Kenapa Banyak Orang Menikah pada Bulan Syawal?

Kenapa Banyak Orang Menikah pada Bulan Syawal?
info gambar utama

Bulan Syawal menjadi salah satu bulan istimewa bagi umat Islam. Bulan ini menandakan umat Islam menggapai kemenangan setelah melawan hawa nafsu selama bulan Ramadan. Bulan Syawal juga menjadi momen keluarga berkumpul dan bersilaturahmi, serta berbagi suka cita.

Selain itu, ada tradisi unik pada bulan Syawal yang dilakukan oleh masyarakat. Tradisi tersebut ialah banyaknya masyarakat yang melaksanakan pernikahan pada bulan Syawal atau pada saat Lebaran.

Lantas, mengapa banyak orang yang menikah pada saat Lebaran bulan Syawal?

Hari Ketujuh Bulan Syawal di Negeri Mamala

Nabi Muhammad Menikahi Tiga Istrinya pada Bulan Syawal

.Tradisi menikah pada bulan Syawal di Indonesia tidak terlepas dari sejarah penduduk Arab saat sebelum dan sesudah datangnya Islam. Saat itu, Nabi Muhammad menjadi sosok yang mengajarkan sekaligus mempraktikkan secara langsung dengan melaksanakan pernikahan pada bulan Syawal.

Praktik pernikahan ini menjadi langkah Rasul untuk mendobrak kepercayaan masyarakat Arab yang menganggap bulan Syawal merupakan bulan buruk untuk melangsungkan pernikahan. Anggapan tersebut muncul karena saat itu, pada bulan Syawal, unta betina menaikkan ekornya sebagai isyarat tidak mau kawin.

Bahkan, nama bulan Syawal juga muncul dari tindakan unta tersebut. Syawal berasal dari kata Sya-lat al-ibil berarti seekor unta yang mengangkat ekornya. Catatan lain menyebutkan Syawal merupakan istilah yang berasal dari kata Syalat an-naqah bi dzanabiha, dengan makna senada, yakni unta betina yang menegakkan ekornya.

Atas dasar hal tersebut, kemudian orang Arab menjadikan bulan Syawal sebagai bulan pantangan untuk menikah karena menganggapnya sebagai bulan sial.

Keunikan Suku Sasak: Menculik Calon Istri Sebelum Menikah

Anggapan tersebut kemudian dipatahkan oleh Nabi Muhammad SAW yang menikahi Sayyidina Aisyah pada bulan Syawal. Langkah ini merupakan sebagai bentuk penolakannya terhadap orang-orang Arab, yang menganggap tidak baik melangsungkan pernikahan pada bulan-bulan haji.

Terkait dalil dan landasan untuk melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal, Islam memang tidak mengaturnya secara pasti. Akan tetapi, mengingat Nabi menikahi tiga istrinya, yakni Saudan binti Zama’ah, Aisyah, dan Ummu Salamah pada bulan Syawal, maka pernikahan pada bulan Syawal bisa dipandang sebagai pernikahan yang dianjurkan.

Melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal juga dapat bernilai ibadah jika disertai dengan niat mengikuti sunah Nabi, karena hal tersebut termasuk ke dalam kategori sunnah fi’lîyah, sunah yang dilakukan dengan mengikuti perbuatan Nabi.

Tradisi Unik Nikah 'Malem Songo' Masyarakat Tuban, Jawa Timur

Kepercayaan Tidak Melangsungkan Pernikahan pada Bulan Syawal

Meski bulan Syawal dinilai sebagian besar masyarakat sebagai bulan yang baik melakukan pernikahan, sebagian masyarakat Indonesia menganggap hal tersebut sebagai pantangan.

Suku Minang, khususnya masyarakat di Nagari Batupalano, Kecamatan Sungai Pua, Kabupaten Agam, dalam studi Sari (2023) menganggap pernikahan pada bulan Syawal menjadi suatu pantangan. Oleh karena itu, suku Minang tidak melaksanakan hajat, terutama pernikahan pada saat Lebaran atau bulan Syawal.

Menurutnya, bulan Syawal merupakan bulan yang kurang baik untuk mengadakan hajat karena akan membawa dampak negatif bagi kelangsungan rumah tangga kemudian hari. Dampak negatif tersebut dapat menyebabkan rezekinya akan terjepit, susah berusaha, akan mengalami kesulitan hidup, serta penuh dengan permusuhan dan kerusakan.

Mitos Pengantin Dikutuk Jadi Batu hingga Larangan Nikah Antar Dua Desa

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

Terima kasih telah membaca sampai di sini