Apa Kabar Taman Wisata Alam Laut Teluk Maumere?

Apa Kabar Taman Wisata Alam Laut Teluk Maumere?
info gambar utama

Kawan GNFI, pada 12 Desember 1992 gempa dengan magnitudo besar mengguncang Laut Flores. Badan Meterologi dan Geofisika saat itu mencatat guncangan sebesar 6,8 skala richter (richter magnitudo scale). Namun, ada juga yang mengukur ukuran skala richter mencaai 7,5, seperti yang sampaikan lembaga geofisika Institut de Physique du Globeyang asal Strasbourg, Perancis, dalam surat kabar Kompas (13/12/1992).

Bencana itu pun menciptakan gelombang tsunami yang menghancurkan desa-desa pesisir di sekitar kawasan. Wilayah paling parah terjadi di Teluk Maumere dan Teluk Hading yang termasuk wilayah Larantuka. Bahkan dilaporkan tiga kampung pesisir di Kabupaten Flores Timur lenyap disapu gelombang.

Kondisi serupa juga menimpa Pulau Babi, yang terletak di bagian utara Teluk Maumere. Sebuah perkampungan warga Buton luluh lantak menjadi puing. Secara umum, tsunami menerjang pesisir utara Kabupaten Ngada, Ende, Sikka, dan Flores Timur. Diperkirakan 18.000 rumah, 113 sekolah, dan 90 tempat tandas karenanya.

Dalam catatan Tirto, gempa dan tsunami tersebut menewaskan lebih dari 2.000 jiwa, 500 orang hilang, 447 orang luka-luka, dan 5.000 orang mengungsi.

Apa kabarnya sekarang?

Namun kini setelah nyaris 28 tahun berlalu situasinya lain kawan. Beberapa peneliti melaporkan imbas gempa dan tsunami justru membuat alam bawah laut Flores Timur kian cantik dan memesona. Salah satunya kawasan perairan Teluk Maumere yang merupakan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) selain Taman Laut Bunaken, Sulawesi Utara.

Perairan Teluk Maumere dijadikan TWAL melalui surat keputuasn Menteri Kehutanan pada 1987. Saat itu, banyak pihak yang berharap TWAL ini ke depannya menjadi destinasi unggulan Kabupaten Sikka.

Seperti disebut GPS Wisata Indonesia, TWAL Teluk Maumere yang juga dikenal dengan nama Gugus Pulau Teluk Maumere itu terdiri atas 10 pulau besar dan kecil yang sebagian berpenghuni, di antaranya;

  • Pulau Besar,
  • Pulau Koja,
  • Pulau Pemana,
  • Pulau Kambing,
  • Pulau Sukun,
  • Pulau Parumaan,
  • Pulau Dambila,
  • Pulau Pangabatang,
  • Pulau Babi, dan
  • Pulau Kondo.

Topografi deretan pulau-pulau itu secara umum berbukit dan bergunung. Puncak tertinggi ada di Pulau Besar (931mdpl), sedangkan pulau-pulau lainnya hanya berketinggian 75-294 mdpl. Ekosistem TWAL Teluk Maumere juga terdiri atas hutan mangrove, hutan pantai, hutan savana, dan hutan dataran rendah.

Secara administrastif, kawasan ini termasuk dalam empat wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Waigete, Kecamatan Talibura, Kecamatan Alok, dan Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka, Provinsi NTT.

Kawasan terdekat berada sekira 1 Km dari Kota Maumere, ibukota Kabupaten Sikka, yang memiliki luas sekitar 59.450 Hektare membentang sepanjang pantai Teluk Maumere dan Laut Flores.

Biota laut TWAL Teluk Maumere
info gambar

Soal ekosistem lautnya, sebanyak 24 jenis karang tersusun dalam ragam rangkaian terumbu karang dengan dominansi famili yang beragam, seperti Acroporidae. Lain itu kehidupan aneka ikan karang yang tercatat sekira 262 jenis dari 39 genus, di antaranya ikan tengiri (Scomberomorus conunerson), ikan tuna (Thunnus albacares), dan ikan layar (Isthoporus orientalis).

Dari kondisi perairan yang disebutkan di atas, tentunya kawan GNFI yang hobi bertualang dapat melakukan beragam kegiatan, seperti lintas alam, pengamatan satwa, snorkeling, menyelam, berenang, selancar, bersampan, ski air, dan tentunya fotografi bawah air.

Pulau Besar adalah pulau terbesar. Uniknya, berderet dengan Pulau Dambila dan Pulau Pangabatang, pulau-pulau itu membentuk penghalang atau benteng alami untuk arus air keluar-masuk teluk. Kondisi itu yang membuat perairan Teluk Maumere cenderung tenang dan diklaim nyaman untuk melakukan aktivitas bawah laut.

Tak sedikit beberapa mamalia laut seperti lumba-lumba, paus sperma, paus pilot, dan hiu paus muncul di sana. Waktu terbaik untuk melihat mereka adalah November–Desember (kemunculan paus sperma) dan April-Mei untuk hiu paus.

Secara umum, ada 30 lokasi penyelaman (dive sites) di kawasan Teluk Maumere dan sesuai bagi penyuka ”muckdiving” untuk dapat mengamati biota laut berukuran kecil, misalnya cumi-cumi, kelinci laut (Nudibranch), dan ikan kodok.

Hiu Paus di TWAL Teluk Maumere
info gambar

Upaya pemerintah daerah optimalkan TWAL Teluk Maumere

Dalam laman KSDAE KLHK disebutkan bahwa pada 8 November 2018, Seksi Konservasi Wilayah (SKW) IV Maumere melaksanakan Focus Grup Discusion (FGD) di Maumere. FGD itu membahas draft Pedoman Kerja Tata Kelola PNBP Kawasan Konservasi TWAL Teluk Maumere, sekaligus membangun kesepahaman antar-pihak yang berkepentingan agar berperan secara partisipatif dalam tata kelola PNBP pada TWAL Teluk Maumere.

Stakeholders yang hadir dalam kesempatan tersebut terdiri dari stakeholders eksternal dan internal. Stakeholders eksternal terdiri dari pelaku usaha wisata, asosiasi, perwakilan kader konservasi, Masyarakat Mitra Polhut (MMP), dan beberapa instansi teknis lingkup Pemerintah Kabupaten Sikka. Sementara stakeholders internal terdiri dari Bidang KSDA Wilayah II Ruteng dan Bidang Teknis pada Balai Besar KSDA NTT.

Kepala Bidang Konservasi Wilayah II Ruteng saat itu mengatakan bahwa pengelolaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bersifat holistik, sehingga perlu melibatkan para pihak para pengambil kebijakan.

Pertemuan itu juga menjelaskan permasalahan dalam tata kelola PNBP pada TWAL Teluk Maumere, yakni kawasan terbuka yang berbenturan dengan beragam kepentingan dari berbagai pihak terkait. Lain itu, keterbatasan dukungan berupa sarana prasarana, SDM, dan anggaran, juga menjadi salah satu topik yang di bahas.

Sejatinya, FGD tersebut diharapkan memperoleh banyak masukan konstruktif dari parapihak dalam membangun komitmen dan kesepahaman dalam mendukung tatakelola PNBP pada kawasan TWAL Teluk Maumere, serta tentunya menghindari terjadinya benturan kepentingan pada tataran operasional dilapangan.

Kawasan TWAL Teluk Maumere disebut memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan. Namun masih dijumpai permasalahan yang menghambat pembangunan konservasi. Karenanya sangat dibutuhkan komitmen kerja sama antar semua stakeholders yang berkepentingan terhadap kawasan TWAL Teluk Maumere.

Akhir dari FGD itu akhirnya diperoleh rumusan kesepakatan para pihak yang akan dituangkan dalam Komitmen Kerjasama dalam Pelaksanaan Tata Kelola PNBP Kawasan TWAL Teluk Maumere. Harapannya adalah optimalisasi PNBP TWAL Teluk Maumere yang berjalan secara efektif dan efisien.

Menggandeng komunitas

Pemerintah setempat juga melibatkan komunitas dan aktivis lingkungan hidup guna mewujudkan niat baik tersebut. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sikka, Petrus Poling Wairmahing, kepada Mongabay Indonesia menyebutkan bahwa saat ini TWAL Teluk Maumere sudah dibuka untuk wisatawan setelah sebelumnya ditutup akibat dampak pandemi Covid-19.

Surat BBKSDA NTT tanggal 9 Juni 2020 menyebut acara pembukaan TWAL didahului dengan pengguntingan pita oleh camat setempat tanggal 15 Juni 2020. Kemudian, pelayanan pengunjung dengan tetap memperhatikan aturan normal baru dan protokol kesehatan dilaksanakan sejak tanggal 16 Juni dan seterusnya.

Ia pun tak sungkan mengajak pelaku wisata dan komunitas untuk bersama mengeksplorasi Teluk Maumere, dengan menjaga keharmonisan ekosistem biota lautnya.

Dijelaskan, Teluk Maumere merupakan wilayah open access, yang artinya ada banyak pintu masuk dan semua orang bisa masuk dari beberapa area, sehingga harus melibatkan banyak pihak untuk mengendalikan itu.

''Dalam satu dua tahun kedepan kita akan fokus lagi ke Teluk Maumere dengan melakukan transplantasi karang bersama komunitas. Di darat kami akan kembangkan wisata di Desa Darat Pantai karena aksesnya ke Teluk Maumere lebih dekat,'' ungkapnya.

Baca juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Mustafa Iman lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Mustafa Iman.

Terima kasih telah membaca sampai di sini