPR dan Pidato Kenegaraan Presiden RI 2023? Pakaian adat yang digunakan tersebut merupakan pakaian adat Suku Tanimbar di Provinsi Maluku.

Namun, momen unik terjadi ketika publik salah fokus saat melihat ajudan presiden, yakni Kompol Syarif Muhammad Fitriansyah, yang mengenakan baju adat Dayak. Momen tersebut dapat menarik perhatian publik karena hal tersebut menjadi hal baru.

Biasanya, ajudan presiden mengenakan setelan jas atau kemeja formal. Dengan berbalutkan pakaian adat, publik menjadi salfok (salah fokus) memperhatikan kedua ajudan tersebut.

Suku adat Dayak sendiri memang terkenal sebagai suku yang memiliki baju adat yang unik dan beraneka ragam. Suku Dayak merupakan suku adat asli yang mendiami Pulau Kalimantan. Suku Dayak tersebar ke dalam lima provinsi di Kalimantan, yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.

Dilansir dari laman Bobo, Suku Dayak memiliki 268 sub-suku yang terbagi menjadi 6 rumpun, yakni Rumpun Punan, Rumpun Klemantan, Rumpun Apokayan, Rumpun Iban, Rumpun Murut, dan Rumpun Ot Danum. Rumpun Dayak Punan sendiri dianggap sebagai rumpun yang paling lama mendiami Pulau Kalimantan.

Asal mula nama “Dayak” sendiri berasal dari bahasa Kenyah. Dayak dalam bahasa Kenyah memiliki makna hulu sungai atau pedalaman. Hal tersebut sendiri mengarah kepada lokasi geografis dari suku Dayak yang seringkali berada di pedalaman hutan Kalimantan dan tidak jauh dari sekitar sungai.

Lokasi Geografis mereka yang berada di pedalaman hutan sendiri membuat mereka memiliki ciri khas dalam gaya hidup mereka. Berbagai alat dan barang yang mereka kenakan seringkali menggunakan bahan yang dihasilkan dari alam, misalnya pakaian adat Dayak. Pakaian adat Dayak seringkali terbuat dari kulit kayu sehingga memiliki karakteristik yang unik.

Tradisi ini sudah melekat sejak zaman nenek moyang, jauh sebelum pengenalan gaya hidup modern di Indonesia. Oleh Karena itu, banyak tradisi berpakaian mereka yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi hingga saat ini.

Lantas, pakaian adat apa saja yang dimiliki oleh masyarakat Dayak? Kawan GNFI dapat menyimak penjelasan lebih lanjutnya pada artikel berikut!

Cerita Delly Sape’ dan Geliat Pelestarian Alat Musik Tradisional Dayak

1. King Baba dan King Bibinge

King Baba dan King Bibinge sendiri merupakan sepasang baju adat yang berasal dari Kalimantan Barat. Nama King Baba sendiri merupakan istilah yang berasal dari dua kata bahasa Dayak, yakni King yang memiliki arti pakaian dan baba yang memiliki arti laki-laki. Sementara itu, King Bibinge juga berasal dari dua kata, yakni King yang artinya pakaian dan Bibinge yang artinya perempuan.

Pakaian adat ini sendiri terbuat dari serat tinggi kulit kayu pohon endemik wilayah mereka, yakni tanaman Ampuro atau Kapuo. Cara produksinya sendiri menggunakan cara memukul kulit kayu tersebut di dalam air. Proses tersebut dilakukan agar hasil akhirnya hanya menghasilkan serat kayu lentur. Setelah itu, serat akan dijemur dan dilukis menggunakan pewarna yang berasal dari bahan alami.

Bentuk dari King Baba dan King Bibinge sendiri memiliki perbedaan yang nampak terlihat. Pakaian adat King Baba sendiri memiliki gaya pakaian rompi tanpa lengan dan celana yang buat panjang. Gaya pakaian tersebut biasanya akan dipadukan dengan senjata tradisional mereka, Mandau dan perisai. Hal tersebut dilakukan guna memberikan kesan gagah dari pria di sana.

Sementara itu, King Bibinge sendiri memiliki gaya pakaian yang lebih tertutup dan anggun. Hal tersebut dapat terlihat dari gaya pakaian dengan penutup dada, stagen, dan rok. Gaya pakaian tersebut sering kali ditambah aksesoris lainnya, seperti kalung, ikat kepala dengan bulu burung enggang, manik-manik kayu, serta gelang dan kalung yang terbuat dari akar pohon atau tulang hewan.

2. Baju Ta'a dan Sapai Sapaq

Baju adat Ta’a dan Sapai Sapaq sendiri merupakan baju adat yang berasal dari Suku Dayak Kenyah yang berdiam di Provinsi Kalimantan Timur. Pakaian adat Ta’a sendiri merupakan pakaian adat yang diperuntukan untuk wanita. Hal tersebut dapat terlihat dari beberapa komponen yang ada pada pakaian adat Ta’a.

Beberapa komponen tersebut sendiri, seperti Da’a atau ikat kepala dari pandan, sapei inoq yang merupakan baju atasan, dan rok yang bernama Ta’a.

Sementara itu, baju adat Sapai Sapaq sendiri merupakan baju adat yang diperuntukan untuk pria. Sapai sapaq sendiri memiliki kemiripan gaya pakaian dengan Baju Ta’a. hal yang menjadi pembeda antara Sapai Sapaq dengan Ta’a sendiri terdapat pada pakaian bawah, yakni abeq kaboq yang berupa celana pendek.

Baju Ta’a dan Sapai Sapaq sendiri memiliki cirikhas pada hiasan motif yang turut menghiasi pakaian dari Baju Ta’a ini sendiri. Hal tersebut dapat terlihat dari hiasan dari motif khusus, seperti hiasan burung enggang pada kepala baju ini dan motif harimau sebagai motif motif khusus bangsawan. Sementara itu, motif tumbuhan sendiri digunakan untuk masyarakat biasa.

Proses pembuatan Ta’a sendiri menggunakan bahan daun pandan dan kain. Hal tersebut ditambahkan dengan hiasan bulu burung dan gelang pintalan benang yang mereka percayai sebagai penolak bala. Penggunaan bahan yang memanfaatkan sumber daya alam sendiri mencerminkan kearifan lokal dari masyarakat Dayak Kenyah.

Wisata Kuliner Khas Kalimantan Barat, Perpaduan Kultur Melayu, Dayak dan Tionghoa

3. King Kabo

King kabo sendiri merupakan pakaian adat lainnya yang berasal dari Suku Dayak. King Kabo ini sendiri merupakan hasil dari pengembangan atau modifikasi dari pakaian adat pria asli dari masyarakat Suku Dayak, yakni King Baba.

Modifikasi yang dilakukan sendiri berupa mencoba untuk menyesuaikan antara gaya pakaian asli King Baba dengan gaya pakaian yang berkembang pada masa modern ini. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah hilangnya pakaian adat Dayak yang tergerus perkembangan zaman.

Penyesuaian yang dibawakan sendiri adalah dengan menghadirkan inovasi dari segi bahan pakaian. Bahan pakaian King Baba yang awalnya menggunakan bahan dasar kulit pohon sendiri diubah dengan memadukan bahan kain Sungki yang memberikan lebih modern sehingga dapat menarik perhatian.

Namun, beberapa elemen lainnya tetap dipertahankan guna mempetahankan ciri khas yang dimiliki oleh King Baba sebagai Baju Adat Dayak asli. Ciri khas yang dijaga tersebut sendiri berupa mempertahankan bentuk dan hiasan pakaian dari King Baba tersebut.

Tidak hanya itu, Aksen Dayak yang memiliki ciri khas sendiri tetap dipertahanankan, seperti Ukiran Dayak, hiasan senjatan Mandau, serta hiasan kepala tetap dipertahankan guna menjaga ciri khas dari baju adat Dayak tersebut.

Dengan keberlanjutan warisan ini, baju adat Dayak sendiri tidak hanya mencerminkan kekayaan sosial dan budaya di Kalimantan, melainkan juga mencerminkan keberagaman warisan budaya Indonesia yang masih bertahan digempuran era perkembangan zaman.

Burung Enggang dan Mitos Masyarakat Dayak

Referensi:

https://www.detik.com/sulsel/budaya/d-7108861/7-pakaian-adat-dayak-beserta-makna-dibalik-warna-dan-beragam-hiasannya

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IN
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini